Minggu, 07 Maret 2010

ANALISA JURNAL GADAR

ANALISA JURNAL

INTERVENTION IN ACUTE CORONARY SYNDROMES: DO PATIENTS UNDERGO INTERVENTION ON THE BASIS OF THEIR RISK CHARACTERISTICS





Disusun Oleh :


NURAINUN YANI SIREGAR (090206057)
DEWI APRILIA LESTARI (090206077)
DODDY YUMAM PRASETYO (090206109)
ANANTUSIA FITRIANA (090206020)
KURNIAH (090206121)







PROGRAM PENDIDIKAN NERS-PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2010
ANALISA JURNAL

INTERVENTION IN ACUTE CORONARY SYNDROMES: DO PATIENTS UNDERGO INTERVENTION ON THE BASIS OF THEIR RISK CHARACTERISTICS


A. Latar Belakang Masalah/ Kesesuaian dengan Lingkup Keperawatan Kritis
Sindrom koroner akut (acute coronary syndrome/ACS) meliputi spektrum penyakit dari infark miokard akut (MI) sampai angina tak stabil (unstable angina). Penyebab utama penyakit ini adalah trombosis arteri koroner yang berakibat pada iskemi dan infark miokard. Derajat iskemik dan ukuran infark ditentukan oleh derajat dan lokasi trombosis.
Sejak 1960‐an, ketika terapi standard menjadi istirahat penuh (bed rest) dan defibrilasi (jika diperlukan), angka kematian infark miokard akut menurun terus. Keberhasilan terapi ACS bergantung pada pengenalan dini gejala dan transfer pasien segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terapi awal untuk semua ACS, yang diberikan oleh enaga paramedik ataupun pada unit/instalasi gawat darurat sebenarnya sama. Manifestasi unstable angina dan MI akut seringkali berbeda. Umumnya, gejala MI akut bersifat parah dan mendadak, sedangkan infark miokard non‐ST elevasi (NSTEMI) atau unstable angina berkembang dalam 24‐72 jam atau lebih. Pada kedua kasus tersebut tujuan awal terapi adalah untuk menstabilkan kondisi mengurangi rasa nyeri dan kecemasan pasien.
B. Analisis Jurnal
1. Judul
Penulisan judul menurut Setiadi (2007) tidak boleh lebih dari 20 kata karena untuk meminimalkan kerancuan. Pada jurnal ini judul terdiri dari 16 kata sehingga sudah memenuhi dalam penulisan judul. Judul menggambarkan penelitian deskriptif. Namun peneliti tidak menyampaikan ruang lingkup tempat penelitian dengan jelas
2. Masalah relevan dengan keperawatan gawat darurat
Penelitian ini sudah sesuai dengan ranah keperawatan gawat darurat. Tujuan penelitian ini sudah tertulis yaitu bertujuan untuk menentukan apakah revascularisasi lebih mungkin dilakukan higher-risk dan apakah dipengaruhi oleh rumah sakit dengan revascularisasi agresif
3. Permasalahan dianalisa dengan tajam kekurangan dan kelebihan
Keseriusan permasalahan sudah dipaparkan dengan jelas namun kurang detail. Peneliti hanya memaparkan data kasus STEMI dan Non STEMI tanpa menjelaskan bagaimana patofisiologi STEMI dan Non STEMI hingga menyebabkan kematian. Peneliti tidak memaparkan kebijakan pemerintah terhadap keseriusan masalah yang dihadapi serta tangggapan masyarakat atau tuntutan masyarakat terhadap penatalaksanaan atau tindakan keperawatan pada pasien dengan STEMI dan Non STEMI tersebut.
4. Metodologi riset dianalisis kekurangan dan kelebihannya dengan menggunakan teori yang relevan.
Design peneliti ini dilakukan dengan rancangan studi observasional kasus/kohort dengan cara mengamati dari ACS berdasarkan tingkat resiko. Pengumpulan data dilakukan secara prospektif dengan mengamati semua pasien STEMI dan Non STEMI. Pada penelitian ini peneliti dijelaskan jumlah populasi dan sampel yang diambil. Peneliti hanya menyampaikan subjek penelitian dimana subyek penelitian adalah pasien dengan acut ischaemia yang terjadi pertama kali, EKG tetap ACS, kekurangan serum yang menyebabkan nekrosis jantung, dokumentasi penyakit arteri coroner .. Periode penelitian dilakukan selama 5 tahun yaitu dari bulan April 1999 sampai bulan September 2004. Peneliti tampak menggunakan sampel jenuh tetapi tidak memaparkan secara jelas alasan dalam pengambilan sampel tersebut. Adapun uji validitas juga tidak disebutkan oleh penulis. Begitupula metode pengolahan dan analisa data tidak disebutkan dengan jelas.
5. Pembahasan
Hal terpenting pada hasil penenelitian adalah karakteristik lokasi penelitian(Setiadi, 2007). Pada penelitian ini sudah dipaparkan mengenai karakteristik lokasi penelitian. Peneliti juga memaparkan karakteristik subyek penelitian yang terdiri dari 24.189 pasien ACS dari 106 RS yang mempunyai fasilitas angiographic selama 5 tahun terdiri dari 32,5 % pasien non ST elevasi, 53,7% ST elevasi, 7,2 % Bypass grafting dengan umur >18 tahun. Dalam penelitian ini karakteristik resiko terdiri dari usia, kelas perawatan, tekanan darah, ST segment deviasi, HR, serum creatinin. Dalam penelitian ini pembahasan tidak ditunjang dengan teori yang ada tetapi hanya memaparkan hasil yang ditemukan.
6. Rekomendasi
Penulis sudah memberikan saran, namun saran yang diberikan tidak spesifik dan juga kurang aplikatif.
7. Pustaka
Penulisan daftar pustaka telah sesuai dengan jumlah minimal pada penelitian yaitu 15 sumber (Setiadi, 2007). Peneliti menggunakan 17 referensi yang tahun penerbitannya semua kurang dari 10 tahun sehingga sudah sesuaindengan ketentuan. Penulisan daftar pustaka belum sesuai dengan kaidah penulisan, dimana penulis membubuhkan nomor di depan daftar pustaka yang ditulis.
C. Aplikasi/ Penerapan Masalah di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Menurut pengamatan selama praktik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta khususnya Instalasi Gawat Darurat pasien dengan ACS sudah menggunakan terpi standart kegawatdaruratan tetapi belum dibedakan karakteristik resikonya. Penatalaksanaan lanjutan pasien dengan ACS diruang ICCU hanya dilakukan trombolisis belum sampai dengan revaskularisasi prosedur karena memang di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta belum terdapat fasilitas Angiographic. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pelaksanaan revaskularisasi dini memberikan dampak yang lebih baik
D. Saran Bagi RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Kepada bidang Keperawatan hendaknya mengusulkan kebagian manajemen untuk menyediakan peralatan angiographic sebagai tindak lanjut penatalaksanaan penanganan pasien dengan ACS, disampning juga menyiapkan tenaga terlatih untuk pelaksanaan prosedur tersebut.

LP COMBUSTIO

Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang di sebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air, panas,bahan kimia, listrik dan radiasi.
B. Klasifikasi
Luka baker diklasifikasikan berdasarkan :
Kedalaman luka bakar
Luka bakar ketebalan parsial di bedakan menjadi luka bakar superfisial dan luka bakarketebalan partial dalam. Luka bakar ketebalan partial superfisial ( luka bakar derajat 1 ) merusak lapisan epidermis. Sedangkan cedera ketebalan partial dalam ( luka bakar derajat 2 ) mengenai lapisan epidermis dan dermis termasuk kelenjar keringat dan sebasea, saraf sensoris dan motorik, kapiler dan folikel rambut.
Luka bakar ketebalan penuh ( luka bakar derajat 3 ) mengenai lapisan lemak lapisan ini mengandung kelenjar keringat dan akar folikel rambut, dan semua lapisan epidermis mengalami kerusakan.
Keparahan luka bakar
Cedera luka bakar dapat berkisar dari lepuh kecil sampai luka bakar masif derajat 3. Cedera luka bakar di kategorikan ke dalam luka bakar minor, sedang dan mayor.
Cedera luka bakar minor adalah cedera ketebalan partial yang kurang dari 15 % LPTT ( luas permukaan tubuh total ) pada orang dewasa dan anak-anak 10% LPTT, atau cedera ketebalan penuh kurang dari 2% LPTT.
Cedera luka bakar sedang adalah cedera luka bakar sedang terkomplikasi adalah cedera ketebalan partial dengan 15-20% dari LPTT pada orang dewasa atau 10-20% LPTT pada anak-anak atau cedera dengan ketebalan penuh kurang dari 10% LPTT yang tidak berhubungan dengan komplikasi
Cedera luka bakar mayor adalah cedera ketebalan partial lebih dari 25% pada orang dewasa atau 20% LPTT pada anak-anak, cedera ketebalan penuh 10% LPTT atau lebih, luka bakar yang mengenai tangan,wajah,mata,kaki dan perineum. Cedera inhalasi, cedera listrik, luka bakar yang berkaitan dengan cedera lain ( cedera jaringan lunak, fraktur, dan trauma lain).
Lokasi luka bakar
Luka bakar pada wajah seringa menyebabkan abrasi kornea, pada telinga akan menyebabkan kondritis auricular, luka bakar pada tangan dan persendian membutukan terapi fisik dan okupasi yang lama. Luka bakar pada perineal menyebabkan mudah terserang infeksi karena autokontaminasi oleh urin dan feses. Lokasi luka bakar sirkumferensialis ektremitas berefek pada penebalan pembuluh darah, luka bakar pada sirkumfernsial toraks dapat menyebabkan inadekuat ekspansi dinding dada dan insufisiensi pulmonal.
Agen penyebab luka bakar
Agen yang menyebabkan terjadinya luka bakar adalah termal ( cedera terbakar, kontak dengan kobaran api, uap panas), listrik, kimia sinar matahari dan radiasi.
Ukuran luka bakar
Luas dan kedalaman luka bakar berhubungan denga intensitas dan durasi dari pemajanan terhadap agen penyebab.
Metode rule of nine untuk menentukan persentase luas permukaan tubuh yang mengalami cedera luka bakar, dasar dari perhitungan ini adalah dengan membagi tubuh kedalam bagian-bagian anatomi yang setiap bagiannya mencerminkan luas 9% dari LPT(luas permukan tubuh) atau kelipatan dari 9%.
Perhitungan pada setiap bagian tubuh :
o Kepala : 9%
o Ekstremitas atas kanan : 9%
o Ekstremitas bawah kiri : 9%
o Torso : 36%
o Perineum : 1%
o Ekstremitas bawah kanan : 18%
o Ekstremitas bawah kiri : 18%

o Total : 100%

C. Tanda dan Gejala
Ø Luka bakar derajat satu ( superfisial)
· Pada awalnya terasa nyeri dan kemudian gatal stimulasi reseptor sensoris
· Kesemutan
· Hiperestensi
· Kemerahan dan akan menjadi putih pada saat di tekan
· Sembuh dengan spontan tanpa meninggalkan jaringan parut
Ø Luka bakr derajat dua ( partial )
· Nyeri
· Berwarna merah pink
· Membentuk lepuh dan edema subkutan
· Hiperestesia
· Sensitif terhadap udara dingin
· Dasar luka berbintik-bintik merah
· Epidermis retak
· Permukaan luka basah
Ø Luka bakar derajat tiga ( Full)
· Luka terasa nyeri, karena semua reseptor sensoris telah mengalami kerusakan total
· Terjadi syok
· Hematuria
· Kemungkinan terjadi hemolisis ( destruksi sel darah merah )
· Luka bakar berwarna putih
· Kulit retak dengan bagian lemak yang tampak
· Ada edema
D. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas tubuh. Kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis maupun jaringan subkutan. Luka bakar menyebabkan naiknya permeabilitas pembuhuh darah sehingga air, natrium, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebkan terjadinya edema yang akan berlanjut ke keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi karena kehilangan volume cairan yang akan mempengaruhi nilai normal cural dan elektrolit tubuh.
Keadaan hipovolemik yang tidak segera di atasi akan berlanjut ke keadaan syok hipovolemik. Pada kardiovaskuler perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran kapiler yang mengakibtkan kehilangan Na, air, dan protein plasma serta adema jaringan yang di ikuti dengan penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ dan edema menyeluruh. Pada renal dengan menurunnya volume intravaskuler maka aliran plasma ke ginjal dan urine. Jika resusitasi cairan untuk kebutuhan vaskuler tidak adekuat maka akan mengakibatkan terjadinya gagal ginjal.
Pada renal dstruksi sel-sel darah merah pada lokasi cedera akan menghasilkan hemoglobin bebas salam urine. Hemoglobin dan mioglobulin yang menyumbat tubulus renal akan mengakibatkan nekrosis akut tubuler. Dari gastrointestinal akan terjadi penurunan aktivitas neurologik serta respon hipovolemik dan respon endokrin akibat adanya perlukaan luas.
Denganberkurangnya peristaltik dan bising usus akan menyebabkan ilius paralitik sebagai akibat dari adanya luka bakar. Sedangkan ulkus lambung terjadi sebagai akibat dari perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat fisiologik masif yang ditandai oleh darah okulta dan feses, regurtitas muntahan seperti bubuk kopi dari lambung, atau vomitus yang berdarah.
Dari imunologi respon dari kehilangan integritas kulit di perparah dengan pelepasan faktor-faktor inflamsi yang abnormal, perubahan kadar immunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil dan penurunan jumlah limfosit, imunosupresan membuat resiko terjadinya sepsis.






E. Pathway

Thermal ( suhu)
Radiasi, zat kimia, listrik

Luka bakar Dx : kerusakan integritas kulit
b/d kehilangan barrier kulit

Kemungkinan
Cedera inhalasi kelenjar kapiler kehilangan barier kulit



Hipoksia Permeabilitas kapiler problem termoregulasi respon inflamasi


Takipneu perpindahan natrium,H2O kerusakan respon imun
Dan protein dr intrvaskuler
Dx : kerusakan pertukaran Ke ruang interstitial
Gas b.d takipneu
Dx : hipotermi b/d mengalami
termoregulasi ; sepsis
kehilangan barrier kulit

Dx : infeksi b/d sepsis;
Kehilangan barrier kulit
Syok Hipovolemik


Dehidrasi iskemik curah jantung

Dx : defisit Vol, cairan
b/d dehidrasi ; syok hipovelemik hipoksia Tekanan darah

perpusi jaringan takikardi

Dx : kerusakan integritas jaringan aliran darah keginjal
b/d perfusi jaringan
syok hipovelemik
dx : perfusi jaringan ginjal tidak efektif



F. Penatatalaksanan
Penatalaksanaan luka bakar dapat dibagi menjadi tiga fase :
Fase resusitasi (28 jam pertama )
Pasien memerlukan penanganan yang cepat dan tepat sesuai dengan kondisinya serta memerlukan terapi cairan yang sesuai dengan kebutuhan dan pemantauan ketat.
Ø Durasi : dari awitan cedera hingga selesainya resusitasi cairan
Ø Prioritas : pertolongan pertama, pencegahan syok, pencegahan gengguan pernapasan, deteksi dan penanganan cedera yang menyertai, penilaian luka dan perawatan.
Fase akut ( > 48 jam pertama luka bakar mudah sembuh )
Mulai dengan adanya diuresis dimana terjadi perpindahan cairan dari intertitial dan diteruskan melalui daerah luka bakar.
Ø Durasi : dari dimulainya diuresis hingga hampir selesainya proses penutupan luka
Ø Prioritas : perawatan dan oenutupan luka, pencegahan dan penanganan komplikasi termasuk infeksi, dukungan nutrisi.
Fase rehabilitasi ( luka sembuh sampai pengembalian fungsi tubuh )
Mengembalikan fungsi tubuh yang mengalami defisit atau kemunduran seperti kontraktur
Ø Durasi : dari penutupan luka yang besar hingga kembalinya kepada tingkat penyesuaian fisik dan psikososial yang optimal.
Ø Prioritas : pencegahan jaringan parut dan kontraktur, rehabilitasi fisik, okupasional dan vokasional, rekonstruksi fungsional dan kosmetik, konsling psikososial.
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
a. Hitung darah lengkap
b. Analisa gas darah
c. CoHbg
d. Elektrolit serum
e. Natrium urin random
f. Alkalin fosfat
g. Glukosa serum
h. Albumin serum
i. BUN atau Kreatinin
j. Urine
Foto rontgen dada
Bronkoskopi serat optik
Loop aliran daran
Scan paru
EKG
Fotografi luka bakar

H. Komplikasi
Ø Glandula thyroid menjadi lebih aktif
Ø Pneumonia
Ø Ileus paralitik
Ø Ulkus lambung
Ø Hiperetrofi jaringan parut
Ø Kontraktur ( kekakuan )













BAB II
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No
Diagnosa keperawatan
Tujuan
Intervensi
1.



























2.






























3.
Defisit volume cairan b/d syok hipovelemik


























Kerusakan intergritas kulit b/d kehilngan barrier kulit





























Resiko infeksi b/d kerusakan respon imun
Tujuan jangka pendek
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 24 jam syok hipovelemik klien berkurang

Tujuan jangka panjang
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x 24 jam keseimbangan volume cairan klien dapat dipertahankan dengan kriteria hasil :
1. kesimbangan urine output lebih dari 1300 ml/hari ( paling sedikit 30 ml/jam )
2. vital sign dalam keadaan normal
3. turgor kulit baik
4. klien mampu untuk mencegah dan mengatasi kehilangan cairan :
· Klien mampu mengkonsumsi air putih sebanyak 2 liter/hari
5. hematokrit dalam batas normal.

Tujuan jangka pendek
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam luka menunjukkan regenerasi jaringan

Tujuan jangka panjang
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam telah tercapai penyembuhan pada area luka dengan kriteria hasil :
Area luka terbuka berwarna merah muda
Pigmentasi kulit
Elastisitas membaik
Tekstur kulit baik
Timbul eschar
Luka yang baru sembuh teraba lunak dan licin
Kulit secara umum tampak utuh dan bebas dari tanda-tanda infeksi






Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x 24 jam tidak terjadi infeksi
monitor cairan
1. tentukan riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan eliminasi
2. tentukan kemungkinan faktor resiko dari ketidakseimbangan cairan ( hipertermi, gagal ginjal, disfungsi hati dll)
3. monitor berat badan klien
4. monitor memberan mukosa dan turgor kulit serta rasa haus
5. catat intake dan output cairan
6. pertahankan pemberiaan infus dan atur cairan sesuai kebutuhan









integritas kulit membaik :
1. bersihkan luka, tubuh, dan rambut setiap hari
2. catat ukuran, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka
3. bersihkan jaringan nekrotik yang lepas ( termasuk pecahnya lepuh )
4. periksa luka tiap hari, perhatikan perubahan penampilan bau atau kuantitas drainase
5. oleskan preparat antibiotik topikal dan pasang balutan sesuai ketentuan medis
6. cegah penekanan, infeksi, dan mobilisasi pada autograff
7. lakukan latihan mobilisasi pada daerah yang tidak luka






kaji adanya fluktuasi suhu tubuh, letargi, apneu, malas minum, gelisah dak ikterus
ambil sampel darah
pantau ulang hasil pemeriksaan eritrosit, leukosit deferensiasi, immunglobulin.
lakukan prosedur secara steril
Lakukan pencegahan infeksi silang atau perpindahan mikro-organisme.















DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 vol.3 . Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapus.
Moenadjat, Yefta. 2003. luka Bakar Pengetahuan Klinik Praktis. Jakarta : FKUI.

LAPORAN PENDAHULUAN STEMI

A. PENGERTIAN
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang(Brunner & Sudarth, 2002).
Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Suyono, 1999)
B. ETIOLOGI (Kasuari, 2002)
1. faktor penyebab :
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
- Faktor pembuluh darah :
Ø Aterosklerosis.
Ø Spasme
Ø Arteritis
- Faktor sirkulasi :
Ø Hipotensi
Ø Stenosos aurta
Ø insufisiensi
- Faktor darah :
Ø Anemia
Ø Hipoksemia
Ø polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat :
- Aktifitas berlebihan
- Emosi
- Makan terlalu banyak
- hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
- Kerusakan miocard
- Hypertropimiocard
- Hypertensi diastolic

2. Faktor predisposisi :
a. faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah :
- usia lebih dari 40 tahun
- jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat setelah menopause
- hereditas
- Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
- Mayor :
Ø hiperlipidemia
Ø hipertensi
Ø Merokok
Ø Diabetes
Ø Obesitas
Ø Diet tinggi lemak jenuh, kalori
- Minor:
Ø Inaktifitas fisik
Ø Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisius, kompetitif).
Ø Stress psikologis berlebihan.

C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).

2. Laborat
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4 hari

3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris. Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0 = tidak mengalami nyeri
1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas, mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan lainnya
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
2. Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
3. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal hipokalemi, hiperkalemi
4. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi
5. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
6. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
7. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
8. Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
9. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
10. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
11. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau luasnya IMA
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik


12. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah)
13. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi) Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
14. Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
15. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
16. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.



E. PENATALAKSANAAN
1. Rawat ICCU, puasa 8 jam
2. Tirah baring, posisi semi fowler.
3. Monitor EKG
4. Infus D5% 10 – 12 tetes/ menit
5. Oksigen 2 – 4 lt/menit
6. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
7. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
8. Bowel care : laksadin
9. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam /infus
10. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
11. Psikoterapi untuk mengurangi cemas
F. PATHWAYS
Aterosklerosis
Trombosis
Konstriksi arteri koronaria
Aliran darah ke jantung menurun
Oksigen dan nutrisi turun
Jaringan Miocard Iskemik
Nekrose lebih dari 30 menit
Supply dan kebutuhan oksigen ke jantung tidak seimbang
Supply Oksigen ke Miocard turun
Metabolisme an aerob
Seluler hipoksia
Timbunan asam laktat meningkat
nyeri
Cemas
Fatique
Kerusakan pertukaran gas
Intoleransi aktifitas
Integritas membran sel berubah
Kontraktilitas turun
Resiko penurunan curah jantung
COP turun
Kegagalan pompa jantung
Gagal jantung
Resiko kelebihan volume cairan ekstravaskuler
Gangguan perfusi jaringan






























DAFTAR PUSTAKA

Overdoff David, 1990. Kapita selekta kedokteran.Jakarta : Binarupa Aksara.
Price & Wilson, 1994, Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit , EGC, Jakarta
Reeves Chariene J. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 1. Jakarta : Salemba Medika
Sodeman. 1995. Patofisiologi. Edisi 7. Jilid II.Jakarta : Perpustakaan Nasional
Soeparman & Waspadji, 1999, Ilmu penyakit Dalam Jilid II, FK UI, Jakarta