penelitian

HUBUNGAN PELAYANAN KONSELING DARI PETUGAS KESEHATAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU MENYUSUI
DI RB. FTRI GRIYA HUSADA BANTUL
TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN
• LATAR BELAKANG MASALAH
• Seriossnes of the problem
AKB di Indonesia th 2000 masih menempati rangking 1 di ASEAN yaitu 60/1000 kelahiran hidup yg disebabkan krn infeksi, dr pernapasan /pencernaan.
Kematian anak dpt dicegah dg inisiasi dini/pemberian ASI langsung pada BBL krn ASI mengandung kolostrum yg dpt memberi ketahanan tubuh thd serangan penyakit, terutama infeksi.
Ironisnya di Indonesia hanya 14% ibu memberikan ASI Eksklusif kpd bayinya sampai umur 5 bulan. Dan rata-rata di Indonesia bayi hanya diberi ASI saja smp 2 bulan.



Salah satu penyebab keadaan tersebut adalah rendahnya kualitas ketrampilan tenaga kesehatan khususnya bidan dalam berkomunikasi dan memberikan konseling kepada klien. Kualitas komunikasi bidan yang rendah akan berdampak terhadap transfer peran kepada klien kurang baik, bidan menjadi kurang peka dan kurang mampu menggali kebutuhan dan masalah klien, tidak tanggap terhadap perasaan klien, klien menjadi tidak puas dan selanjutnya dapat diperkirakan kredibilitas bidan tersebut diragukan. Ketrampilan teknis medis semata tidak cukup untuk memberikan pelayanan yang memuaskan klien (ibu), sekalipun bidan tersebut secara teknis terampil mutu pelayanan yang diberikan kepada klien tidak akan optimal bahkan mungkin rendah, oleh karena itu diperlukan ketrampilan-ketrampilan tambahan yaitu ketrampilan berkomunikasi yang efektif dan cara-cara memberikan konseling yang baik (www.akbidypsdmi.net).
Lanjutan…
• Magnitude
Menurut SDKI (1997) menunjukkan bahwa hampir semua bayi 96,3% di Indonesia prnh mendapat ASI. Sebanyak 8% BBL mendapat ASI dlm 1 jam stl post-partum, 53% mendapat ASI hari pertama. Rata-rata lama pemberian ASI saja hanya 1,7 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa minuman selain ASI dan MP-ASI sdh mulai diberikan pd usia lebih dini.
Dari standar cakupan ASI Eksklusif yg ditetapkan oleh DepKes DIY yaitu 85% tetapi hanya didapatkan data untuk pemberian ASI saja di Bantul 44,32%
• Community Consent
Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan agar bayi baru lahir mendapat ASI Eksklusif selama 6 bulan.
dr.Utami Roesli pun mendirikan Sentra Laktasi Indonesia yaitu sebuah LSM ASI yg gencar mengkampanyekan ASI Eksklusif pada bayi.
Lanjutan….
• Public Consent
Dalam Kepmenkes 2004 terdapat peraturan & sanksi yg tegas srt program- program mendukung diharapkan angka pemberian ASI dpt ditingkatkan dr kondisi sekarang. Mengingat pentingnya pemberian ASI bg tumbang yg optimal baik fisik, mental, dan kecerdasannya maka perlu perhatian agar dpt terlaksana dg benar, teratur, dan eksklusif.
Depkes telah menetapkan kebijakan-kebijakan utk mendukung pemberian ASI Eksklusif, baru stlh bayi berumur 6 bulan diberikan MP-ASI smp umur 2 thn.


• Managebility
Dalam penelitian ini peneliti meneliti di RB.Fitri Griya Husada Bantul karena dilihat dari waktu, tempat, responden nya dapat dijangkau, dan disana peneliti menemukan juga masalahnya.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yg ada penulis ingin meneliti apakah ada hub pelayanan konseling laktasi petugas kesehatan dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu menyusui di RB. Fitri Griya Husada Bantul Maret 2008?
3. Tujuan
– Tujuan Umum
Diketahui ada atau tidaknya hub pelayanan konseling laktasi petugas kesehatan dengan pemberian ASI Eksklusif pada ibu menyusui di RB. Fitri Griya Husada Bantul Maret 2008?
– Tujuan Khusus
• Diketahui pelayanan konseling laktasi dari petugas kesehatan pada ibu menyusui di RB. Fitri Griya Husada Bantul Maret 2008.
• Diketahui pemberian ASI Eksklusif pada ibu menyusui di RB. Fitri Griya Husada Bantul Maret 2008.


4. Manfaat
– Dalam Keilmuan
– Dalam konsumer

5. Ruang Lingkup
– Materi
– Responden
– Tempat
– Waktu

6. Keaslian Penelitian
– Mitha Fitriana Sari (2007)
– Eka Ernawati (2004)
– Eka Shurya Afni (2007)
BAB 2 TINJAUAN TEORI
• TEORI
• Konseling
• ASI Eksklusif
• KERANGKA KONSEP
• HIPOTESIS
Ada hub pelayanan konseling dari petugas kesehatan dg pemberian ASI Eksklusif pd ibu menyusui di RB. Fitri Griya Husada Bantul Maret 2008
Kerangka konsep









: yg diteliti
: yg tidak diteliti
BAB 3 METODE PENELITIAN
• DESAIN PENELITIAN
Menggunakan survey analitik yaitu suatu desain penelitian yg digunakan utk menyediakan informasi yg berhub dg prevalensi, distribusi, dan hub antar variabel dlm suatu populasi
Pendekatan metode cross sectional yaitu metode pengambilan data yg dilakukan dlm kt bersamaan
2. VARIABEL PENELITIAN
- pelayanan konseling dari petugas kesehatan
- pemberian ASI Eksklusif
Hub antar variabel
4. Definisi Operasional
• Pelayanan konseling adl keg memberikan informasi dan edukasi/pendidikan dg mengarahkan klien agar dpt mengerti apa yg kita sampaikan yg diukur dg teknik angket, alat kuisioner, skala nominal
• Pemberian ASI Eksklusif adl ibu menyusui bayinya dr umur 0-6 bulan tanpa memberikan tambahan makanan atau pengganti lainnya spt susu formula dg pemberian sesuka bayi, yg dikur dg teknik angket, alat kuisioner, skala nominal
5.Populasi dan Sampel
• Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006:130). Populasi dalam penelitian ini adalah dari subjek penelitian). Kriteria populasi yang peneliti ambil yaitu ibu rumah tangga yang menyusui yang tidak bekerja dan membawa anaknya untuk diimunisasikan.
• Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik sampling jenuh yaitu teknik pengambilan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2005 : 61). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 ibu yang mengimunisasikan anaknya dalam 1 minggu.
ALAT DAN METODE PENGUMPULAN DATA
• Alat pengumpulan data
Alat yg digunakan kuisioner dengan pertanyaan tertutup
• Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan data primer, yang diperoleh dari kuisioner yang dibagikan untuk diisi sesuai dengan petunjuk dan dikumpulkan kembali pada waktu yang telah ditentukan pada hari yang sama.
METODE PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
– Metode pengolahan data
• Editing atau penyuntingan data
• Coding
• Tabulating
– Analisis data
Teknik analisis chi kuadrat, yaitu teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesa bila dalam populasi terdiri atas 2 atau lebih kelas, data berbentuk nominal (Sugiyono,2005 : 104).





SUSU FORMULA DAN ASI
a. Pengertian Susu Formula
Susu formula bayi yang umumnya disebut dengan pemberian susu botol adalah susu komersial yang dijual di pasar atau di toko yang terbuat dari susu sapi atau kedelai, diperuntukkan khusus untuk bayi, dan komposisinya disesuaikan dengan komposisi ASI, serta biasanya diberikan di dalam botol (Husaini, 1996). Susu bayi atau susu botol dikenal dengan sebutan susu formula karena berasal dari susu sapi yang diformulasi sedemikian rupa sehingga komposisinya mendekati ASI (Muchtadi, 2002).
Susu formula untuk bayi terbuat dari susu sapi yang susunan zat gizinya diubah sedemikian rupa untuk diberikan kepada bayi, tetapi harus diperhatikan bahwa susu formula dapat diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan. Alasan dipilihnya susu sapi sebagai bahan baku susu formula karena sapi perah dapat memproduksi susu dalam jumlah yang banyak (rata-rata 500 liter/tahun) dan harganya relatif murah. Meskipun mengandung beberapa zat gizi, susu sapi hanya ideal untuk anak sapi bukan untuk bayi manusia sehingga sebelum digunakan untuk makanan bayi, susunan zat gizi susu sapi harus diubah agar sesuai untuk makanan bayi. Susu sapi harus dididihkan dan terus-menerus diaduk untuk menghancurkan bakteri patogen dan membuatnya lebih mudah dicerna. Hanya ASI yang paling ideal untuk bayi manusia maka perubahan yang dilakukan pada komponen gizi susu sapi harus mendekati susunan zat gizi ASI. Meskipun para ahli teknologi pangan telah berusaha untuk memperbaiki susunan zat gizi susu sapi agar komposisinya mendekati susunan zat gizi ASI, sampai saat ini usaha tersebut belum menunjukkan hasil yang diharapkan (Krisnatuti, 2000).
Tabel 1.Perbandingan Komposisi Zat Gizi Antara Air Susu Ibu
No Komposisi
(g/100 ml) ASI
(g/100 ml) Susu formula atau susu sapi
(g/100 ml)
1 Protein (g)
whey (%)
kasein (%)
asam amino: taurin
60
40
cukup untuk pertumbuhan otak
20
80
tidak ada
2 Lemak (g)
kolesterol 3,0 – 5,5
cukup untuk pertumbuhan otak 1,3 – 3,6
tidak cukup untuk pertumbuhan
otak
3 Karbohidrat
6,6 -7,1 7,32 – 9,6
4 Mineral
Natrium (mg)
Kalium (mg)
Kalsium (mg)
Phosphor (mg)
Klorida (mg)
Magnesium (mg)
Fe (mg)


10
40
30
10
30
4
0,2 (jumlahnya sedikit, tetapi
diserap dengan baik)
33 – 50
112 – 150
102 -114
36 -90
71 – 102
7 -12
0,7 – 1,0
dengan Susu Formula atau Susu Sapi
Sumber : Krisnatuti, 2000
b. Komposisi Zat Gizi dalam Susu Formula atau Susu Sapi (Pudjiadi, 2001)
1) Protein
Protein yang terdapat dalam susu botol lebih tinggi dari ASI. Susu sapi mengandung protein tiga kali lipat lebih banyak dari ASI. Susu sapi dan ASI mengandung 2 macam protein utama yaitu whey dan kasein (casein). Whey adalah protein yang halus, lembut, dan mudah dicerna, sedangkan kasein adalah protein yang bentuknya kasar, bergumpal, dan sukar dicerna oleh usus bayi. Rasio antara protein whey dan kasein (20/80) jauh lebih rendah dibandingkan dengan ASI (60/40). Hampir seluruh protein dari susu sapi berupa kasein dan hanya sedikit mengandung whey. Porsi kasein yang besar ini akan membentuk gumpalan liat ketika dibawah pengaruh asam lambung sehingga lebih sulit dicerna.
2) Lemak
Lemak susu formula lebih sulit dicerna dan diserap oleh usus bayi karena susu formula tidak mengandung enzim sebab enzim akan rusak bila dipanaskan sehingga bayi akan kesulitan menyerap lemak dalam susu formula. Kandungan kolesterol dan lemak susu sapi lebih rendah daripada lemak ASI terutama asam lemak tak jenuh (asam linoleat), asam lemak rantai panjang (arachidonat dan dekadeksanoat).
3) Karbohidrat
Susu sapi atau susu formula mengandung karbohidrat relatif lebih rendah dibandingkan ASI. Kandungan karbohidrat terutama laktosa yang merupakan sumber kalori bagi bayi lebih rendah dalam susu sapi daripada ASI.
4) Mineral
Susu formula atau susu sapi mengandung lebih banyak natrium, kalsium, kalium, fosfor, dan klor, tetapi mineral-mineral dalam susu sapi tersebut lebih sulit diserap dan pada bayi baru lahir belum dapat mengekskresikan kelebihan dari mineral yang tidak diserap dengan sempurna. Kadar natrium di dalam susu sapi tiga kali lebih tinggi daripada kadar natrium dalam ASI sehingga kepekatan cairan di luar sel menjadi lebih tinggi dan osmolalitas menjadi tinggi. Akibatnya ginjal tidak dapat memekatkan cairan yang dikeluarkan dalam bentuk air seni. Bayi yang bersangkutan menjadi banyak kencing dan cepat merasa haus. Bayi menangis karena haus disalah persepsikan oleh ibu, dianggap bayi lapar dan membutuhkan susu tambahan. Bayi yang haus diberikan lagi susu botol dan begitu seterusnya sehingga bayi menjadi terlalu banyak minum susu botol.
5) Susu sapi atau susu formula mengandung beta laktoglobulin dan bovine serum albumin yang sering menyebabkan alergi sedangkan ASI mengandung alfa-laktalbumin yang melindungi bayi dari alergi.
d. Akibat atau kerugian dari pemberian susu formula
Akibat atau kerugian pemberian susu botol (susu formula) pada bayi usia 0-6 bulan menurut Perinasia (2002) adalah :
1) Pengenceran yan salah
Membuat susu botol memerlukan cara yang tepat dan penakaran yang benar. Para ibu dapat melakukan kesalahan dengan mencampur susu formula dengan air yang terlalu sedikit atau terlalu banyak sehingga bayi memperoleh susu yang terlalu encer atau terlalu kental. Pelarutan susu lebih pekat dari seharusnya dapat mengakibatkan hipernatremi dan obesitas. Sebaliknya, pelarutan yang lebih encer dari (hipoosmolar) dapat berakibat malnitrisi dan gangguan pertumbuhan.


2) Kontaminasi mikroorganisme
Kemungkinan susu formula tercemar bibit penyakit lebih besar. karena bakteri/mikroorganisme patogen mudah berkembang biak dalam susu formula. Selain itu. dot lebih mudah tercemar karena dot susu dapat terpegang tangan yang kotor atau dot susu tidak direbus.
3) Bayi yang sudah berkenalan dengan susu kaleng sering menolak jika diberi ASI. Akibatnya, ASI terbuang percuma. Selain itu, anggaran rumah tangga bertambah untuk membeli susu formula. Banyak keluarga tidak dapat membeli susu formula yang cukup untuk bayinya dan memerlukan biaya tambahan untuk membeli botol dan dot. Dengan memberikan susu formula berarti tidak ekonomis dan tidak menghemat pengeluaran, perlengkapan menyusui, dan persiapan pembuatan susu botol.
4) Pemberian susu formula atau susu botol yang terlalu dini (sebelum bayi berusia 6 bulan) akan membuat bayi kenyang dan akan mengurangi rangsangan menyusu sehingga mengurangi produksi ASI.
5) Menyebabkan alergi
Susu sapi mengandung lactoglobulin dan bovine serum yang sering menyebabkan alergi. Karena pada bulan-bulan pertama kehidupan, dinding usus bayi lebih berlubang atau lebih terbuka sehingga dapat membocorkan protein asing ke dalam darah. Gejala alergi tidak hanya berupa muntah, kolik, diare, muntah, tetapi menyangkut system lain, seperti urtikaria, atopik, dan asma. Setelah bayi berusia 6 bulan, usus mulai matang dan lubang-lubang ini mulai tertutup. Berarti pada saat ini usus bayi telah mampu menahan protein allergen. Jadi pemberian susu formula tidak diperbolehkan sebelum usus bayi cukup matang untuk menghindarkan darah bayi dari allergen
6) Menyebabkan diare kronis
Diare akut dapat berlanjut menjadi diare kronis pada anak yang minum susu formula. Kerusakan mukosa usus pada diare akut menyebabkan terjadinya diare kronis dengan peningkatan absorbsi antigen melalui mukosa yang rusak yang selanjutnya terjadi sensitisasi terhadap protein susu. Selain itu, kerusakan mukosa dapat mengakibatkan intoleansi laktosa.
7) Susu formula merupakan cairan yang berisi zat yang mati, di dalamnya tidak ada sel hidup seperti zat pembunuh bakteri, antibodi, enzim, sel darah putih, dan tidak mengandung faktor pertumbuhan.
8) Tidak mempunyai komposisi dan manfaat seperti ASI
Susu formula tidak mempunyai manfaat seperti ASI karena nutriennya tidak sesempurna ASI, tidak mengandung Zat protektif, dan kurang menimbulkan efek psikologis.
Jika bayi telah diperkenalkan dengan susu formula, bayi akan menolak ASI. Rasa manis dan aroma susu formula memberi peluang kepada bayi untuk tidak memilih ASI. Bayi tidak akan menolak ASI jika ibu bersedia memberinya sejak awal. Oleh karena itu, bayi sebaiknya tidak diperkenalkan dengan susu formula. Sayangnya para ibu sebagai subjek pertama dari tanda-tanda timbulnya kekurangmampuan menyusui sering menyalahartikan hambatan sementara dalam menyusui sebagai tanda “ASI kurang” dan mulai memperkenalkan makanan tambahan atau pengganti ASI terutama berupa susu formula (Roesli, 2000).





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Tinjauan Tentang Informasi Seks
A. Informasi
Informasi merupakan suatu pengertian yang diekspresikan melalui ungkapan mengenai kejadian, kenyataan, atau gagasan dengan menggunakan lambang-lambang yang telah diketahui dan disepakati bersama, yaitu menyangkut angka, suara, tulisan dan gambar (North Holland dalam Rumani, 1998).
Oxford English Dictionary memberi definisi informasi sebagai sesuatu yang telah dapat diberitahukan atau diceritakan (That of Which is Apprised of Told), keterangan (Insoleegence) dan berita (News). Ada juga yang lebih menekankan aspek pengalihan pengetahuan (Knowledge Transfer) dalam informasi.
Dalam kongres seksologi sedunia ke-15 di Paris tanggal 24-28 Juni 2001, WHO (World Health Organization) menyatakan dukungan atas usaha yang dilakukan World Association for Sexolog untuk penyebarluasan informasi yang berkaitan dengan seksualitas manusia yang akurat menurut standar medis dan moral amat diperlukan oleh masyarakat dan mendesak untuk disediakan (Wijaya dalam Rahmawati, 2004).
Informasi kesehatan reproduksi remaja bisa diperoleh melalui :
1. Media Elektronik
a. Televisi dapat digunakan sebagai sarana pendidikan, penerangan dan hiburan. Berhasil tidaknya informasi tergantung pada program yang telah disiapkan. Dalam program tersebut telah disusun hal-hal atau pokok permasalahan yang akan disajikan kepada pemirsa (Suryosubroto, 2001).
b. Radio merupakan salah satu media komunikasi yang efektif karena semua informasi dapat disiarkan melalui radio. Dalam komunikasi massa radio merupakan teknik yang efektif dan komunikatif karena mampu menjangkau masyarakat luas (Suryosubroto, 2001).
c. Internet, informasi dalam internet adalah informasi tanpa batas, informasi apapun yang dikehendaki dapat dengan mudah diperoleh. Ada informasi yang baik dan tidak sedikit informasi yang buruk. Bila ini tidak diimbangi dengan informasi yang benar, khususnya tentang kesehatan reproduksi termasuk seksual, remaja akan mudah terjerumus dalam hal coba-coba, sehingga memudahkan remaja untuk mendapatkan permasalahan dalam hal kesehatan reproduksinya (Buletin Embrio, 2000).
d. VCD/film, media ini dapat menciptakan kombinasi yang berfaedah bagi penonton selama tema dari film tersebut bernilai edukatif. Tetapi pada kebanyakan film/VCD yang ada menggambarkan romantika, adegan seks, sadisme dan sejenisnya yang dapat mendorong terjadinya aktifitas negatif (Suryosubroto, 2001).
2. Media Cetak
a. Surat kabar merupakan media komunikasi yang sangat efektif sebagaimana diketahui surat kabar telah berusia cukup tua, sehingga pengaruh surat kabar terhadap audience sangat sulit dielakkan bahkan dapat dikatakan surat kabar sudah menjadi kebutuhan setiap orang (Suryosubroto, 2001).
b. Majalah bisa menjadi media yang efektif bila isi majalah disesuaikan dengan kepentingan pembaca dan harus berdasarkan materi yang banyak diketahui oleh pembaca (Suryosubroto, 2001).
c. Buletin, komunikasi ini berwujud kumpulan lembaran-lembaran atau buku yang disusun teratur oleh suatu organisasi, instansi, atau lembaga. Dalam buletin dimuat pernyataan-pernyataan resmi dan singkat yang sangat berguna bagi pembaca (Suryosubroto, 2001).
d. Buku-buku, di perpustakaan sekolah buku telah didefinisikan dan diatur secara sistematis sehingga memudahkan orang untuk mencari dan membacanya. Perpustakaan minat pembaca siswa dipupuk dan ditimbulkan. Guru, pegawai dan siswa selalu bergulat dengan buku-buku (Suryosubroto, 2001).
3. Petugas Kesehatan/Penyuluh
Petugas kesehatan di sini dimaksudkan adalah adanya ceramah/penyuluhan yang dilaksanakan di sekolah melalui kegiatan Bimbingan Konseling (BK).

4. Lingkungan keluarga/orang tua
Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengantar anak-anaknya ke alam dewasa. Ayah dan Ibu menjadi sumber pertama, informasi mengenai kesehatan reproduksi kepada remaja secara benar dan terpercaya. Yang paling penting adalah bagaimana orang tua menanamkan nilai-nilai agama sejak usia dini, sambil memberikan pengertian dan penyadaran mengenai kesehatan reproduksi anak-anaknya (Lentera, 2001).
Saat ini remaja semakin mudah menonton film dan video atau membaca majalah dan buku yang berisi gambar atau cerita cabul. Oleh karena itu, peran orang tua sangat menentukan dalam memberikan pengetahuan tentang hubungan seks kepada remaja. Dengan demikian, remaja dapat menghindarkan diri dari sikap dan perilaku mencoba-coba berhubungan seks dalam bentuk apapun (BKKBN, 1996).
Dari beberapa masalah penting yang dihadapi orang tua dengan anak-anaknya yang mulai meningkat remaja yang paling menonjol adalah mengenai sulitnya orang tua berkomunikasi. Hal ini dikarenakan kadang-kadang remaja tidak mau menceritakan masalahnya kepada orang tua bahkan kesulitan mereka acapkali mereka tutup-tutupi. Tidak jarang terjadi perbedaan antara ibu dan bapak dalam menghadapi remaja, misalnya bapak terlalu memberikan kebebasan dan keleluasaan kepada anaknya atau sebaliknya terlalu keras dan mengekang. Hal tersebut tergantung kepada hubungan antara anak dan orang tua yang terdapat dalam satu keluarga (BKKBN, 2002).

5. Guru
Guru mempunyai tempat yang istimewa dalam kehidupan sebagian remaja. Dalam pandangan remaja, guru merupakan cerminan dari alam luar. Remaja percaya bahwa guru merupakan gambaran sosial yang diharapkan dan merupakan contoh dari masyarakat secara keseluruhan. Adalah remaja juga memandang guru sebagai pengganti dari orangtuanya sehingga mereka lebih bebas mengemukakan perasaannya (BKKBN, 2000).
Pada masa ini remaja mencari perhatian dari lingkungannya, berusaha mendapatkan status dan peranan seperti misalnya ingin diberi peranan dalam mengumpulkan dana di kampung-kampung. Bila tidak diberi peranan, ia akan menarik perhatian masyarakat, bila perlu melakukan perkelahian atau kenakalan lainnya. Sekolah dapat menumbuhkan nilai-nilai akhlak dan prinsip-prinsip yang diperlukan dalam penyesuaian diri remaja dengan masyarakat dalam situasi belajar dan kegiatan kelompok antara lain dapat menumbuhkan jiwa demokrasi, keadilan, kebebasan, kesetiakawanan, pengorbanan dan nilai-nilai lain yang sangat diharapkan oleh masyarakat. Sekolah juga dapat mengajarkan kepada remaja bagaimana cara mengendalikan kebutuhan dan dorongan dari pertentangan sosial (Greenwood, 1996).
6. Teman
Teman sebaya (peer group) adalah para remaja yang atas kesadaran minat dan kepentingan bersama secara sengaja atau tidak membentuk kelompok dan memiliki serta mengembangkan sendiri konsep-konsep tertentu mengenai lingkungan mereka (BKKBN, 2000).
B. Pendidikan Seks
Menurut Sulistyo (1992), pendidikan seks dapat dibedakan antara sex instruction dan education in sexuality. Sex instruction merupakan penerangan mengenai anatomi fisiologi dari reproduksi, termasuk pembinaan keluarga dan metode-metode kontrasepsi. Education in sexuality meliputi bidang-bidang etika, moral, fisiologi, ekonomi dan pengetahuan-pengetahuan lainnya yang dibutuhkan seseorang untuk dapat memahami dirinya sebagai individu seksuil serta untuk mengadakan hubungan interpersonal yang baik.
Pada dasarnya pendidikan seks itu meliputi :
1. Biologi dan fisiologi yaitu mengenai fungsi reproduksi.
2. Etika yaitu menyangkut kebahagiaan orang itu sendiri.
3. Moral yang mengenai hubungan dengan orang lain.
4. Sosiologi mengenai pembentukan keluarga.
Sex instruction tanpa education insexuality dapat menyebabkan promiscuity serta perilaku seks yang tidak bertanggung jawab.
Para ahli berpendapat bahwa pendidikan seks sudah harus dimulai sejak bayi lahir, yaitu adanya hubungan pertama anak dengan orang tuanya. Yang paling penting menentukan ialah keadaan dan lingkungan yang dialami di bayi pada 2 tahun pertama dari kehidupannya. Tahun-tahun pertama ini menentukan si bayi dan menjadi dasar interpersonal relation ship nya di kemudian hari. Bukti-bukti menunjukkan bahwa anak-anaknya yang dibesarkan dilingkungan keluarga bahagia di kemudian hari dapat membentuk perkawinan dan keluarga yang bahagia pula (Sulistya, 1992).
Di sekolah-sekolah yang dapat diberikan ialah sex instruction disertai pendidikan mengenai moral, etika, kejujuran, tanggung jawab, perlunya mempertimbangkan perasaan orang lain dalam tiap-tiap tindakan, keuntungan dari self control dan self discplin.
Ottensen – Jenson (cit Sulistyo, 1992) dalam bukunya “Hand book on sex instruction” membuat rencana pendidikan seks menurut golongan umur yaitu 11 – 13 tahun, diberikan fisiologi alat kelamin dalam, anatomi dan terjadinya tanda-tanda kelamin sekunder, menstruasi, konsepsi, pertumbuhan foetus dan persalinan, juga tentang homoseksual serta kekerasan. 14 – 16 tahun diberikan diskusi tentang sexual intercourse, premarital intercourse, promiscuity. Hubungan seks, suatu tindakan yang berdasarkan perasaan saling cinta mencintai dan harga menghargai harus ditekankan. Diskusi mengenai rumah tangga dan keluarga sebagai dasar dari suatu masyarakat akan manjadi bahan pertimbangan dalam menilai premarital intercourse.
Pendidikan seks menurut Islam
Seksualitas merupakan sebagian kehidupan utuh manusia. Ia berkembang sejak masa kehidupan, seperti tubuh dan jiwa juga yng berkembang. Agar perkembangan tidak mengalami hambatan, bimbingan dan informasi yang benar tentang seksualitas sangat diperlukan sejak dini. Hal ini merupakan tanggung jawab orang tua. Banyak orang tua yang merasa tidak sanggup memberikan pendidikan seks kepada anak-anaknya karena kesulitan menjelaskan tentang seksualitas. Orang tua sangat berperan dalam memberikan informasi dan bimbingan tentang seksualitas terlebih pada masa pra sekolah, ketika anak masih merasa keluarga sebagai pusat kegiatannya. Jika anak menerima informasi tentang seks dari sumber lain (selain orang tua) dan akhirya salah pemahaman akan informasi yang didapat maka akan menimbulkan masalah bagi si anak (Wimpie, 1998).
Dalam Islam pendidikan seks mempunyai tujuan untuk kelangsungan hidup umat, mencapai hidup bahagia dalam bentuk rumah tangga yang akan memberikan sakinah, ketenangan, mawaddah wa rahmah, kasih sayang serta keturunan muslim yang taat kepada Allah. menurut syariat Islam pendidikan seks pada remaja diawali dengan pendidikan akidah, akhlak (keimanan) dan ibadah. Selanjutnya mengajarkan tentang syariat khususnya perkawinan bersamaan dengan pengetahuan tentang larangan dan hukuman terhadap pelanggaran kesusilaan seksual. Mengenalkan pendidikan yang teratur hubungan antara laki-laki dan perempuan antara lain menjaga makhramnya, mendidik menjaga pandangan mata, mendidik cara kesepakatan islami (Akhmad, A.M.).
Islam memerintahkan orang tua khususnya ayah untuk menjauhkan putra-putrinya dari segala perbuatan, ucapan maupun bacaan yang porno, sebagaimana disebutkan dalam Q.S. Al-Mukminun ayat 4 – 5, yaitu :
Artinya :
“Orang (mukmin) yaitu mereka menjauhi segala yang hal yang sia-sia. Dan mereka memelihara kemaluan mereka.”
Dua ayat diatas telah memberi satu kaidah kepada kaum mukminin dalam menjalankan pendidikan, baik kepada keluarga maupun masyarakat, untuk senantiasa menjaga diri dari pelanggaran seksual, maupun segala bentuk perbuatan yang tidak bermanfaat dalam rangka meningkatkan iman kepada Allah. (M. Tholib, 1995).
Begitu pentingnya pendidikan seks remaja sehingga penerangan seks dan fungsi reproduksi sebaiknya diberikan juga di rumah oleh orang tua disertai dengan contoh yang baik mengenai cinta dan saling menghargai antara kedua orang tua.
Tujuan dan manfaat pendidikan seks
Pada International Confrerence of Sex Education and Family Planning dicapai kesepakatan bahwa tujuan dari pendidikan seks adalah untuk menghasilkan manusia-manusia dewasa yang dapat menjalankan kehidupannya yang bahagia karena dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungannya, serta tanggung jawab terhadap dirinya dan terhadap orang lain (Sulistyo, 1992).
Menurut Adame (dalam Byer, 1985) pendidikan seks yang memadai mempunyai beberapa manfaat yaitu membantu menghasilkan pendidikan yang berkualitas, membantu menghasilkan suatu sikap positif tentang perilaku seks merekla secara alami dan membantu menghasilkan keadilan yang dibutuhkan untuk berkomunikasi yang efektif dari ide-ide dan perasaan seksual.

2. Tinjauan Tentang Sikap
a. Pengertian Sikap
Menurut Secord dan Backman 1964 (Azwar, 2002) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Tahun 1988 (Azwar, 2002) menggunakan istilah sikap, dalam bidang eksperimen mengenai respon untuk menggambarkan kesiapan subjek dalam menghadapi stimulus yang datang tiba-tiba.








Gambar 1. Diagram Sikap (Azwar, 2002)

Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menjadikan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu (Notoatmodjo, 1996).
b. Struktur Sikap
Mengikuti skema hirarkis, struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif (cognitive). Komponen afektif (affective) dan komponen konatif (conative).
1) Komponen cognitive, berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
2) Komponen afektif, menyangkut masalah emosional subjektif (perasaan yang dimiliki) seseorang terhadap suatu objek sikap.
3) Komponen konatif, kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan objek sikap yang dihadapinya.
Ketiga komponen ini masing-masing saling berhubungan dengan klasifikasi respon sikapnya.







Gambar 2. Konsepsi Skematik Rosenberg dan Hovland Mengenai Sikap (Azwar, 2002)

Teori mengatakan bahwa apabila salah satu saja diantara ketiga komponen sikap tidak konsisten dengan yang lain, maka akan terjadi ketidakselarasan yang menyebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sehingga konsistensi itu tercapai kembali. Prinsip yang banyak dimanfaatkan dalam manipulasi sikap guna mengalihkan bentuk sikap tertentu menjadi bentuk yang lain, dengan memberikan informasi berbeda mengenai objek sikap yang dapat menimbulkan inkonsistensi diantara komponen-komponen sikap seseorang .
c. Pembentukkan Sikap dan Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Pembentukkan sikap dan faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seseorang adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, bimbingan pendidikan dan lembaga agama, pengaruh faktor emosional. Sedangkan yang memegang peranan penting dalam penentuan sikap yang utuh, yaitu :
1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek
3) Kecenderungan untuk bertindak (Trend to be have).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Menurut Azwar (2002), beberapa faktor yang ikut berperan dalam membentuk sikap antara lain ;
1) Pengalaman pribadi, yang dapat menjadi dasar pembentukkan sikap harus melalui kesan yang kuat. Hal ini yang dialami akan membentuk dan mempengaruhi penghargaan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan dan penghayatan seseorang mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.
2) Kebudayaan, mewarnai sikap dan memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya pribadi individu yang kuat yang dapat memudahkan dominasi kebudayaan dalam pembentukkan sikap individual.
3) Media massa, sebagai satu sarana untuk penyampaian informasi, membaca pesan-pesan sugesti yang dapat mengarahkan opini kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai suatu hal sehingga terbentuklah arahan sikap.
4) Lembaga pendidikan, meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu sehingga terbentuk kepercayaan yang kemudian konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu.

3. Tinjauan Tentang Remaja
a. Pengertian Remaja
Remaja berasal dari bahasa latin adolescence yaitu tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Secara luas berarti mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Awal masa remaja mulai dari 13-16/17 tahun. Pada masa ini remaja bukanlah seorang anak juga bukan orang dewasa (Elizabeth B Hurlock, 2002).


b. Pembagian usia
Elizabeth B. Hurlock (2002) mengatakan remaja dibagi berdasarkan bentuk-bentuk perkembangan dan pola-pola perilaku yang nampak khas pada usia-usia tertentu, yaitu :
Prenatal : saat konsepsi sampai lahir
Neonatus : dari lahir sampai akhir minggu kedua setelah lahir
Bayi : akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua
Kanak-kanak akhir : 6-10 tahun
Pubertas (preadolescence) : 10-13 tahun
Remaja awal : 13-17 tahun
Remaja akhir : 17-21 tahun
Dewasa awal : 21-40 tahun
Dewasa akhir : 40-60 tahun
Tua : 60 tahun sampai meninggal dunia
c. Perubahan yang terjadi pada remaja
Dalam pembagian rentangan usia menurut Hurlock diatas, terlihat jelas rentangan usia remaja antara 13-21 tahun, dibagi atas remaja awal 13-16 tahun dan remaja akhir 17-21 tahun. Ada empat perubahan yang bersifat universal :
1) Meningginya emosi
2) Perubahan tubuh, minat, peran yang diharapkan oleh keakuan merasa di timbuni masalah, sampai ia sendiri menyelesaikannya menurut kepuasannya.
3) Perubahan perilaku dan nilai-nilai
4) Bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan
d. Perkemangan masa remaja
Menurut Sarwono (1981), perkembangan masa remasja \antara lain meiputi 3 aspek, yaitu :
1. Perkembangan fisik merupakan tanda bagi permulaan dari dimulainya proses kematangan seksual. Kematangan seks dengan kemampuan bereproduksi sudah tercapai, remaja ini sudah bisa menjadi hamil dan melahirkan bayi atau menghamili dan memelihara bayi sebagaimana diharapkan dari seorang ibu dan ayah., kematangan seks disertai dengan gejolak yang bersumber pada timbulnya dorongan seks yang sebelumnya laten, sekarang mulai mengganggu ketenangan belajar dan konsentrasi belajar memerlukan usaha khusus.
2. Perkembangan sosial
Pada masa ini remaja yang sebelumnya bergaul dengan jenisnya yang sama, mulai menaruh perhatian pada lawan jenisnya. Tugas perkembangan dalam hal perkembangan sosial, yakni bergaul dengan teman sebaya baik yang sejenis maupun lawan jenis sedapat mungkin mendapat perhatian dan bimbingan supaya tidak terjadi hambatan maupun akibat-akibat yang negatif bagi masa depan remaja.
3. Perkembangan kepribadian
Untu mencapai kematangan kepribadian, perlu dialaminya beberapa proses kematangan yang mungkin telah dimulai dengan lebih jelas pada masa remaja adalah pembentukan suatu philosophy of life. Dalam perkembangan kepribadian. Aspek pembentukan disiplin diri sangat perlu demi tercapainya manusia dewasa dan bertanggung jawab atas kesejahteraan sesama manusia lainnya.
e. Remaja dan Permasalahannya
1) Kenakalan remaja sebagai masalah sosial
Kenakalan remaja sudah lama menjadi masalah sosial dalam masyarakat karena pengaruh budaya-budaya asing yang negatif akibat dari perkembangan teknologi, misalnya penggunaan narkoba.
2) Kenakalan remaja sebagai penyimpangan terhadap norma-norma yang berlaku di masyarakat
Keinginan yang tidak terpenuhi menimbulkan keinginan untuk menyimpang dari norma yang berlaku (deviant behavior). Hal ini terjadi karena adanya masa pancaroba yang ditandai dengan penuh keragu-raguan, penderitaan dan kesulitan misalnya seks bebas di kalangan remaja.
3) Kenakalan remaja sebagai masalah psikologis
Pada mulanya tingkah laku remaja hanya didorong oleh fungsi Id-nya yang berprinsip pada kenikmatan, kemudian mulai menyesuaikan diri dengan realita dengan berkembangnya fungsi ego yang memegang prinsip realita melalui proses identifikasi, timbulah super ego dengan prinsip misal yang mengendalikan Id.


4. Tinjauan Tentang Seks Pra Nikah
a. Pengertian Seks Pra Nikah
Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata seks mempunyai arti jenis kelamin, sesuatu yang dapat dilihat dan ditunjuk. Jenis kelamin ini memberikan pengetahuan tentang suatu sifat atau diri yang membedakan laki-laki dengan perempuan.
Hubungan seks (BKKBN, 1997) adalah masuknya kelamin pria ke dalam vagina. Hubungan seks yang baik, aman, sehat dan halal adalah hubungan seks yang dilakukan oleh pria dan wanita dalam ikatan pernikahan yang sah.
Hubungan seksual yang dianggap normal adalah hubungan heteroseksual dikaitkan dengan norma agama, kebudayaan dan pengetahuan manusia yang harmonis dibarengi dengan rasa cinta (Manuaba, 1998).
Perkembangan fisik yang pesat, dipacu oleh pemgaruh hormonal menimbulkan hasrat dan dorongan seksual seorang remaja pada lawan jenisnya. Ketidakmampuan untuk menahan dorongan seksual ditambah dengan keinginan yang besar untuk mencoba-coba dapat menjerumuskan remaja untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah (seks para nikah). Seks sebelum menikah menurut Ahmad Taufik (1994) cit Maria Inggrid adalah perilaku seksual yang dilakukan sebelum ada hubungan resmi dengan suami atau istri yang meliputi beberapa tahapan yaitu mulai menunjukkan perhatian pada lawan jenis, pacaran, berkencan, lips kissing, deep kissing, genital stimulation, petting dan sexual intercourse.
b. Bentuk kehidupan seks
Menurut Reuben (Cit Martono, 1981) bentuk kehidupan seks dibagi tiga macam :
1) Bentuk pertama adalah seks untuk tujuan reproduksi atau reproseks mula-mula orang berpendapat, terutama kaum agama bahwa fungsi hubungan seks itu semata-mata untuk memperoleh keturunan. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa seks itu adalah suatu yang suci, ataupun masalah seks adalah hal yang tabu, tidak patut dibicarakan secara terbuka.
2) Bentuk hubungan seks yang kedua adalah seks untuk pernyataan cinta (Sex a means of expressing love), yang juga tidak sukar meskipun lebih kompleks dari bentuk pertama, karena kejadian ini didukung oleh ikatan cinta yang mendalam.
3) Bentuk hubungan seks yang ketiga dan paling sulit ialah seks untuk kesehatan atau kenikmatan (“Sex for fun”).
c. Pola-pola perilaku seksual remaja pranikah (Manuaba, 1998).
1) Masturbasi
Perilaku masturbasi ini sendiri secara psikologis menimbulkan kontroversi perasaan antara perasaan bersalah dan perasaan puas.
2) Petting
Petting adalah upaya membangkitkan dengan seksual antar jenis kalamin dengan tanpa melakukan intercourse dan tercapai orgasme dari salah satu pihak.
3) Oral-genital seks
Tipe ini saat sekarang banyak dilakukan oleh remaja untuk menghindari terjadinya kehamilan. Tipe hubungan seksual model oral genital ini merupakan alternatif aktivitas seksual yang dianggap aman oleh remaja masa kini.
4) Sexual intercourse
Ada dua perasaan yang saling bertentangan saat remaja pertama kali melakukan sexual intercourse. Pertama muncul perasaan nikmat, menyenangkan, indah, intim dan puas. Pada sisi lain muncul perasaan cemas, tidak nyaman, khawatir, kecewa dan perasaan bersalah.
5) Pengalaman homoseksual
Adakalanya perilaku homoseksual bukan terjadi pada remaja yang orientasi seksualnya memang homo namun beberapa kasus menunjukkan bahwa homoseksual dijadikan sarana latihan remaja untuk menyalurkan dorongan seksual yang sebenarnya di masa yang akan datang.

Alasan remaja melakukan seks pra nikah menurut PKBI (2000) dalam buku seksualitas remaja, adalah :
a) Untuk membuktikan bahwa mereka memang saling mencintai
b) Rasa ingin tahu tentang seks
c) Kepercayaan bahwa setiap orang atau banyak orang yang juga melakukan hubungan seks
d) Karena hubungan seks itu menyenangkan
e) Tidak takut hamil atau terkena PMS
f) Karena sama-sama suka (dengan pacar atau PSK)
g) Takut hubungan akan berakhir
h) Takut dianggap kuper (kurang pergaulan)
i) Karena uang atau fasilitas
j) Pacar mengatakan bahwa hal itu tidak apa-apa
Faktor penyebab seks pra nikah
Ketidakmampuan menahan dorongan seksual yang terjadi karena hal-hal sebagai berikut :
4. Kurang menghayati ajaran agama.
Pengetahuan norma sesuai ajaran agama yang kurang disertai penghayatan dapat menimbulkan perilaku seksual yang menyimpang atau melakukan hubungan seks pra nikah.
5. Kurangnya pengetahuan tentang penyebab dan akibat seks pranikah.
6. Terikat dalam pergaulan bebas.
Salah memilih teman dapat merugikan masa depan karena mengikuti gaya hidup yang tidak sehat, seperti gaya seks bebas, penggunaan narkoba, tindak kriminal dan kekerasan.
7. Pengawasan masyarakat semakin menurun.
Masyarakat tidak lagi melakukan pengawasan terhadap perbuatan yang melanggar nilai-nilai sosial budaya. Pengawasan yang semakin longgar terhadap perilaku menyimpang, termasuk hubungan seks pra nikah, menyebabkan kepatuhan terhadap nilai-nilai sosial budaya semakin menurun.
d. Akibat seks pra nikah (Widjanarko, 1999)
Hubungan seks pra nikah sering merugikan kesehatan reproduksi dan kondisi mental/kejiwaan. Akibat yang dapat ditimbulkan antara lain adalah :
1) Kejiwaan, pada perempuan kehilangan keperawanan, pada laki-laki kehilangan keperjakaan, kedua hal ini bisa mengakibatkan timbulnya masalah mental seperti cemas, suka melamun, depresi, ingin bunuh diri.
2) Agama dan sosial, dalam hal agama dan sosial (masyarakat) hubungan seks pra nikah dapat menimbulkan dosa dan aib keluarga, dikucilkan dari pergaulan teman sebaya atau masyarakat sekitarnya, kawin terpaksa, kehamilan yang tidak dikehendaki.
3) Kesehatan, dalam hal kesehatan seks pranikah terutama bagi para remaja akan menimbulkan banyak hal negatif, diantaranya kehamilan remaja yang sering menimbulkan komplikasi sampai kematian pada ibu dan bayinya, pengguguran kandungan (aborsi), Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS dan infeksi saluran reproduksi.
e. Beberapa hal cara menghindari seks pra nikah (BKKBN, 1997)
1) Carilah kegiatan-kegiatan atau alternatif baru sehingga dapat menemukan kepuasan yang mendalam dari interaksi yang terjalin (bukan kepuasan seksual).
2) Buat komitmen bersama dengan pacar dan berusaha keras untuk memenuhi komitmen itu. Komitmen dalam hal ini adalah kesepakatan tentang batasan-batasan aktivitas seksual yang dipilih dalam hubungan pacaran. Dalam pengambilan keputusan ini perlu dipertimbangkan berbagai hal seperti norma, nilai, resiko, manfaat.
3) Hindarilah situasi atau tempat yang kondusif menimbulkan fantasi atau rangsangan seksual seperti berduaan di rumah yang tidak ada penghuninya, di pantai malam hari, tempat yang sepi dan gelap.
4) Hindarilah frekuensi pertemuan yang terlalu sering karena jika sering bertemu tanpa ada aktivitas yang pasti dan tetap, maka keinginan untuk mencoba aktivitas seksual biasanya semakin menguat.
5) Libatkan banyak teman atau saudara untuk berinteraksi sehingga kesempatan untuk selalu berduaan semakin berkurang. Hal ini juga menghindari ketergantungan yang berlebih dengan pacar.
6) Carilah informasi sebanyak-banyaknya tentang masalah seksualitas dari sumber yang dapat dipercaya.
7) Pertimbangkan resiko dari tiap-tiap perilaku seksual yang dipilih
8) Mendekatkan diri pada Tuhan dan berusaha keras menghayati norma-norma atau nilai-nilai yang berlaku.







B. Kerangka konsep





Gambar 3. Kerangka Konsep
Keterangan :
: Yang tidak diteliti
: Yang diteliti

Informasi seks, khususnya tentang kesehatan reproduksi dapat mempengaruhi sikap seks pranikah pada remaja. Pada masa remaja, kematangan seksual menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan tentang seksual. Meningkatnya dorongan seksual pada remaja yang kemudian mengarah pada perilaku seksual sering kali belum diimbangi dengan kematangan psikososial. Dengan adanya informasi yang baik tentang kesehatan reproduksi disamping media elektronik, media massa, orang tua, petugas kesehatan, guru dan teman, diharapkan remaja memiliki sikap yang positif terhadap seks pra nikah pada remaja. Dengan adanya sikap yang positif tersebut, maka tidak akan terjadi seks pra nikah pada remaja yang mengakibatkan dampak negatif dari segi kejiwaan sosial agama dan kesehatan (Widjanarko, 1999).
C. Hipotesis
Ada pengaruh informasi seks terhadap sikap remaja tentang seks pra nikah di SMK Negeri Godean Sleman Yogyakarta tahun 2005.



BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Tentang Pengetahuan
1. Pengertian Tentang Pengetahuan
Pengetahuan merupakan suatu hasil usaha manusia untuk memahami kenyataan yang dapat dijangkau oleh pemikiran manusia, berdasarkan pengalaman manusia secara empiris (Siswomiharjo, 1997).
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera pendengaran, penglihatan, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan definisi di atas, dapat di simpulkan bahwa pengetahuan adalah hal yang diketahui dari hasil proses belajar selain diperoleh hasil penggunaan panca indera manusia.
2. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo (2003) meliputi 6 tingkatan:
a. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari sebelumnya.
b. Memahami, diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan suatu materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
d. Analisis, suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu ojek ke dalam komponen-komponen, tapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis, menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi, berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.
Pada penelitian ini berada pada domain memahami, pada domain ini remaja bisa menjelaskan secara benar dan tidak asal tahu saja.
Menurut Soekanto, 1982 cit Wideretno 2002, faktor-faktor yang mempengaruhi atau ada hubungannya dengan pengetahuan seseorang antara lain sumber informasi, usia, tingkat perkembangan psikis, sosial budaya, sosial ekonomi, pengalaman, lingkungan dan pendidikannya.
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, orang tua, teman, buku, dan media massa (WHO cit Ruris, 2001).


3. Pengetahuan Tentang Kesehatan Reproduksi
Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah suatu proses mengingat kembali hal-hal yang telah dipelajari lewat panca indera mengenai keadaan kesejahteraan fisik mental, dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan fungsi, peran dan sistem reproduksi.
Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah keadaan yang memungkinkan proses reproduksi dapat tercapai secara sehat baik fisik, mental, maupun sosial yang bukan hanya tidak adanya penyakit, atau kelainan. Kemampuan seseorang, khususnya wanita untuk mengetahui dan mengendalikan kesuburannya merupakan komponen integral dari pelayanan kesehatan reproduksi.
Kesehatan reproduksi remaja dan seksualitas didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik dan psikis seorang remaja, termasuk keadaan terbebas dari kehamilan tidak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS, serta semua bentuk kekerasan seksual dan pemaksaan seksual (FCI dalam gender dan kesehatan, 2000).
Berdasarkan definisi di atas dapat di simpulkan kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh dan tidak hanya terhindar dari penyakit namun sehat pula sistem reproduksi dan terhindar dari kehamilan tidak dikehendaki, aborsi yang tidak aman, dan terhindar dari penyakit menular seksual.
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksinya agar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta berbagai faktor yang ada disekitarnya. Remaja diharapkan memiliki sifat dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.

B. Tinjauan Tentang Remaja.
1. Pengertian Remaja
Istilah remaja berasal dari kata adolescence yang artinya remaja yang berarti tumbuh menjadi dewasa.
Secara psikologis, masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, atau usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama (Hurlock, 2002).
WHO dalam Sarwono (2002), mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual dengan mengemukakan 3 kriteria, yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi. Remaja adalah suatu masa di mana:
a. Individu berkembang saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.
c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif mandiri (Muagman Cit Sarwono, 2000).
Fase remaja umumnya berkisar antara 11 – 21 tahun yang terdiri atas usia 11 – 13 tahun yang dikenal dengan masa remaja awal atau pubertas dan usia 14 – 18 tahun atau masa remaja dan usia 19 – 21 tahun atau masa pemuda (BKKBN, 2000).
Remplein cit Haditono (2004) menyisipkan apa yang disebut jugencrise (krisis remaja) diantara masa pubertas dan adolescence. Maka usia 11-21 tahun dibagi menjadi:
a. Pra pubertas
1) Perempuan : umur 10,5 – 13 tahun
2) Laki-laki : umur 12 – 14 tahun
b. Pubertas
1) Perempuan : umur 13 – 15,5 tahun
2) Laki-laki :umur 14 – 16 tahun
c. Remaja
1) Perempuan : umur 15,5 – 16, tahun
2) Laki-laki : umur 16 – 17 tahun
d. Adolescence
1) Perempuan : umur 16,5 – 22 tahun
2) Laki-laki : umur 17 – 21 tahun
2. Ciri-ciri Fisik Perkembangan Remaja
Menurut Miqdad A. (2001), bahwa perkembangan seksualitas pada remaja ditandai dengan beberapa ciri atau tanda lain:

a. Tanda Kelamin Primer
Tanda kelamin primer adalah mulai berfungsinya organ-organ genital yang ada, baik di dalam maupun di luar badan, atau menunjuk pada organ badan yang langsung berhubungan dengan persetubuhan dan proses reproduksi. Pada anak laki-laki mulai menginjak remaja ditandai dengan keluarnya air mani (mimpi basah), sedang wanita terjadi menarche yang diikuti kesiapan organ-organ reproduksi untuk terjadinya kehamilan.
b. Tanda Kelamin Sekunder
Tanda kelamin sekunder berupa terjadi perubahan fisik pada laki-laki maupun perempuan.
1) Perubahan fisik yang terjadi pada laki-laki.
a) Suara membesar dan dalam
b) Bidang bahu melebar
c) Bulu-bulu tumbuh di ketiak dan kadang di daerah dada, dan daerah kelamin.
d) Penis sering berdiri atau terangsang karena melihat wanita atau menghayal wanita.
e) Sering mimpi basah.
2) Perubahan fisik yang terjadi pada wanita adalah:
a) Suara merdu, kulit bertambah halus dan lembut
b) Bidang bahu mengecil dan bidang panggul melebar
c) Bulu-bulu tumbuh di sekitar ketiak dan alat kelamin
d) Buah dada mulai membesar
e) Alat kelamin membesar dan mulai berfungsi menghasilkan telur.
c. Tanda Kelamin Tertier
Tanda kelamin tertier adalah keadaan psikis yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, atau disebut sifat maskulin bagi laki-laki dan feminim bagi wanita. Tanda kelamin tertier ini misalnya pada laki-laki antara lain mudah terangsang seksual yang menghendaki kepuasan seksual, yaitu senggama yang tentu tidak dapat dilaksanakan karena perkawinan menghendaki persyaratan tertentu seperti ekonomi dan kematangan diri, sedangkan pada wanita antara lain ketakutan melihat darah di luar, sering mengalami sakit perut sampai muntah, sakit kepala, tidak pernah mengalami orgasme, rasa seks seperti pada remaja laki-laki, pemalu tapi atraktif bagi laki-laki (Migdad, 1997).
3. Perkembangan Psikologis Remaja
Untuk dapat memahami jiwa remaja dilakukan tinjauan dalam berbagai segi yaitu:
a. Konsep diri
Menurut Allport dalam Sarwono (2000), bahwa secara psikologis ciri-ciri remaja adalah:
1) Pemekaran diri sendiri, ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya.
2) Kemampuan untuk melihat diri sendiri, ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri dan kemampuan untuk menangkap humor termasuk yang menjadikan dirinya sebagai sasaran.
3) Memiliki falsafah hidup tertentu tanpa perlu merumuskan dan mengucapkan dengan kata-kata.
b. Perkembangan intelegensi
Menurut Wechster dalam Sarwono (2000), bahwa intelegensi adalah “Keseluruhan kemampuan individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif“ ukuran intelegensi dinyatakan dalam IQ.
c. Perkembangan emosi
Hurlock dalam Nuryoto S. (2001), dalam bukunya bahwa emosi yang dimiliki manusia ada 3 macam yaitu: marah, senang dan takut. Ekspresi emosi yang sebenarnya, misalnya seseorang marah dapat bertindak agresif atau sikap diam karena sifat individual.
d. Perkembangan sosial remaja
Nuryoto, S. (2000), mengungkapkan bahwa beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses sosialisasi remaja dalam memperoleh sosial acceptance antara lain :
1) Kesan Pertama, status seseorang akan tergantung pada tingkah lakunya yang menimbulkan kesan baik pada saat pertama kali bertemu dengan orang lain.
2) Penampilan yang menarik sejak seseorang mempunyai kesan yang baik dengan penampilan yang menarik.
3) Reputasi, akan dapat menunjang untuk diterima oleh masyarakat sehingga akan makin membantu proses sosialisasinya.
4) Partisipasi Sosial, keterlibatan dalam aktifitas sosial membantu perkembangan sosial secara wajar.
5) Kemampuan berbicara dengan baik dan bahasa yang jelas.
6) Kesehatan, karena kondisi yang sehat akan mendukung aktifitas sosialnya.
e. Perkembangan peran seksual
Peran seksual dapat berupa perilaku seksual yang didefinisikan menurut Sarwono (2000), adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk tingkah laku bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku pegangan tangan, berkencan, bercumbu, berciuman, berpelukan, sampai senggama. Objek seksualnya bisa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.
4. Faktor-faktor timbulnya masalah pada remaja
Timbulnya masalah seksual remaja bermula terjadinya perubahan-perubahan fisik, psikologis, serta perubahan seksualitas. Dimana, remaja telah matang dari segi biologis serta dapat menjalankan fungsinya. Dengan kematangan tersebut menyebabkan timbulnya dorongan-dorongan untuk bergaul dan berinteraksi dengan teman lawan jenisnya.
Sarwono (2000), mengemukakan masalah seksualitas dikalangan remaja khususnya di kota besar timbul oleh karena:
a. Kurang adanya pendidikan seks pada remaja, sehingga praktis mereka buta terhadap masalah seks.
b. Banyaknya rangsangan-rangsangan pornografi, baik berupa film, bahan bacaan maupun berupa obrolan sesama teman sebaya.
c. Tersedianya untuk melakukan perbuatan seks, misalnya pada orang tua tidak berada di rumah, di mobil, atau kesempatan piknik.
5. Cara Remaja mengatasi masalahnya
Kebanyakan remaja mengatasi masalahnya dengan bertanya. Baik kepada orang tua, teman atau yang dianggap lebih tahu dengan membaca, meniru tingkah laku orang lain dan sebaiknya.
6. Remaja dan Permasalahan Tentang Seks
Dewasa ini baik di luar maupun di Indonesia, pergaulan antara pemuda dan pemudi semakin berjalan dengan lancarnya, bahkan sistemnya semacam ini seringkali juga dinamakan sebagai pergaulan bebas. Gejala ini kemudian banyak sekali dikaitkan dengan masalah merosotnya moral pada dewasa ini, banyak kenakalan remaja, pelanggaran-pelanggaran dan masalah lain yang dianggap sebagai penyimpangan sehingga menimbulkan masalah-masalah sosial yang tidak dapat diabaikan demikian saja (Martono, 2000).
Kegairahan seksual biasanya akan berstimulasi apabila ada hubungan badaniyah, dan memang sudah diatur dan diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi untuk tujuan-tujuan yang baik. Remaja akan merasakan jantungnya berdebar-debar apabila melihat, mendengar, dan merasakan stimulus dari pasangannya. Hal ini adalah wajar, akan tetapi remaja harus memiliki pengetahuan serta kesadaran sampai dimana batas-batasnya yang tidak boleh dilanggar demi keselamatannya.
Adapun skala perilaku seksual, skala ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana perilaku seksual remaja. Penulis menggunakan alat ukur yang disusun oleh Herdalan (2001) yang mengacu pada Sarwono (2000) dengan perilaku seksual sebagai berikut:
a. Mencuri pandang
b. Menyentuh jari atau tangan
c. Berpegangan tangan
d. Duduk berdampingan dengan pasangan bedua saja
e. Duduk berduaan saja dengan pasangan saling merapatkan
f. Merangkul/dirangkul bahu atau pinggang
g. Mencium/dicium kening atau pipi
h. Berciuman bibir sambil berpelukan erat
i. Meraba/diraba payudara dari dalam atau luar pakaian
j. Menempel/ditempelkan alat kelamin dengan pembatas
k. Menggesek alat kelamin dengan atau tanpa pembatas
l. Senggama
7. Masalah kesehatan Reproduksi Pada Remaja
a. Jerawat dan Bau Badan
Keadaan ini merupakan malapetaka bagi remaja karena menganggu penampilan mereka sehingga dapat menimbulkan rasa rendah diri dalam pergaulan.
b. Keputihan pada Remaja Putri
Sebagian remaja putri malu untukberobat, karena harus membicarakan dan periksa alat kelaminnya, sehingga mereka mencoba untuk mengobati dirinya sendiri dengan jalan bertanya pada orang yang tidak paham.
c. Keperawanan
Ternyata baik di kota besar maupun di pedesaan, hal ini masih dianggap sebagai syarat utama wanita baik-baik.
d. Kehamilan Diluar Nikah
Merupakan aib terbesar dan punggung derita yang utama adalah remaja putri. Pacar yang tidak bertanggung jawab dan takut pada orang tua menyebabkan penderitaan mencoba mengatasi dengan minum jamu, diurat, minum ramuan-ramuan yang bisa membahayakan jiwa dan kandungan.
e. Kemungkinan penyakit kanker leher rahim
Kesulitan ekonomi menyebabkan remaja putri terpaksa nikah dan mempunyai anak pada usia muda. Senggama pada usia dini dimana alat reproduksi nya belum sempurna matang dapat merubah sel normal menjadi ganas.
f. Terinfeksi penyakit kelamin dan HIV
Kontak seks dengan banyak pasangan menyebabkan resiko terinfeksi penyakit kelamin dan pengobatan yang tidak tuntas dapat menyebabkan resistensi terhadap kuman.
8. Akibat Perilaku Seks Pada Kalangan Remaja
1) Perilaku seksual beresiko
a) Kejiwaan, pada perempuan kehilangan keperawanan, pada laki-laki kehilangan keperjakaan. Kedua hal ini bisa mengakibatkan timbulnya masalah mental seperti cemas, suka melamun, depresi, ingin bunuh diri.
b) Agama dan sosial, dalam hal agama dan sosial (masyarakat), hubungan seks dapat menimbulkan aib keluarga dan dosa, di kucilkan dari pergaulan teman sebaya atau masyarakat sekitarnya, kawin terpaksa, kehamilan yang tidak dikehendaki.
c) Kesehatan, dalam hal kesehatan seks pra nikah, terutama bagi para remaja akan menimbulkan banyak hal negatif, diantaranya; kehamilan tidak diinginkan, kehamilan remaja yang sering menimbulkan komplikasi sampai kematian pada Ibu dan bayinya, pengguguran kandungan (aborsi, infeksi menular seksual (IMS) termasuk HIV, AIDS dan infeksi saluran reproduksi.

2) Perilaku seksual bertanggung jawab
Terciptanya kehidupan seksual yang aman dan sehat dan dapat mencegah terjadinya perilaku seksual remaja yang menyimpang sehingga akan berpengaruh pada penurunan kejadian kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi,dan penyakit menular seksual HIV/AIDS.

C. Tinjauan Tentang Perilaku
A. Pengertian Perilaku
Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi reaksi organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku dapat terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untu menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan (Notoatmodjo, 2002). Robert Kwick menyarankan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari (Notoatmodjo, 2002).
Perilaku adalah dorongan yang ada pada diri manusia, sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia (Purwanto, 1999).
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan, dan lingkungan. Faktor keturunan merupakan konsep dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu sendiri, sedangkan lingkungan merupakan kondisi dan atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).
Bentuk perilaku menurut Notoatmodjo (2003) dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Perilaku tertutup (Covert Behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka (Overt Behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jeals dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia
Perilaku seseorang atau masyarakat dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku yaitu:
a. Faktor internal yaitu karakteristik atau modal dasar perkembangan perilaku seseorang, misalnya : tingkat kecerdasan, pengetahuan, persepsi, emosi, motivasi dan lain sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.
b. Faktor eksternal yaitu merupakan kondisi atau lahan perkembangan perilaku tersebut misaknya: lingkungan sekitar, baik fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik dan lain sebagainya (Notoatmodj0,2003).
Uraian tersebut menyimpulkan bahwa perilaku adalah konsepsi yang tidak sederhana, ssesuatu yang kompleks, yakni suatu pengorganisasian proses-proses psikologis seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan respon menurut cara tertentu terhadap objek.
Menurut Green, cit. Notoatmodjo, 2003. perilaku itu sendiri juga terbentuk dari 3 faktor yaitu:
a) Faktor predisposisi
Terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan lain sebagainya.
b) Faktor pendukung
Terwujud dalam lingkungan fisik dan tersediannya ataupun tidak tersediannya fasilitas atau sarana kesehatan.
c) Faktor pendorong
Terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Teori Green ini dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang tentang kesehatan dapat ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, tradisi, dan lain sebagainya dari seorang yang bersangkutan. Ketersediaan fasilitas, sikap, perilaku petugas kesehatan dan kelompok referensi terhadap kesehatan juga akan mendukung serta akan memperkuat terbentuknya perilaku seseorang.

C. Pengukuran Perilaku.
Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sanagt luas. Benyamin Bloom, seorang ahli psikologi pendidikan perilaku, membagi peilaku kedalam 3 dominan yaitu : ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Ketiga dominan itu dapat di ukur dari :

a) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam membentuk peilku seseorang.
b) Sikap (Atittude)
Sikap merupakan kesiapana atau kesediaan untuk bertindak dan merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
c) Praktek atau tindakan (practice)
Praktek merupakan proses yang melaksanakan atau mempraktekkan yang telah diketahui atau disikapinya.
Faktor-faktor timbulnya perilaku seks pada remaja.
a. Kurang terkendalinya rem-rem psikis oleh hati nurani dan tidak berfungsinya atau melemahnya sistem pengontrolan diri oleh lembeknya kemaluan.
b. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi khususnya reproduksi remaja dan seksual.
c. Lingkungan yang mempengaruhi karakter seseorang dalam menentukan mengambil keputusan dalam menentukan kesehatan reproduksinya diantaranya dilingkungan keluarga, teman dan pergaulan, sekolah.
d. Perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja sehingga remaja membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku tertentu.
e. Penundaan usia perkawinan, baik secara hokum oleh karena adanya undang undang tentang perkawinan maupun karena norma social.
f. Penyebaran informasi dan rangsangan melalui media masa semakin banyak seperti: buku porno, film porno, gambar porno.
g. Adanya kecenderungan yang semakin bebas antar pria dan wanita dalam masyarakat.
h. Perasaan tidak mampu atau kecewa.
Penelitian Rogers sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru terjadi proses yang berurutan, yakni;
1. Awarness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).
2. Interest, dimana orang mulai tertarik pada stimulus
3. Evaluation, menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut terhadap dirinya.
4. Trial, dimana orang mulai mencoba perilaku baru.
5. Adoption, dimana Subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.



D. Tinjauan Tentang Seksualitas
1. Pengertian Seksualitas
Seksual adalah berkenaan dengan seks atau jenis kelamin berhubungan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan (Depkes, 2002).
Seksualitas adalah reaksi dan tingkah laku seksual yang sifatnya universal dan multi-disipliner (Prawirohardjo, 2000). Seksualitas adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kelamin. Seksualitas menyangkut berbagai aspek yaitu, aspek Biologis, Psikologis, Sosial, Perilaku dan Kultural (Hadipranoto, 2000).
Dapat disimpulkan bahwa seksualitas adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kelamin dan bersifat universal dan multi-disipliner.
2. Persepsi Seks Bagi anak Remaja
Remaja pada umumnya berpersepsi seks adalah semata-mata hubungan badan antara laki-laki dan perempuan, karena keinginan biologis saja, bukanlah reaksi dan tingkah laku yang didasari oleh nilai-nilai kehidupan manusia yang lebih tinggi.

E. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perlaku yang tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran, maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).
Perilaku seseorang secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan. Apabila seseorang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap suatu hal, maka kemungkinan besar orang tersebut akan memiliki perilaku yang positif. Sebaliknya apabila seseorang memiliki tingkat pengetahuan rendah, maka besar kemungkinan orang tersebut akan memiliki perilaku yang negatif. Tetapi dalam hal ini tidak menutup kemungkinan seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi memiliki perilaku yang negatif, begitu juga sebaliknya.


F. Kerangka Konsep


Faktor-faktor yang
mempengaruhi
perilaku:









Keterangan :



Gambar 1. Kerangka Konsep
Pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi remaja dapat mempengaruhi sikap perilaku seks pada remaja. Selain itu ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku seks pada kalangan remaja yaitu kebudayaan, sosial ekonomi, pendidikan dan lingkungan. Pada masa remaja kematangan seksual menyebabkan munculnya minat seksual dan keingintahuan tentang seksual. Meningkatnya dorongan seksual pada remaja yang kemudian mempengaruhi kepada perilaku seksual, sering kali belum diimbangi dengan kematangan psiko-sosial. Dengan adanya tingkat pengetahuan yang baik tentang kesehatan reproduksi di samping lingkungan, media massa atau sumber informasi, teman dan pergaulan, diharapkan remaja memiliki sikap yang positif tersebut, maka tidak akan terjadi seks pada remaja yang berdampak negatif baik bagi segi kejiwaan, sosial dan kesehatan.

G. Hipotesis
Ada hubungan antara tingkat pengetahuan kesehatan reproduksi remaja dengan perilaku seks pada siswa siswi kelas XI di SMA Institut Indonesia I Yogyakarta tahun 2007.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori
1. Penyuluhan
Penyuluhan pada awalnya diartikan sebagai konseling yang berarti proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Prayitno, Erman, 2004: 105).
Penyuluhan adalah komunikasi antara klien dan penyuluh yang sedang menempuh usaha dengan cara yang laras, unik, dan manusiawi yang bersifat keahlian dan berdasarkan noram-norma yang berlaku (Prayitno, Erman, 2004: 132)
Penyuluhan merupakan terjemahan dari counseling yaitu bagian dari bimbingan, baik sebagai layanan maupun sebagai teknik. Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dsengan kesehatan (Machfoedz dkk, 2005: 46).
Unsur-unsur dalam komunikasi meliputi :
a. Sumber
Sumber adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian pesan dan digunakan untuk memperkuat pesan tersebut.
b. Komunikator
Dalam komunikasi perlu diperhatikan beberapa hal meliputi penampilan yang sesuai dengan tata karma, memperhatikan keadaan, waktu dan tempat; menguasai masalah serta menguasai bahasa.
c. Pesan
Pesan adalah keseluruhan yang disampaikan komunikator dengan tujuan mencoba mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Penyampaian pesan dapat melalui lisan, tatap muka, langsing atau menggunakan media. Bentuk pesan meliputi :
1) Informatif, bersifat memberikan keterangan-keterangan (fakta-fakta)
2) Persuasif, berisikan bujukan
3) Koersif, bersifat memaksa dengan menggunakan sanksi-sanksi apabila tidak dilaksanakan.
Pesan yang disampaikan komunikator harus memenuhi syarat umum, jelas dan gamblang, menggunakan bahasa yang jelas, positif, seimbang dan sesuai dengan keinginan komunikan.
Dalam komunikasi dibutuhkan media / chanel / saluran penyampaian pesan untuk mendukung kelancaran dari proses penyuluhan. Media yang lazim digunakan yaitu media umum yang dapat digunakan oleh segala bentuk komunikasi maupun media masa, seperti radio, film dan televisi (Widjaja, 2000: 30-36).
Komunikasi berdasarkan sasarannya dapat kita golongkan menjadi tiga jenis yaitu :
1) Komunikasi persona
Komunikasi yang ditujukan kepada sasaran yang tunggal. Bentuknya bisa anjangsana, tukar pikiran dan sebagainya. Komunikasi persona efektifitasnya paling tinggi karena komunikasinya timbal balik dan terkonsentrasi.
2) Komunikasi kelompok
Komunikasi yang ditujukan pada kelompok tertentu, kumpulan manusia yang mempunyai hubungan sosial yang nyata dan memperlihatkan struktur yang nyata pula. Bentuk komunikasi kelompok yaitu ceramah, brifing, penyuluhan, indoktrinasi, penataran, dan lain-lain. Komunikasi kelompok lebih efektif dalam pembentukan sikap persona daripada komunikasi masa, namun kurang efisien.
3) Komunikasi masa
Komunikasi yang ditujukan kepada masa atau komunikasi yang menggunakan media masa. Masa adalah kumpulan orang yang hubungan antar sosialnya tidak jelas dan tidak memiliki struktur tertentu. Komunikasi masa sangat efisien karena dapat menjangkau daerah yang luas dan secara tidak langsung audiensi yang tidak terbatas, namun kurang efektif dalam pembentukan sikap persona karena tidak dapat diterima langsung oleh masa.
Hasil akhir dari komunikasi adalah diharapkannya pengaruh atau efek, yaitu sikap dan tingkah laku orang sesuai atau tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Apabila tingkah laku orang sesuai dengan yang kita inginkan maka komunikasi berhasil, demikian juga sebaliknya. Efek dapat dilihat dari :
1) Personal opinion
Pendapat pribadi, hal ini merupakan hasil yang diperoleh dari komunikasi terhadap suatu masalah tertentu.
2) Public opinion
Pendapat umun adalah penilaian sosial mengenai segala hal yang penting dan berarti atas dasar pertukaran pikiran yang dilakukan individu secara sadar dan rasional. Public opinion ini perlu untuk menggerakkan masa, namun ini bukan merupakan kata sepakat dan bukan pula sesuatu yang bisa dihitung dengan jumlah. Public opinion mengandung nilai-nilai psikologis dalam rangka mengarahkan personal opinion.
3) Majority opinion
Pendapat sebagian terbesar dari publik atau masyarakat. Berhasil atau tidaknya komunikasi dapat dilihat dari berhasil atau tidaknya mencapai suatu mayoritas dalam masyarakat.
Faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan dalam proses komunikasi yaitu :
1) Empat tahap proses komunikasi
Menurut Cutlip dan Center, komunikasi yang efektif harus dilaksanakan melalui tahap :

a) Fact finding
Mencari dan mengumpulkan fakta dan data sebelum seseorang melakukan kegiatan komunikasi.
b) Planning
Berdasar data dan fakta tersebut digunakan untuk menyusun rencana apa yang akan dikemukakan dan bagaimana mengemukakannya.
c) Communicating
d) Evaluation
Penilaian dan analisis kembali diperlukan untuk melihat bagaimana hasil komunikasi tersebut. Ini kemudian menjadi bahan bagi perencanaan komunikasi selanjutnya.
2) Prosedur mencapai efek yang dikehendaki
Wilbur Schraam mengatakan bahwa untuk mendapat efek yang baik dari komunikasi maka proesedur yang ditempuh adalah A – A procedure, yaitu proses dari attention (perhatian), interest (kepentingan), desire (keinginan), decision (keputusan) hingga action (tindakan) (Widjaja, 2000: 36-40).

2. Kesehatan Reproduksi Remaja
Masa remaja merupakan peralihan dari anak-anak menuju dewasa, baik secara jasmani maupun rohani. Tahapan ini sangat menentukan bagi pembentukan pribadi remaja. Pada umumnya masa akhil balig anak perempuan 1 atau 2 tahun lebih awal daripada anak laki-laki, di usia sekitar 11-12 tahun. Sedangkan anak laki-laki pada usia 13-14 tahun (BKKBN, 1997: 8-9).
Masa remaja dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda. Remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, yaitu bahwa mereka tidak termasuk golongan anak-anak tetapi tidak termasuk juga golongan dewasa (Soetjiningsih, 2004: 45).
Penggunaan istilah untuk menyebutkan masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa, ada yang memberi istilah : puberty (Inggris), pubertiet (Belanda), pubertas (Latin), yang berarti kedewasaan yang dilandasi oleh sifat dan tanda. Adapula yang menggunakan istilah Adulescentio (Latin) yaitu masa muda. Istilah Pubescence yang berasal dari kata pubis yang dimaksud pubishair atau rambut disekitar kemaluan. Dengan tumbuhnya rambut itu suatu pertanda masa kanak-kanak berakhir dan menuju kematangan/kedewasaan seksual.
Masa remaja menurut Rumini dan Sundari adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa (2004, 53-54). Remaja menurut Basri adalah mereka yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab (2004: 4).
Hurlock mengatakan bahwa remaja adalah masa dalam perkembangan manusia, ketika anak berubah dari makhluk aseksual menjadi makhluk seksual. Remaja menurut Irwanto adalah seorang idealis, memandang dunia seperti apa yang diinginkan, bukan sebagaimana adanya (2003: 48).
Reproduksi adalah proses melanjutkan keturunan pada manusia. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi, dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (BKKBN, 1997: 14).
Banyak yang bilang masa remaja adalah masa yang paling indah karena di masa remaja banyak perubahan yang kita alami, mulai dari perubahan fisik sampai psikologi. Dan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk masyarakat (Harian Kompas, Jumat 17 November 2006).
Menurut Soetjiningsih (2004, 1-3) selama masa remaja terjadi perubahan-perubahan dimana terjadi proses tumbuh dan berkembang. Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak ke masa dewasa. Berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melakui tahap yaitu :
a. Masa remaja awal/dini (Early adolescence) : umur 11-13 tahun
b. Masa remaja pertengahan (Middle adolescence) : umur 14-16 tahun
c. Masa remaja lanjut (Late dolescence) : umur 17-20 tahun.
Tahapan ini mengikuti pola yang konsisten untuk masing-masing individu. Walaupun setiap tahap mempunyai ciri tersendiri tetapi tidak mempunyai batas yang jelas, karena proses tumbuh dan berkembang berjalan secara berkesinambungan.
Anatomi organ reproduksi
Gambar 1. Organ reproduksi perempuan





a. Uterus/Rahim/Kandungan
Tempat janin tumbuh dan berkembang. Setiap bulan, rahim menyiapkan diri dengan melapisi dindingnya dengan lapisan khusus untuk menerima bayi. Kalau tidak jadi hamil, maka lapisan khusus itu runtuh berupa darah haid. Kalau perempuan hamil, lapisan khusus tidak diruntuhkan lagi, tetapi dipakai untuk menghidupi janin sehingga perempuan tidak haid saat hamil.
b. Serviks/Mulut Rahim
Serviks memisahkan rahim dengan liang senggama. Bermanfaat menjaga agar kotoran dan kuman tidak mudah masuk kedalam rahim dan bermanfaat untuk menyangga kepala bayi saat perempuan hamil. Kalau perempuan terkena Infeksi Menular Seksual (IMS), meskipun tidak tampak dari luar, infeksi biasanya dapat diperiksa atau dilihat di mulut rahim.
c. Indung telur
Tempat telur manusia dibuat. Disebut juga ovarium. Setiap bulan perempuan mengeluarkan satu telur matang melalui saluran telur kearah rahim. Kalau telur matang bertemu sperma dalam air mani laki-laki, maka perempuan akan hamil.
d. Vagina/Liang kemaluan
Vagina bentuknya memanjang seperti tabung. Berfungsi untuk berhubungan seksual, mengeluarkan darah haid dan jalan dalam proses persalinan. Dalam vagina terdapat jamur dam kuman yang tidak mengganggu tubuh kalau keseimbangan hidupnya tidak terganggu, misalnya kalau wanita sering mencuci kemaluan dengan obat antibiotik atau terlalu sering berhubungan seksual. Jika keseimbangan terganggu maka terjadi keputihan.
e. Dinding Vagina
Dinding vagina mempunyai lapisan khusus, lapisannya halus dan mudah terluka. Kalau luka sering tidak dirasakan sakit. Luka di dinding vagina memudahkan bibit atau kuman infeksi menular seksual (IMS) masuk ke dalam tubuh.
f. Bibir Kelamin/Labia
Bibir kelamin berada di luar tubuh. Dibagi menjadi dua, bibir besar (labia mayor) dan bibir kecil (labia minor).


g. Kelentit
Kelentit berada di bagian atas di antara bibir kelamin. Bentuknya seperti biji kacang. Kelentit mempunyai syaraf yang sangat banyak sehingga sangat peka terhadap rangsangan. Kelentit bagi perempuan mirip seperti zakar laki-laki.
h. Selaput Dara
Berada di dalam liang vagina, tidak jauh dari mulut vagina. Selaput dara terbuat dari lapisan tipis, dengan lubang tempat keluarnya haid. Selaput dara ada yang tipis dan juga yang kaku. Selaput dara tidak bisa dijadikan jaminan kegadisan pada perempuan, karena selaput dara bisa robek karena terjatuh atau olahraga, selain karena hubungan seks.
i. Saluran Kencing
Saluran kencing pada perempuan berada diantara kelentit dan mulut vagina.
j. Payudara
Pemeriksaan payudara sangat berguna untuk mengetahui keadaan payudara, apakah normal atau ada kelainan. Pemeriksaan payudara sebaiknya dilakukan tiap bulan setelah menstruasi. Dengan pemeriksaan ini kamu dapat merasakan perubahan yang terjadi.




Gambar 2. Organ reproduksi laki-laki


a. Zakar/penis
Zakar adalah bagian terpenting dari organ reproduksi laki-laki, terdiri dari dua bagian utama yaitu kelapa zakar dan batang zakar yang terdiri dari kelenjar spons yang dapat terisi darah sehingga menjadi keras.
b. Kantong pelir (Skrotum)
Skrotum adalah tempat testis dimana sperma diproduksi.
c. Pelir (testis)
Disebut juga buah zakar, berjumlah dua yang besarnya seperti bola bekel. Testis dapat memproduksi sperma bila suhu testis lebih rendah dari tubuh, karena itu testis berda di luar tubuh.
d. Saluran sperma (vas deferens)
Bila sperma sudah matang maka melalui saluran ini sperma akan naik dan disimpan dalam kantung mani (vesika seminalis)
e. Saluran kencing (Uretra)
Uretra adalah saluran dalam zakar, tempat keluarnya air kencing dan air mani yang diatur oleh sebuah katup sehingga tidak keluar secara bersamaan. Pada laki-laki yang terkena ineksi menular seksual (IMS) maka bagian yang terkena pertama adalah uretra. Saat kencing akan terasa perih karena air kencing mengenai dinding saluran yang terdapat luka.
f. Kelenjar prostat
Kelenjar prostat berada di dalam tubuh, di bawah kandung kencing. Fungsinya adalah membuat cairan mani yang keluar bersama sperma, warnanya putih keruh agak kental.
g. Katung mani (Vesika seminalis)
Kantung mani menyimpan sperma yang sudah matang. Sperma inilah yang membuahi sel telur perempuan. Sperma dikeluarkan bersama dengan cairan kelenjar prostat ketika berhubungan seksual (http.//www.bkkbn.go.id/article).
Perubahan fisik pada remaja
Pada masa remaja pertumbuhan lebih cepat daripada masa prasekolah, ketrampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain dengan teman yang berkelamin sama. Anak perempuan 2 tahun lebih cepat memasuki masa remaja bila dibandingkan dengan laki-laki. Pada masa ini terjadi pacu tumbuh adolesen, terjadi pertumbuhan pesat pada alat kelamin dan timbul tanda kelamin sekunder. Terdapat ciri pasti dari pertumbuhan somatik pada remaja, yaitu peningkatan masa tulang, otot, masa lemak, kenaikan berat badan dan perubahan tersebut dengan pola yang berbeda pada masing-masing jenis kelamin. Selain itu terdapat kekhususan, seperti pertumbuhan payudara pada remaja perempuan dan rambut muka (kumis, jenggot) pada remaja laki-laki (Soetjiningsih, 2004: 1-3).
Perubahan fisik yang dialami oleh remaja laki-laki dan perempuan dapat dilihat dari tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perubahan Fisik
Remaja laki-laki Remaja perempuan
a. Badan lebih berotot (terutama bahu dan dada)
b. Pertambahan berat dan tinggi badan
c. Suara membesar
d. Membesarnya kelenjar gondok
e. Tumbuh rambut di sekitar kelamin, kaki, tangan, dada, ketiak
f. Testis membesar (kalau terangsang dapat mengeluarkan sperma)
g. Mengalami mimpi basah
h. Tumbuh jerawat di wajah a. Bertambahnya tinggi badan
b. Payudara membesar
c. Pinggul makin besar
d. Tumbuh rambut di sekitar alat kelamin dan ketiak
e. Mengalami haid pertama (menarche)
f. Tumbuh jerawat di wajah

Perubahan fisik yang menandai telah masuknya anak ke masa pubertas adalah :
1) Menstruasi
Menstruasi merupakan peristiwa meluruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah (endometrium). Lapisan ini terbentuk sebagai persiapan jika sel telur berhasil dibuahi oleh sperma. Jika sel telur tidak dibuahi maka jaringan ini akan meluruh. Umumnya terjadi pada usia 8-13 tahun. Jika belum mendapat menstruasi sampai umur 17 tahun maka disebut mengalami keterlambatan mens pertama (menarche).
Jarak antara satu haid dengan haid yang selanjutnya disebut siklus haid dan pada setiap wanita tidak sama, biasanya berlangsung 28 hari (antara 21-35 hari). Siklus mens dapat dipengaruhi oleh stres, pengobatan dan latihan olah raga.
Proses terjadinya menstruasi pada wanita. Bila hari pertama dianggap hari pertama keluarnya haid, maka hari ke-5 kelenjar hipofise di otak memproduksi hormon FSH yang menyebabkan kematangan sel telur. Pada saat yang sama dalam indung telur menghasilkan esterogen yang bertugas mempertebal dinding rahim dengan darah dan jaringan.
Ovulasi (pelepasan sel telur) dari indung telur terjadi pada hari ke-14. Pada saat ini terjadi maka kadang-kadang sebagian wanita akan mengalami kram (sakit perut).
Saat ovulasi hormon progesteron di lepasdan menyebabkan dinding rahim menebal. Apabila sel telur yang dilepaskan tidak dibuahi maka dengan sendirinya sehingga produksi hormon esterogen dan progesteron berhenti pada hari ke-24. Karena produksi hormon berhenti maka dinding rahim yang tebal tersebut meluruh pada hari ke-28 yang disebut dengan menstruasi.
2) Keputihan
Keputihan merupakan keluarnya cairan selain darah dari liang vagina. Keputihan dibagi menjadi dua yaitu fisiologis (normal) dan patologi (abnormal). Keputihan fisiologis terjadi saat wanita terangsang, menjelang menstruasi, sesudah menstruasi atau di tengah siklus. Jumlahnya tidak begitu banyak, jernih, putih (meninggalkan bekas kuning dalam celana), tidak bau, gatal-gatal, nyeri, bengkak pada kemaluan ataupun panas dan pedih saat buang air kecil hingga nyeri perut bawah. Keputihan fisiologis terjadi karena hormon dalam tubuh.
Keputihan patologis ditandai dengan jumlahnya amat banyak, berwarna kuning, hijau, merah coklat (bercampur darah), putih seperti susu basi, bau amis/busuk dan ada keluhan gatal-gatal, bengkak pada kemaluan, panas dan pedih saat buang air kecil maupun nyeri perut bawah. Faktor penyebab terjadinya keputihan patologis adalah infeksi/peradangan misal karena gejala PMS, ada benda asing dalam rahim atau vagina, pemeriksaan dalam yang tidak benar/steril,. Hal ini juga bisa karena cara merawat organ reproduksi, misal mencuci vagina dengan air kotor, pemakaian pembersih vagina berlebih, penggunaan celana yang tidak menyerap keringat, jarang ganti celana dalam dan penggunaan pembalut dalam waktu cukup lama.
3) Mimpi basah
Mimpi basah terjadi pertama pada remaja laki-laki kurang lebih usia 9-14 tahun. Mimpi basah umumnya terjadi secara periodik berkisar 2-3 minggu. Mimpi basah merupakan pengeluaran cairan sperma yang tidak diperlukan secara alamiyah. Dengan mimpi basah berarti testis telah memproduksi sperma. Jika produksi air mani tidak disalurkan keluar (misal dengan senggama atau masturbasi) air mani akan keluar dengan sendirinya pada saat tidur melalui mimpi basah.
Ereksi (ketegangan penis) adalah aksi reflek dimulai ketika otak menafsirkan “gejolak birahi” berupa rangsangan fisik/mental, termasuk ingatan fantasi dan masukan dari berbagai organ perasa seks. Otak mengirim pesan ke sumsum tulang belakang. Darah ekstra dikirim ke panggul, mengisi penis hingga terisi penuh darah (hal ini disebut ereksi).
4) Masturbasi/onani
Masturbasi/onani merupakan kegiatan menyentuh bagian tubuh dengan tujuan untuk merangsang diri sendiri. Hal ini bisa terjadi pada laki-laki ataupun wanita. Keinginan ini alamiyah dan tidak beresiko selama dilakukan sendiri, dalam batas yang tidak berlebihan dan tidak menggunakan alat yang tidak berbahaya/kotor karena dapat menyebabkan infeksi.
Dari segi medis hal tersebut tidak menimbulkan kebutaan, kegilaan, kemandulan atau gangguan saraf. Dari segi psikologis bisa menimbulkan ketagihan namun di lain pihak ada rasa tertekan dan bermasalah.
Jika disalurkan secara berlebih/menggunakan alat-alat tertentu yang mengakibatkan lecet, dapat menyebabkan infeksi/mandul sementara (produksi sperma makin berkurang karena dipaksa terus menerus dikeluarkan). Masturbasi juga memerlukan energi yang cukup tinggi sehingga biasanya orang akan kelelahan setelah melakukannya. Efek psikologisnya adalah pikiran dan perasaan yang terus melayang tentang seks. Hal ini yang menyebabkan konsentrasi menjadi menurun, selain itu kelelahan fisik menghambat remaja melakukan aktifitas produktif (PKBI, 2002: 25-34).
Perubahan psikologis pada remaja
Pada remaja awal anak pria maupun wanita timbul kesadaran atas dirinya. Persepsi terhadap dirinya disebut physicalself atau body image. Pada seorang gadis merasa cantik atau tidak, mempunyai mata yang indah, mempunyai rambut ikal/lurus, dan sebagainya. Anak pria sadar terhadap bentuk badannya yang tinggi atau pendek, yang gagah atau tidak. Demikian pula dapat menilai teman-temannya yang tergolong tampan/cantik yang sering dijadikan pembicaraan dengan kata good looks. Untuk anak laki-laki lebih tepat istilah sex appropriate physique sedangkan untuk anak wanita sex appropriate face and figure.
Remaja awal sebagaimana warga masyarakat pada umumnya harus mengadakan penyesuaian diri. Dalam penyesuaian diri dipengaruhi oleh sifat pribadi yang dimiliki. Kepribadian setiap individu secara herediter telah memiliki potensi yang khas namun sepanjang kehidupan terus mengalami perkembangan. Berdasarkan self concept atau citra diri akan menentukan sikap hidupnya (Rumini, Sundari, 2004: 66-67).
Pada masa remaja akan mulai meninggalkan hal-hal yang bersifat kekanak-kanakan dan pada saat yang bersamaan remaja mempelajari perubahan-perubahan pola perilaku dan sikap seperti orang dewasa. Selain itu remaja juga dihadapkan pada tuntutan yang kadang bertentangan, baik dari orang tua, guru, teman sebaya, maupun masyarakat sekitar. Karena hal tersebut bisa membuat bingung atas tuntutan yang berbeda-beda tergantung pada nilai, norma atau standar yang digunakan (Harian Kompas, 17 November 2006).
Setiap tahap perkembangan akan terdapat tantangan dan kesulitan-kesulitan yang membutuhkan suatu ketrampilan untuk mengatasinya. Pada masa remaja, mereka dihadapkan pada dua tugas utama, yaitu :
a. Mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orang tua
Pada masa remaja sering terjadi kesenjangan dan konflik antara remaja dan orang tua sehingga ikatan emosional menjadi berkurang dan remaja membutuhkan kebebasan. Terdapat pandangan yang tidak sepenuhnya benar, bahwa remaja menggunakan konflik dan sikap menentang sebagai cara untuk mencapai otonomi dan kebebasan diri. Otonomi merupakan pengaturan diri (self regulation) sedangkan kebebasan (independence) adalah suatu kemampuan membuat keputusan dan mengatur perilakunya sendiri.
b. Membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi
Proses pembentukan identitas diri merupakan proses yang kompleks dan panjang, membutuhkan kontinuitas dari masa lalu, sekarang dan yang akan datang dari kehidupan individu. Hal ini membentuk kerangka berfikir untuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan perilaku ke dalam berbagai aspek kehidupan.
Remaja dihadapkan pada satu pertanyaan “Siapakah aku?” sebagai pertanyaan mendasar tentang pengertian atau pemahaman diri (self definition) yang merupakan tugas perkembangan terpenting. Perubahan yang terjadi dalam diri remaja mengakibatkan terjadinya krisis identitas, yaitu suatu tahap untuk membuat keputusan terhadap permasalahan seputar identitas dirinya. Untuk mendapatkan jawaban, diperlukan mengkoordinasikan aspek mental, emosional dan sosial (Soetjiningsih, 2004: 46-49).
Tabel 2. Perubahan Psikologis
Remaja laki-laki Remaja perempuan
a. Tertarik pada lawan jenis
b. Menunjukkan kejantanan
c. Rendah diri, malu, cemas, bimbang
d. Lebih senang membantah
e. Kurang pertimbangan
f. Mudah terpengaruh a. Tertarik pada lawan jenis (mempercantik diri)
b. Cemas
c. Saat menjelang haid menjadi perasa, mudah sedih, marah, cemas
d. Menonjolkan diri

3. Deviasi sosial remaja
Dalam masa kritis remaja sangat berpotensi untuk melakukan penyimpangan. Penyimpangan yang dilakukan seorang remaja sebenarnya memiliki perbedaan. Dasar penentuan deviasi sosial (penyimpangan) remaja adalah akal sehat dan ajaran moral keagamaan yang dimiliki. Berdasarkan fakta yang ada di lapangan maka deviasi sosial yang terjadi di kalangan remaja meliputi :
a. Perilaku seksual beresiko
Beberapa perilaku seksual berisiko yang perlu diketahui adalah :
1) Homoseksual adalah suatu kondisi tertentu dimana seseorang tertarik dengan sesama jenisnya. Hubungan dengan perasaan yang melebihi batas kewajaran dari laki-laki dengan laki-laki disebut gay, sedangkan jika wanita dengan wanita lain disebut lesbian. Mereka yang tertarik dengan sesama jenisnya dapat juga tertarik dengan lawan jenis serta dorongan seksual timbul terhadap keduanya disebut dengan biseksual.
2) Hubungan seks anal (dubur)
Hubungan seks yang dilakukan dengan cara memasukkan alat kelamin pria ke lubang dubur pasangannya. Perilaku ini dapat mengakibatkan perlukaan pada anus.
3) Hubungan seks oral
Hubungan seks yang dilakukan dengan memasukkan alat kelamin ke mulut pasangan, risikonya adalah tertular penyakit menular seksual lewat luka pada rongga mulut.
b. Kenakalan remaja
Masa remaja merupakan proses dimana mereka mengalami perkembangan dan perubahan. Remaja akan mulai senang berelompok dan melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan teman mereka. Remaja dapat mengalami perubahan perilaku ke arah negatif akibat pengaruh teman. Untuk bisa diterima sebagai anggota kelompok, sering kali remaja dituntut harus mau memperlihatkan seperti apa yang dilakukan teman-temannya.
Di usia remaja timbul keinginan untuk dihargai, diperhatikan dan diterima oleh teman-temannya. Karena itu akibatnya terkadang remaja membuat keributan dan kegaduhan yang sering kali mengganggu.
c. Minum minuman keras dan obat terlarang
d. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : pelecehan seksual (semua tindakan, omongan dan perbuatan yang sengaja menjurus ke arah seksual yang tidak diinginkan serta menimbulkan rasa tidak senang bagi yang menerimanya) dan perkosaan (hubungan seks yang dipaksakan dan tidak diinginkan oleh korbannya).
Akibat dari kekerasan seksual bagi korban adalah timbul gangguan emosional atau trauma serta menghadapi masa depan yang sulit. Bila korban ternyata hamil, hal tersebut merupakan kehamilan yang tidak diinginkan dan beresiko untuk digugurkan. Sedangkan bagi pelaku kekerasan seksual akan terkena sanksi sosial serta terlibat dalam permasalahan hukum (dipenjara) (BKKBN, 1997: 10-20).
e. Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS
Risiko dari perilaku seks bebas (seks pra-nikah, berganti-ganti pasangan dan hubungan dengan penjaja seks) seringkali menimbulkan penyakit menular seksual. Remaja perlu mengenal ciri-ciri penyakit menular seksual lebih mendalam agar terhindar dari risiko terkena PMS. PMS merupakan penyakit yang menular melalui hubungan seksual. PMS akan berisiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal.
Pada laki-laki gejala lebih mudah dikenali/dirasakan. Sedangkan pada wanita sebagian besar tanpa gejala sehingga cenderung tidak mencari pengobatan dan menjadi sumber penularan penyakit menular seksual. Ada banyak macam penyakit yang bisa digolongkan sebagai penyakit menular seksual. PMS yang banyak ditemukan di Indonesia saat ini adalah :
1) Gonore (GO)
Disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrheae dengan masa inkubasi/ masa tunasnya 2-10 hari sesudah kuman masuk ke tubuh melalui hubungan seks. Gejala dan tanda pada wanita : terdapat keputihan (cairan vagina) kental berwarna kekuningan, rasa nyeri di rongga panggul namun bisa juga tanpa gejala. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah : penyakit radang panggul, kemungkinan kemandulan, infeksi mata pada bayi baru lahir yang dapat menyebabkan kebutaan dan memudahkan penularan HIV.
2) Sifilis (Raja singa)
Penyakit ini disebabkan oleh kuman Treptonema pallidum. Masa inkubasinya 2-6 minggu, kadang-kadang sampai 6 bulan sesudah kuman masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks. Setelah itu beberapa tahun dapat berlalu tanpa gejala. Gejala yang timbul berupa infeksi kronis dan sistemik dengan 3 tahap, yaitu :
a.) Primer berupa luka pada kemaluan tanpa rasa nyeri dan biasanya tunggal.
b.) Sekunder berupa bintil/bercak merah di tubuh. Masa laten tanpa gejala klinis yang jelas.
c.) Tersier dengan kelainan saraf, jantung, pembuluh darah dan kulit.
Komplikasi yang mungkin timbul jika tidak diobati dapat menyebabkan kerusakan berat pada otak dan jantung. Apabila terjadi selama kehamilan dapat ditularkan pada bayi dalam kandungan dan dapat menyebabkan keguguran dan atau lahir cacat.
3) Herpes Genitalis
Penyakit ini disebabkan oleh virus Herpes simples dengan masa tunasnya 4-7 hari sesudah virus masuk ke tubuh melalui hubungan seks. Gejala dan tanda berupa infeksi tahap awal, yaitu :
a) Bintil berair (berkelompok seperti anggur) yang sangat nyeri pada kemaluan.
b) Kemudian pecah dan meninggalkan luka yang kering mengerak, lalu hilang sendiri.
c) Gejala kambuh lagi seperti di atas namun tidak senyeri pada tahap awal, bila ada faktor pencetus (sters, haid, makanan/minuman beralkohol, hubungan seks berlebih) dan biasanya menetap hilang timbul seumur hidup.
Komplikasi yang mungkin terjadi :
a) Rasa nyeri berasal dari pembengkakan selubung saraf
b) Dapat ditularkan pada bayi pada waktu lahir apabila bintik-bintik berair masih aktif
c) Dapat menimbulkan infeksi berat atau sistemik pada bayi yang berakibat kematian (pada janin menyebabkan abortus)
d) Memudahkan penularan infeksi HIV.
4) Trikomoniasis vaginalis
Trikomonisis disebabkan oleh sejenis protozoa Trikomonas vaginalis yang pada umumnya ditularkan melalui hubungan seks. Gejala dan tanda berupa :
a) Cairan vagina (keputihan) encer, berwarna kuning-kehijauan, berbusa dan berbau busuk
b) Vulva agak bengkak, kemerahan, gatal, berbusa dan terasa tidak nyaman.
Komplikasi yang mungkin terjadi :
a) kulit sekitar vulva lecet
b) memudahkan penularan infeksi HIV
5) Chancroid
Penyebabnya adalah bakteri Haemophilus ducreyi dan ditularkan melalui hubungan seksual. Gejala dan tanda berupa : luka lebih dari satu yang sangat nyeri, tanpa radang jelas, terdapat benjolan di lipatan paha yang sangat sakit dan modah pecah. Komplikasi yang mungkin timbul yaitu : luka ifeksi mengakibatkan jaringan disekitarnya mati dan memudahkan penularan infeksi HIV jika terpapar.


6) Klamidia
PMS ini disebabkan oleh Klamidia trachomatis. Gejalanya keluar cairan dari vagina (keputihan encer) berwarna putih kekuningan, rasa nyeri di rongga panggul dan perdarahan setelah hubungan seksual. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah : penyakit radang panggul, kemandulan, kehamilan di luar kandungan, rasa sakit kronis di rongga panggul serta infeksi mata berat dan radangparu-paru (pneumonia) pada bayi baru lahir dan memudahkan infeksi HIV.
7) Kondiloma akuminata/Genital Wart (HPV)
Penyebabnya adalah virus Human papiloma. Gejala yang khas adalah terdapat satu atau beberapa ktil sekitar daerah kemaluan. Komplikasi yang mungkin timbul adalah kutil (lesi) dapat membesar dan tumbuh bersama dan akhirnya menimbulkan kanker mulut rahim. Pengobatan pada penyakit ini hanya sampai tahap menghilangkan kutilnya saja, tidak mematikan virus penyebabnya.
AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala/sindrom akibat menurunnya system kekebalan tubuh manusia. Penyebabnya adalah virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang menyerang sel-sel yang berguna bagi kekebalan tubuh.
Dengan melihat tempat hidup HIV maka HIV/AIDS dapat ditularkan melalui :
1) Hubungan seks dengan pasangan yang mengidap HIV, baik melalui vagina (genital), dubur (anal) maupun mulut (oral).
2) Jarum suntik dan alat-alat penusuk (tindik, tato, cukur kumis-jenggot) yang tercemar HIV.
3) Transfusi darah atau produk darah yang mengandung HIV
4) Ibu hamil yang mengidap HIV kepada bayi yang dikandungnya.
Perjalanan penyakit HIV/AIDS dalam tubuh seseorang melalui 3 tahapan :
1) Masa jeda
Dalam masa 6-12 minggu setelah terinfeksi, tubuh belum membentuk antibodi secara sempurna, sehingga tes darah negatif. Maka perlu dilakukna tes ulang setiap 3 bulan sampai 6 bulan untuk memastikan tidak positif HIV.
2) Masa tanpa gejala
Penderita tampak sehat selama 5-10 tahun tetapi tes darah sudah menunjukkan adanya antibody HIV dalam darah, artinya positif HIV. Kadang-kadang timbul gejala ringan yang sering luput dari perhatian berupa gatal-gatal, demam dan keringat malam seperti flu biasa.
3) Masa dengan gejala AIDS
Tahapan ini sering disebut sebagai masa penderita AIDS. Gejala AIDS yang lebih berat berupa infeksi keganasan (oportunistik) seperti Sarkoma Kaposi, gejala diare yang cukup lama, batuk-batuk lama serta penurunan berat badan. Biasanya penderita dapat bertahan sekitar 6 bulan sampai 2 tahun dan kemudian meninggal.
Perilaku berisiko yang dapat menyebabkan tertular infeksi virus HIV :
1) Berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seksual
2) Melakukan hubungan seksual dengan orang-orang yang suka berganti-ganti pasangan
3) Pecandu narkotika
4) Menggunakan alat tindik, tato, jarum atau benda yang dapat melukai tubuh yang pakai
5) Penerima transfusi darah ilegal
6) Tidak mensterilkan alat-alat non medis, terutama yang berhubungan dengan cairan tubuh manusia.
4. Kesiapan menghadapi pubertas
Kesiapan merupakan keadaan siap siaga untuk mereaksi atau menanggapi suatu masalah (Chaplin, 2002:418).
Hal-hal yang mempengaruhi kesiapan remaja dalam menghadapi pubertas yaitu :
a. Keluarga
Kesiapan menghadapi pubertas dapat dipengaruhi oleh bimbingan yang diberikan orang tua. Orang tua sering kali belum mampu berkomunikasi untuk membahas seksualitas dengan anak remajanya karena keterbatasan informasi/pengetahuan dan hambatan psikologis serta masih adanya anggapan dimana seks masih dianggap tabu ataupun dengan pemberian informasi tentang seks dapat mendorong hubungan seksual (YLKI, The Ford Foundation, 1998: 10).
b. Pendidikan
Pendidikan dan pengajaran yang diterima oleh anak berfingsi untuk menegakkan nilai-nilai luhur. Pendidikan dan pengajaran yang tepat dan terselenggara dengan baik akan menyebabkan anak didik mampu melakukan pemilihan atas sejumlah permasalahan dan keadaan yang dihadapi. Pendidikan bertujuan memunculkan kemandirian yaitu kemampuan memutuskan atau mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain yang bisa disebut sebagai kesiapan anak menghadapi pubertas (Basri, 2004: 53).
c. Agama
Kemajuan dalam segala aspek kehidupan yang mengabaikan tuntutan agama menyebabkan pergeseran nilai-nilai kehidupan yang makin lama memprihatinkan. Dengan dibentengi ilmu agama yang cukup dapat menjadi pembatas pada diri untuk melakukan segala sesuatu yang tidak melanggar nilai-nilai agama.
d. Lingkungan
Lingkungan sosial dapat mempengaruhi perkembangan remaja. Aspek kejiwaan/psikologis berasal dalam diri serndiri sedangkan aspek sosial berasal dari luar. Pengaruh dari luar seharusnya mampu mengubah remaja menjadi manusia yang lebih baik. Untuk menjadi remaja yang baik maka seharusnya perubahan terjadi karena diri sendiri, perubahan dalam aspek psikologi dan sosial secara seimbang agar terjadi pembentukan identitas diri yang positif (Harian Kompas, 17 November 2006).
Deviasi sosial yang terjadi pada masa remaja dapat dihindari dengan melaksanakan berbagai macam upaya yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak. Untuk penyimpangan seksual yang dilakukan remaja merupakan hal yang harus dipahami dan ditanggulangi sebaik-baiknya. Apalagi remaja sangat diharapkan pengabdiannya kepada masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Menurut Basri (2004: 11) langkah yang dapat ditempuh untuk menanggulanginya, yaitu :
a. Pemahaman permasalahannya
b. Penanaman informasi agama
c. Membiasakan beribadah yang benar hingga menimbulkan kesadaran diri
d. Contoh teladan yang sehat
e. Menciptakan lingkungan yang sehat, bersih dari perangsangnan seksual
f. Peninjauan kembali media masa yang berhubungan dengan perangsangan seksual.
Kenakalan yang dilakukan remaja maupun pemuda membuat masyarakat terganggu dan membuat resah oleh karena itu perlu upaya menanggulangi dan usaha mencegah munculnya kenakalan remaja. Hal yang dapat dilakukan adalah:
a. Membina dan meningkatkan kualitas keluarga
b. Menyehatkan kembali materi dan penyajian dalam media masa
c. Membina lingkungan sosial yang sehat dalam arti normatif dan responsif terhadap kejanggalan perilaku warganya dan selalu berusa memperbaikinya
d. Mengatur dan mengendalikan tingkah laku
e. Pemimpin masyarakat baik formal maupun non formal perlu membenahi diri sebagai teladan yang baik
f. Disediakan tempat rekreasi dan olah raga yang sehat
g. Meningkatkann pendidikan keagamaan serta kegiatan pendidikan dan pelatihan yang bermanfaat (Basri, 2004: 18-20).
Bagi remaja yang belum menikah, cara yang ampuh untuk menghindarkan diri dari PMS adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual (Abstinentia). Seandainya sudah berperilaku seksual aktif, selal gunakan kondom untuk mencegah penularan PMS. Bagi pasangan yang sudah menikah maka saling setia antar pasangan dan hindari hubungan seks yang tidak aman (misal dengan penjaja seks). Untuk remaja wanita, risiko tertular penyakit menular seksual lebih besar daripada laki-laki sebab bentuk alat reproduksinya lebih rentan dan sering kali berkibat lebih parah karena gejala awal tidak segera dikenali, sedangkan penyakit melanjut ke tahap yang lebih parah.
PMS dapat disembuhkan dengan berobat ke dokter atau tenaga kesehatan. Apabila sudah memiliki pasangan maka pasangan juga harus diperiksa dan diobati. Kalau tidak maka dapat tertular kembali.
Perilaku atau upaya yang dapat dilakukan untuk dapat mencegah tertular HIV/AIDS :
1) Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan di luar nikah
2) Tidak menerima transfusi darah yang tidak jelas status HIVnya
3) Pengguna alat suntik, tindik atau tato yang steril dan hanya sekalipakai
4) Jauhi narkotika
5) Hindari mabuk-mabukan yang bisa membuat lupa diri sehingga melakukan perbuatan yang berisiko tertular HIV/AIDS
6) Berani menolak ajakan yang berisiko tertular HIV/AIDS
7) Mensterilkan alat-alat medis dan non-medis setiap sekali pakai terutama yang berhubungan dengan cairan tubuh manusia.


B. Kerangka Konsep










Gambar 3. Kerangka Konsep
Keterangan:
: diteliti : Mempengaruhi
: tidak diteliti

Remaja mengakui adanya kekhawatiran terhadap perubahan yang terjadi selama remaja. Bahaya yang dapat timbul pada remaja akibat ketidaktahuan, pengaruh pendidikan, orang tua, lingkungan dan agama adalah terjadinya deviasi sosial remaja yang meliputi : perilaku seks berisiko, kenakalan remaja, minum minuman keras dan obat terlarang, kekerasan seksual, PMS dan HIV/AIDS. Pengetahuan yang cukup akan membuat semakin matangnya kesiapan remaja dalam menghadapi pubertas. Apabila tidak didukung dengan bekal ilmu pengetahuan yang cukup maka dapat menyebabkan terjadinya deviasi sosial seperti yang tersebut di atas. Peneliti bermaksud untuk memberikan intervensi berupa penyuluhan pada siswa agar dapat menumbuhkan kesiapan menghadapi pubertas.

C. Hipotesis Penelitian
Terdapat pengaruh pemberian penyuluhan kesehatan reproduksi terhadap kesiapan menghadapi pubertas pada remaja di SMP Muhammadiyah 6 Yogyakarta tahun 2008.





BAB I
PENDAHULUAN


A. LATAR BELAKANG

Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Dalam Repelita VI, pemerintah dan masyarakat berupaya menurunkan prevalensi KEP dari 40% menjadi 30%. Namun saat ini di Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi yang berdampak juga pada status gizi balita, dan diasumsi kecenderungan kasus KEP berat/gizi buruk akan bertambah.

Untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan kesiapan dan pemberdayaan tenaga kesehatan dalam mencegah dan menanggulangi KEP berat/gizi buruk secara terpadu ditiap jenjang administrasi, termasuk kesiapan sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Puskesmas perawatan, puskesmas, balai pengobatan (BP), puskesmas pembantu, dan posyandu/PPG (Pusat Pemulihan Gizi).

Agar upaya penanggulangan KEP di puskesmas dan rumah tangga dapat mencapai sasaran yang diharapkan secara optimal diperlukan adanya Buku Pedoman sebagai acuan.


B. PENGERTIAN, KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS KURANG ENERGI PROTEIN

1. Pengertian Kurang Energi Protein (KEP)

KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG).


2. Klasifikasi KEP

Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang BB anak dibandingkan dengan umur dan menggunakan KMS dan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1)

2.1.KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita warna kuning

2.2.KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah (BGM).

2.3.KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median WHO-NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/Gizi buruk dan KEP sedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1) 3. Gejala klinis Balita KEP berat/Gizi buruk Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur/melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe kwasiorkor. a. Kwashiorkor - Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis) - Wajah membulat dan sembab - Pandangan mata sayu - Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok - Perubahan status mental, apatis, dan rewel - Pembesaran hati - Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk - Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis) - Sering disertai : • penyakit infeksi, umumnya akut • anemia • diare. b. Marasmus: - Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit - Wajah seperti orang tua - Cengeng, rewel - Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy pant/pakai celana longgar) - Perut cekung - Iga gambang - Sering disertai: - penyakit infeksi (umumnya kronis berulang) - diare kronik atau konstipasi/susah buang air c. Marasmik-Kwashiorkor: - Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok. SEMUA PENDERITA KEP BERAT UMUMNYA DISERTAI DENGAN ANEMIA DAN DEFISIENSI MIKRONUTRIEN LAIN C. PENEMUAN KASUS Penemuan kasus balita KEP dapat dimulai dari : 1. Posyandu/Pusat Pemulihan Gizi Pada penimbangan bulanan di posyandu dapat diketahui apakah anak balita berada pada daerah pita warna hijau, kuning, atau dibawah garis merah (BGM). Bila hasil penimbangan BB balita dibandingkan dengan umur di KMS terletak pada pita kuning, dapat dilakukan perawatan di rumah , tetapi bila anak dikategorikan dalam KEP sedang-berat/BGM, harus segera dirujuk ke Puskesmas. 2. Puskesmas Apabila ditemukan BB anak pada KMS berada di bawah garis merah (BGM) segera lakukan penimbangan ulang dan kaji secara teliti. Bila KEP Berat/Gizi buruk (BB < 60% Standard WHO-NCHS) lakukan pemeriksaan klinis dan bila tanpa penyakit penyerta dapat dilakukan rawat inap di puskesmas. Bila KEP berat/Gizi buruk dengan penyakit penyerta harus dirujuk ke rumah sakit umum. Semua balita yang datang ke Puskesmas harus ditentukan status gizinya ANAK DENGAN TANDA-TANDA KLINIS KEP BERAT/GIZI BURUK (MARASMUS,KWASHIORKOR, MARASMIC KWASHIORKOR) HARUS DI RAWAT INAP BAB II MEKANISME PELAYANAN GIZI BALITA KEP BERAT/GIZI BURUK A. Tingkat Rumah Tangga - Ibu membawa anak untuk ditimbang di posyandu secara teratur setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan berat badannya - Ibu memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0-4 bulan - Ibu tetap memberikan ASI kepada anak sampai usia 2 tahun - Ibu memberikan MP-ASI sesuai usia dan kondisi kesehatan anak sesuai anjuran pemberian makanan (lampiran 5) - Ibu memberikan makanan beraneka ragam bagi anggauta keluarga lainnya - Ibu segera memberitahukan pada petugas kesehatan/kader bila balita mengalami sakit atau gangguan pertumbuhan - Ibu menerapkan nasehat yang dianjurkan petugas B. Tingkat Posyandu - Kader melakukan penimbangan balita setiap bulan di posyandu serta mencatat hasil penimbangan pada KMS - Kader memberikan nasehat pada orang tua balita untuk memberikan hanya ASI kepada bayi usia 0-4 bulan dan tetap memberikan ASI sampai usia 2 tahun - Kader memberikan penyuluhan pemberian MP-ASI sesuai dengan usia anak dan kondisi anak sesuai kartu nasehat ibu - Kader menganjurkan makanan beraneka ragam untuk anggauta keluarga lainnya - Bagi balita dengan berat badan tidak naik (“T”) diberikan penyuluhan gizi seimbang dan PMT Penyuluhan - Kader memberikan PMT-Pemulihan bagi balita dengan berat badan tidak naik 3 kali (“3T”) dan berat badan di bawah garis merah (BGM) - Kader merujuk balita ke puskesmas bila ditemukan gizi buruk dan penyakit penyerta lain - Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan balita C. Pusat pemulihan Gizi (PPG) PPG merupakan suatu tempat pelayanan gizi kepada masyarakat yang ada di desa dan dapat dikembangkan dari posyandu. Pelayanan gizi di PPG difokuskan pada pemberian makanan tambahan pemulihan bagi balita KEP. Penanganan PPG dilakukan oleh kelompok orang tua balita (5-9 balita) yang dibantu oleh kader untuk menyelenggarakan PMT Pemulihan anak balita. Layanan yang dapat diberikan adalah : - Balita KEP berat/gizi buruk yang tidak menderita penyakit penyerta lain dapat dilayani di PPG - Kader memberikan penyuluhan gizi /kesehatan serta melakukan demonstrasi cara menyiapkan makanan untuk anak KEP berat/gizi buruk - Kader menimbang berat badan anak setiap 2 minggu sekali untuk memantau perubahan berat badan dan mencatat keadaan kesehatannya • Bila anak berat badan nya tidak naik atau tetap maka berikan penyuluhan gizi seimbang untuk dilaksanakan di rumah • Bila anak sakit dianjurkan untuk memeriksakan anaknya ke puskesmas - Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning atau di bawah garis merah (BGM) pada KMS, kader memberikan PMT Pemulihan • Makanan tambahan diberikan dalam bentuk makanan jadi dan diberikan setiap hari. • Bila makanan tidak memungkinkan untuk dimakan bersama, makanan tersebut diberikan satu hari dalam bentuk matang selebihnya diberikan dalam bentuk bahan makanan mentah • Apabila berat badan anak berada di pita warna kuning pada KMS teruskan pemberian PMT pemulihan sampai 90 hari • Apabila setelah 90 hari, berat badan anak belum berada di pita warna hijau pada KMS kader merujuk anak ke puskesmas untuk mencari kemungkinan penyebab lain - Apabila berat badan anak berada di pita warna hijau pada KMS, kader menganjurkan pada ibu untuk mengikuti pelayanan di posyandu setiap bulan dan tetap melaksanakan anjuran gizi dan kesehatan yang telah diberikan - Ibu memperoleh penyuluhan gizi/kesehatan serta demontrasi cara menyiapkan makanan untuk anak KEP - Kader menganjurkan pada ibu untuk tetap melaksanakan nasehat yang diberikan tentang gizi dan kesehatan - Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan dan gizi anak D. Puskesmas - Puskesmas menerima rujukan KEP Berat/Gizi buruk dari posyandu dalam wilayah kerjanya serta pasien pulang dari rawat inap di rumah sakit - Menyeleksi kasus dengan cara menimbang ulang dan dicek dengan Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS (lampiran 1) • Apabila ternyata berat badan anak berada di bawah garis merah (BGM) dianjurkan kembali ke PPG/posyandu untuk mendapatkan PMT pemulihan • Apabila anak dengan KEP berat/gizi buruk (BB < 60% Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS) tanpa disertai komplikasi, anak dapat dirawat jalan di puskesmas sampai berat badan nya mulai naik 0,5 Kg selama 2 minggu dan mendapat PMT-P dari PPG • Apabila setelah 2 minggu berat badannya tidak naik, lakukan pemeriksaan untuk evaluasi mengenai asupan makanan dan kemungkinan penyakit penyerta, rujuk ke rumah sakit untuk mencari penyebab lain - Anak KEP berat/Gizi Buruk dengan komplikasi serta ada tanda-tanda kegawatdaruratan segera dirujuk ke rumah sakit umum - Tindakan yang dapat dilakukan di puskesmas pada anak KEP berat/ gizi buruk tanpa komplikasi • Memberikan penyuluhan gizi dan konseling diet KEP berat/Gizi buruk (dilakukan di pojok gizi) • Melakukan pemeriksaan fisik dan pengobatan minimal 1 kali per minggu • Melakukan evaluasi pertumbuhan berat badan balita gizi buruk setiap dua minggu sekali • Melakukan peragaan cara menyiapkan makanan untuk KEP berat/Gizi buruk • Melakukan pencatatan dan pelaporan tentang perkembangan berat badan dan kemajuan asupan makanan • Untuk keperluan data pemantauan gizi buruk di lapangan, posyandu, dan puskesmas diperlukan laporan segera jumlah balita KEP berat/gizi buruk ke Dinas kesehatan kabupaten/kota dalam 24 jam dengan menggunakan formulir W1 dan laporan mingguan dengan menggunakan formulir W2 (lampiran 2) - Apabila berat badan anak mulai naik, anak dapat dipulangkan dan dirujuk ke posyandu/PPG serta dianjurkan untuk pemantauan kesehatan setiap bulan sekali - Petugas kesehatan memberikan bimbingan terhadap kader untuk melakukan pemantauan keadaan balita pada saat kunjungan rumah BAB III TATA LAKSANA PELAYANAN KEP BERAT/GIZI BURUK DI PUSKESMAS A. PRINSIP DASAR PELAYANAN RUTIN KEP BERAT/GIZI BURUK Pelayanan rutin yang dilakukan di puskesmas berupa 10 langkah penting yaitu: 1. Atasi/cegah hipoglikemia 2. Atasi/cegah hipotermia 3. Atasi/cegah dehidrasi 4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit 5. Obati/cegah infeksi 6. Mulai pemberian makanan 7. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth) 8. Koreksi defisiensi nutrien mikro 9. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental 10. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh. Dalam proses pelayanan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang sesuai untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan pada pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor. Bagan dan jadwal pengobatan sebagai berikut: No FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI Hari ke 1-2 Hari ke 2-7 Minggu ke-2 Minggu ke 3-7 1 Hipoglikemia 2 Hipotermia 3 Dehidrasi 4 Elektrolit 5 Infeksi 6 MulaiPemberian makanan 7 Tumbuh kejar (Meningkatkan Pemberian Makanan) 8 Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe 9 Stimulasi 10 Tindak lanjut B. SEPULUH LANGKAH UTAMA PADA TATA LAKSANA KEP BERAT/GIZI BURUK 1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia (kadar gula dalam darah rendah) Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak dengan KEP berat/Gizi buruk. Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu tubuh rendah. Jika anak sadar dan dapat menerima makanan usahakan memberikan makanan saring/cair 2-3 jam sekali. Jika anak tidak dapat makan (tetapi masih dapat minum) berikan air gula dengan sendok. Jika anak mengalami gangguan kesadaran, berikan infus cairan glukosa dan segera rujuk ke RSU kabupaten. 2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia (suhu tubuh rendah) Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360 C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut (Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas. Cara lain adalah dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur (bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil, tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh kembali pada keadaan hipothermia. Tidak dibenarkan penghangatan anak dengan menggunakan botol berisi air panas 3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah : • Ada riwayat diare sebelumnya • Anak sangat kehausan • Mata cekung • Nadi lemah • Tangan dan kaki teraba dingin • Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama. Tindakan yang dapat dilakukan adalah : • Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut ReSoMal (lampiran 4). • Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum, lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan NaCL dengan perbandingan 1:1. 4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit diantaranya : • Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. • Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Berikan : - Makanan tanpa diberi garam/rendah garam - Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral ( Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan lumat/lunak Contoh bahan makanan sumber mineral Sumber Zink : daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah, telur ayam Sumber Cuprum : daging, hati. Sumber Mangan : beras, kacang tanah, kedelai. Sumber Magnesium : kacang-kacangan, bayam. Sumber Kalium : jus tomat, pisang, kacang2an, apel, alpukat, bayam, daging tanpa lemak. 5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas dengan dosis sebagai berikut : UMUR ATAU BERAT BADAN KOTRIMOKSASOL (Trimetoprim + Sulfametoksazol)  Beri 2 kali sehari selama 5 hari AMOKSISILIN  Beri 3 kali sehari untuk 5 hari Tablet dewasa 80 mg trimeto prim + 400 mg sulfametok sazol Tablet Anak 20 mg trimeto prim + 100 mg sulfametok sazol Sirup/5ml 40 mg trimeto prim + 200 mg sulfametok sazol Sirup 125 mg per 5 ml 2 sampai 4 bulan (4 - < 6 kg) ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml 4 sampai 12 bulan (6 - < 10 Kg) ½ 2 5 ml 5 ml 12 bln s/d 5 thn (10 - < 19 Kg) 1 3 7,5 ml 10 ml Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9 bulan Catatan : • Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak menjadi lebih parah. Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk ke Rumah Sakit Umum. • Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut segera rujuk ke rumah sakit 6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu : Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi Fase Stabilisasi ( 1-2 hari) Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi metabolisma basal saja. Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai berikut : - Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa - Energi : 100 kkal/kg/hari - Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari - Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari) - Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet - Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak Keterangan : • Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam) • Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik ( dibutuhkan ketrampilan petugas ) • Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari • Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam • Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1) Pantau dan catat : - Jumlah yang diberikan dan sisanya - Banyaknya muntah - Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja - Berat badan (harian) - selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema , mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik 7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth) Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi : Fase Transisi (minggu ke 2) • Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. • Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama. • Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200 ml/kgbb/hari). Pemantauan pada fase transisi: 1. frekwensi nafas 2. frekwensi denyut nadi Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seperti di atas.
3. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
- Protein 4-6 gram/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.

Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1½ dengan jumlah tidak terbatas dan sering
- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
- Protein 4-6 g/kgbb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh-kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga




Pemantauan fase rehabilitasi

Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.
• Baik bila kenaikan bb  50 g/Kg bb/minggu.
• Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi menyeluruh. TAHAPAN PEMBERIAN DIET FASE STABILISASI : FORMULA WHO 75 ATAU PENGGANTI FASE TRANSISI : FORMULA WHO 75  FORMULA WHO 100 ATAU PENGGANTI FASE REHABILITASI : FORMULA WHO 135 (ATAU PENGGANTI)  MAKANAN KELUARGA 8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin dan mineral. Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk keadaan infeksinya. Berikan setiap hari : • Tambahan multivitamin lain • Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau sirup besi dengan dosis sebagai berikut : Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi UMUR DAN BERAT BADAN TABLET BESI/FOLAT Sulfas ferosus 200 mg + 0,25 mg Asam Folat  Berikan 3 kali sehari SIRUP BESI Sulfas ferosus 150 ml  Berikan 3 kali sehari 6 sampai 12 bulan (7 - < 10 Kg) ¼ tablet 2,5 ml (1/2 sendok teh) 12 bulan sampai 5 tahun ½ tablet 5 ml (1 sendok teh) • Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan dosis tunggal sebagai berikut : UMUR ATAU BERAT BADAN PIRANTEL PAMOAT (125mg/tablet) (DOSIS TUNGGAL) 4 bulan sampai 9 bulan (6-<8 Kg) ½ tablet 9 bulan sampai 1 tahun (8-<10 Kg) ¾ tablet 1 tahun sampai 3 tahun (10-<14 Kg) 1 tablet 3 Tahun sampai 5 tahun (14-<19 Kg) 1 ½ tablet • Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis Umur Kapsul Vitamin A Kapsul Vitamin A 200.000 IU 100.000 IU 6 bln sampai 12 bln - 1 kapsul 12 bln sampai 5 Thn 1 kapsul - Dosis tambahan disesuaikan dengan baku pedoman pemberian kapsul Vitamin A 9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan : - Kasih sayang - Ciptakan lingkungan yang menyenangkan - Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 – 30 menit/hari - Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh - Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb) 10.Persiapan untuk tindak lanjut di rumah Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan di desa. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada lampiran 5, dan aktifitas bermain. Nasehatkan kepada orang tua untuk : - Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di Puskesmas - Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMT-Pemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran 5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di posyandu/puskesmas. - pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang padat - penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu - Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal - Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI atau 100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus. BAB IV TATA LAKSANA DIET PADA KEP BERAT/GIZI BURUK A. Tingkat Rumah Tangga 1. Ibu memberikan aneka ragam makanan dalam porsi kecil dan sering kepada anak sesuai dengan kebutuhan ( lihat lampiran 5) 2. Teruskan pemberian ASI sampai anak berusia 2 tahun B. Tingkat Posyandu /PPG 1. Anjurkan ibu memberikan makanan kepada anak di rumah sesuai usia anak, jenis makanan yang diberikan mengikuti anjuran makanan (lampiran 5) 2. Selain butir 1, maka dalam rangka pemulihan kesehatan anak, perlu mendapat makanan tambahan pemulihan (PMT-P) dengan komposisi gizi mencukupi minimal 1/3 dari kebutuhan 1 hari, yaitu : Energi 350 – 400 kalori Protein 10 - 15 g 3. Bentuk makanan PMT-P Makanan yang diberikan berupa : a. Kudapan (makanan kecil) yang dibuat dari bahan makanan setempat/lokal. b. bahan makanan mentah berupa tepung beras,atau tepung lainnya, tepung susu, gula minyak, kacang-kacangan, sayuran, telur dan lauk pauk lainnya c. Contoh paket bahan makanan tambahan pemulihan (PMT-P) yang dibawa pulang Contoh bahan makanan yang dibawa pulang : Alternative Kebutuhan Paket Bahan Makanan/Anak/Hari I Beras 60 g Telur 1 butir atau kacang-kacangan 25 g gula 15 g II Beras 70 g Ikan 30 g - III Ubi/singkong 150 g Kacang-kacangan 40 g gula 20 g V Tepung ubi 40 g Kacang-kacangan 40 g gula 20 g 4. Lama PMT-P pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) diberikan setiap hari kepada anak selama 3 bulan (90 hari) 5. Cara penyelenggaraan a. Makanan kudapan diberikan setiap hari di Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau b. Seminggu sekali kader melakukan demonstrasi pembuatan makanan pendamping ASI/makanan anak, dan membagikan makanan tersebut kepada anak balita KEP, selanjutnya kader membagikan paket bahan makanan mentah untuk kebutuhan 6 hari. C. Tingkat Puskesmas Tata laksana diet pada balita KEP berat/gizi buruk ditujukan untuk memberikan makanan tinggi energi, tinggi protein, dan cukup vitamin mineral secara bertahap, guna mencapai status gizi optimal. Ada 4 (empat) kegiatan penting dalam tata laksana diet, yaitu : pemberian diet, pemantauan, dan evaluasi, penyuluhan gizi, serta tindak lanjut. I. Pemberian diet balita KEP berat/gizi buruk harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Melalui 3 fase yaitu : fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi b. Kebutuhan energi mulai 100-200 kal/Kgbb/hari c. Kebutuhan protein mulai 1-6 g/Kgbb/hari d. Pemberian suplementasi vitamin dan mineral khusus, bila tidak tersedia diberikan bahan makanan sumber mineral tertentu (lihat hal 12) e. Jumlah cairan 130-200 ml/kgbb/hari, bila ada edema dikurangi menjadi 100 ml/Kg bb/hari f. Jumlah pemberian peroral atau lewat pipa nasogastrik g. Porsi makanan kecil dan frekwensi makan sering h. Makanan fase stabilisasi harus hipoosmolar, rendah laktosa, dan rendah serat i. Terus memberikan ASI j. Makanan padat diberikan pada fase rehabilitasi dan berdasarkan berat badan, yaitu : bb < 7 kg diberikan kembali makanan bayi dan bb > 7 Kg dapat langsung diberikan makanan anak secara bertahap


Tabel 1 :

KEBUTUHAN GIZI MENURUT FASE PEMBERIAN MAKAN



ZAT GIZI FASE
STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Energi 100 Kkal/kgbb/hr 150 Kkal/kgbb/hr 150-200 Kkal/kgbb/hr
Protein 1-1,5 g/kgbb/hr 2-3 g/kgbb/hr 4-6 g/kgbb/hr
Vitamin A Lihat langkah 8 Lihat langkah 8 Lihat langkah 8
Asam Folat Idem Idem Idem
Zink Idem Idem Idem
Cuprum Idem Idem Idem
Fe Idem Idem Idem
Cairan 130 ml/Kgbb/hr atau
100 ml/kgbb/hr bila ada edema 150 ml/Kgbb/hr 150-200 ml/Kgbb/hr

Tabel 2
JADWAL, JENIS, DAN JUMLAH MAKANAN YANG DIBERIKAN


FASE

WAKTU PEMBERIAN

JENIS MAKANAN

FREKWENSI JUMLAH CAIRAN (ml) SETIAP MINUM MENURUT BB ANAK
4 Kg
6 Kg 8 Kg 10 Kg
Stabilisasi Hari 1-2


Hari 3-4



Hari 5-7 F75/modifikasi/Modisco ½

F75/modifikasi/Modisco½


F75/Modifikasi/Modisco ½ 12 x ( dg ASI )
12 x ( tanpa ASI)
8 x ( dg ASI)
8 x (tanpa ASI)

6 x (dg ASI)
6 x (Tanpa ASI) 45
45

65
65


90
90 65
65

100
100


130
130 -
90

-
130


-
175 -
110

-
160


-
220
Transisi Minggu 2-3

F100/modifi
kasi/Modisco I
Atau II 4 x ( dg ASI )
6 x ( tanpa ASI)
130
90
195
130
-
175 -
220

Rehabilita
Si

BB < 7 Kg Minggu 3-6 F135/modifi kasi/Modisco III, ditambah Makanan lumat/makan lembik sari buah 3 x ( dg/tanpa ASI ) 3 x 1 porsi 1 x 90 - 100 100 - 100 150 - 100 175 - 100 BB >7 Kg Makanan lunak/makan
An biasa
Buah 3 x 1 porsi


1 –2 x 1 buah -


- -


- -


- -


-
*) 200 ml = 1 gelas
Contoh :Kebutuhan anak dengan berat badan 6 Kg pada fase rehabilitasi diperlukan :
Energi : 1200 Kkal
400 kalori dipenuhi dari 3 kali 100 cc F 135 ditambah 800 kalori dari 3 kali makanan lumat/makanan lembik dan 1 kali 100 cc sari buah
Tabel 3
FORMULA WHO
Bahan Per 100 ml F 75 F 100 F 135
FORMULA WHO
Susu skim bubuk g 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak sayur g 30 60 75
Larutan elektrolit Ml 20 20 27
Tambahan air s/d Ml 1000 1000 1000
NILAI GIZI
Energi Kalori 750 1000 1350
Protein g 9 29 33
Lactosa g 13 42 48
Potasium Mmol 36 59 63
Sodium Mmol 6 19 22
Magnesium Mmol 4.3 7.3 8
Seng Mg 20 23 30
Copper Mg 2.5 2.5 3.4
% energi protein - 5 12 10
% energi lemak - 36 53 57
Osmolality Mosm/l 413 419 508
Tabel 4
MODIFIKASI FORMULA WHO
FASE STABILISASI TRANSISI REHABILITASI
Bahan Makanan F75 I F75 II F75
III M½ F100 M1 MII F135 MIII
Susu skim bubuk (g) 25 - - 100 - 100 100 - -
Susu full cream (g) - 35 - - 110 - - 25 120
Susu sapi segar (ml) - - 300 - - - - - -
Gula pasir (g) 70 70 70 50 50 50 50 75 75
Tepung beras (g) 35 35 35 - - - - 50 -
Tempe (g) - - - - - - - 150 -
Minyak sayur (g) 27 17 17 25 30 50 - 60 -
Margarine (g) - - - - - - 50 - 50
Lar. Elektrolit (ml) 20 20 20 - 20 - - 27 -
Tambahan air (L) 1 1 1 1 1 1 1 1 1

*) M : Modisco

Keterangan :

1. Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi.
Larutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi sehingga kemungkinan tidak dapat diterima oleh semua anak, terutama yang mengalami diare. Dengan demikian pada kasus diare lebih baik digunakan modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan tepung
2. Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau modifikasi
3. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula WHO 135 sampai makanan biasa

CARA MEMBUAT

1. Larutan Formula WHO75
Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan elektrolit, diencerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum
Larutan modifikasi :
Campurkan susu skim/full cream/susu segar, gula, tepung, minyak. Tambahkan air sehingga mencapai 1 L (liter) dan didihkan hingga 5-7 menit.
2. Larutan Formula WHO 100 dan modifikasi Formula WHO 100
Cara seperti membuat larutan Formula WHO 75
Larutan modifikasi :
Tempe dikukus hingga matang kemudian dihaluskan dengan ulekan (blender, dengan ditambah air). Selanjutnya tempe yang sudah halus disaring dengan air secukupnya. Tambahkan susu, gula, tepung beras, minyak, dan larutan elektrolit. Tambahkan air sampai 1000 ml, masak hingga mendidih selama 5-7 menit.
3. Larutan elektrolit
Bahan untuk membuat 2500 ml larutan elektrolit mineral, terdiri atas :
KCL 224 g
Tripotassium Citrat 81 g
MgCL2.6H2O 76 g
Zn asetat 2H2O 8,2 g
Cu SO4.5H2O 1,4 g
Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)
Ambil 20 ml larutan elektrolit, untuk membuat 1000 ml Formula WHO 75, Formula WHO 100, atau Formula WHO 135. Bila bahan-bahan tersebut tidak tersedia, 1000 mg Kalium yang terkandung dalam 20 ml larutan elektrolit tersebut bisa didapat dari 2 gr KCL atau sumber buah-buahan antara lain sari buah tomat (400 cc)/jeruk (500cc)/pisang (250g)/alpukat (175g)/melon (400g).

II. EVALUASI DAN PEMANTAUAN PEMBERIAN DIET

1. Timbang berat badan sekali seminggu, bila tidak naik kaji penyebabnya (asupan gizi tidak adequat, defisiensi zat gizi, infeksi, masalah psikologis).
2. Bila asupan zat gizi kurang, modifikasi diet sesuai selera.
3. Bila ada gangguan saluran cerna (diare, kembung,muntah) menunjukkan bahwa formula tidak sesuai dengan kondisi anak, maka gunakan formula rendah atau bebas lactosa dan hipoosmolar, misal: susu rendah laktosa, formula tempe yang ditambah tepung-tepungan.
4. Kejadian hipoglikemia : beri minum air gula atau makan setiap 2 jam

III.PENYULUHAN GIZI DI PUSKESMAS

1. Menggunakan leaflet khusus yang berisi jumlah, jenis, dan frekwensi pemberian bahan makanan
2. Selalu memberikan contoh menu (lampiran 6)
3. Mempromosikan ASI bila anak kurang dari 2 tahun
4. Memperhatikan riwayat gizi (lampiran 3 dan 4)
5. Mempertimbangkan sosial ekonomi keluarga
6. Memberikan demonstrasi dan praktek memasak makanan balita untuk ibu

IV.TINDAK LANJUT

1. Merencanakan kunjungan rumah
2. Merencanakan pemberdayaan keluarga

















Daftar Kepustakaan

1. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Hasil Penataran Petugas Kesehatan Dalam Rangka Pelayanan Gizi Buruk di Puskesmas dan Rumah Sakit, BLK Cimacan, Oktober 1981.

2. Departemen Kesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 1997

3. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes. Pedoman Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk Pelaksanaan PMT pada Balita, Jakarta 1997.

4. London School of Hygiene and Tropical Medicine. Dietary Management of PEM (Not Published, 1998)

5. WHO. Guideline for the Inpatient Treatment of Severely Malnourished Children, WHO Searo, 1998.

6. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Pelaksanaan Pojok Gizi (POZI) di Puskesmas, Jakarta 1997

7. Waterlaw JC. Protein Energy Malnutrition, Edward Arnold , London, 1992

Penasehat :

Dr. Dini Latief MSc (Kepala Direktorat Bina Gizi Masyarakat)
Dr. Muharso SKM (Kepala Pusat Data Dep.Kesehatan)
Dr. Bambang G. Hamurwono SpM (Kepala Direktorat RS Umum dan Swasta)

Tim Penyusun

1. Dr. Sri S. Nasar, SpAK IDAI
2. Dr. Emelia Soeroto Hamzah, SpAK IDAI
3. Budi Hartati SKM, Mkes Persagi
4. Dr.Endang Peddyawati, MSc PDGMI
5. Bambang Harianto, SKM. M.Sc. Dit Bina Gizi Masyarakat
6. Nursiah A. Ganie, M.Sc Dit Bina Gizi Masyarakat
7. Ir. Martini, MCN Dit Bina Gizi Masyarakat
8. Rita Kemalawati, MCN Dit Bina Gizi Masyarakat
9. Dr. Kirana Pritasari, M.Sc Dit. Bina Kesehatan Keluarga
10. Dr. Anie Kurniawan M.Sc Dit Bina Gizi Masyarakat
11. Ida Pasaribu MPH Dit. Bina Upaya Kes. Puskesmas
12. Drs. Arizal, MCN Dit Bina Gizi Masyarakat
13. Minarto, MPS Dit Bina Gizi Masyarakat
14. Dr. Wistianto, MPH Pusat Data Kesehatan
15. Sunawang, M.Sc Unicef
16. Evarini Ruslina, SKM Dit Bina Gizi Masyarakat
17. Ichwan Arbie, SKM Dit Bina Gizi Masyarakat
18. UKK dan UK Gizi IDAI
19. Ferina Darmarini, DCN RSCM




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Tinjauan Tentang Penyuluhan
a. Pengertian
Azrul Azwar menjelaskan bahwa penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Sedangkan menurut Departemen Kesehatan, penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan di mana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perorangan maupun secara kelompok dan meminta pertolongan bila perlu (Effendy, 1998).
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dasar dari penyuluhan kesehatan yaitu adanya kegiatan pembelajaran guna menanamkan pengertian yang benar dan sikap yang positif terhadap masalah kesehatan, sehingga atas dasar kemauan sendiri, individu kelompok atau masyarakat akan terbentuk perilaku hidup sehat dalam kesehatannya.
Menurut Notoatmodjo (2005), keberhasilan pendidikan, penyuluhan dapat diukur dengan pengukiran sikap.
b. Ruang lingkup
Ruang lingkup penyuluhan meliputi 3 aspek, yaitu sasaran, materi / pesan, dan metode penyuluhan kesehatan (Effendy, 1998).
1) Sasaran penyuluhan kesehatan
Adalah individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang dijadikan subyek dan obyek perubahan perilaku, sehingga diharapkan dapat memahami, menghayati dan mengaplikasikan cara-cara hidup sehat.
2) Materi / pesan
Materi yang disampaikan sebaiknya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan sesuai dengan kebutuhan sasaran, serta penyampaiannya sebaiknya menggunakan alat peraga untuk mempermudah pemahaman dan menarik perhatian sasaran.
3) Metode
Metode yang digunakan hendaknya metode yang dapat mengembangkan komunikasi dua arah antara yang memberi penyuluhan terhadap sasaran (metode sokratik / two way method), sehingga diharapkan tingkat pemahaman sasaran terhadap pesan yang disampaikan akan lebih jelas dan mudah dipahami. Metode ini meliputi : curah pendapat, diskusi, demonstrasi, stimulasi, bermain peran (role playing), studi kasus, seminar (metode langsung), atau melalui satelit komunikasi / telepon (metode tidak langsung).
Ceramah adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan. Sedangkan demonstrasi adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan prosedur tentang suatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan atau adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya (Effenndy, 1998).

2. Tinjauan Tentang Menstruasi
a. Pengertian menstruasi
Menstruasi (Mochtar, 1998) adalah pengeluaran darah dari alat kandungannya setiap bulan secara teratur pada wanita yang sehat dan tidak hamil. Menurut Hembing (2005) menstruasi merupakan peristiwa perdarahan secara periodik dan siklik (bulanan) dari rahim disertai pelepasan selaput lendir rahim (endometrium) melalui vagina pada wanita yang seksual dewasa.
b. Fisiologi haid
1) Siklus haid
Menurut Hembing (2005), dalam keadaan normal lamanya haid berkisar antara 3 – 7 hari dan rata-rata berulang setiap 28 hari.
Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus haid (Wiknjosastro,dkk., 1999), yaitu :



(1) Fase menstruasi atau deskuamasi
Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal dan fase ini berlangsung 3 – 4 hari. Akibat estradiol (estrogen) dan progesteron akan menghambat FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone), sehingga akan terjadi penyempitan pembuluh-pembuluh darah endometrium yang berlanjut dengan iskemia, sehingga endometrium terlepas dan timbullah perdarahan.
(2) Fase pasca haid atau regenerasi
Akibat pelepasan sebagian besar endometrium, maka endometrium berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh sel epitelnya. Pada waktu ini tebal endrometrium + 0,5 mm. Fase ini telah mulai sejak fase menstruasi dan berlangsung 4 hari. Adanya pengeluaran LH akan memacu produksi estrogen. Estrogen mempunyai pengaruh terhadap endometrium yang menyebabkan endometrium tumbuh dan berproliferasi.
(3) Fase intermenstruum atau fase proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal + 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Estrogen akan semakin menekan FSH sehingga terjadi pengeluaran LH yang banyak. Puncak LH ini akan memacu ovulasi yang terjadi pada hari ke-14.

(4) Fase pra haid atau fase sekresi
Fase ini dimulai sesudah ovulasi alami berlangsung dari hari ke-14 sampai hari ke-28. Pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk-keluk, dan mengeluarkan getah yang semakin lama semakin nyata. Hormon yang berperan kelenjar-kelenjar tersebut adalah progesteron. Hormon ini sedikit meningkat seiring dengan peningkatan sejumlah estrogen. Setelah ovulasi, maka terjadi luteinisasi, sel-sel luteal mengeluarkan sejumlah besar progesteron dan sejumlah kecil estrogen.
2) Mekanisme haid
Hormon steroid estrogen dan progesteron mempengaruhi pertumbuhan fase proliferasi. Sesudah ovulasi, endometrium dalam fase sekresi. Dengan menurunnya kadar estrogen dan progesteron pada akhir siklus haid, terjadi regresi endometrium yang kemudian diikuti oleh perdarahan (menstruasi).
Faktor-faktor yang memegang peranan penting dalam mekanisme haid :
a) Faktor-faktor enzim
Dengan menurunnya kadar progesteron pada akhir siklus haid, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan dan merusakkan bagian-bagian dari sel-sel yang berperan dalam sintesis protein. Karena itu timbul gangguan metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan.
b) Faktor-faktor vaskular
Dengan regresi endometrium timbul statis dalam vena-vena serta saluran-saluran yang menghubungkan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom baru dari arteri maupun dari vena.
c) Faktor prostaglandin
Endometrium mengandung banyak prostagladin E2 dan F2. Dengan disintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan berkontraksinya miometrium sebagai suatu zona untuk membatasi perdarahan haid.
3) Gangguan menstruasi (Wiknjosastro, dkk, 1999)
a) Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada haid.
(1) Hipermenorea
Ialah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal, atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari).
Disebabkan oleh kondisi uterus, misalnya adanya mioma uteri, polip endometrium, gangguan pelepasan endometrium pada waktu haid (irreguler endometrial shedding) dan sebagainya.
(2) Hipomenorea
Ialah perdarahan yang lebih pendek dan atau kurang dari biasa.
Penyebab : gangguan endokrin, sesudah miomektomi, dan lain-lain.


b) Kelainan siklus
(1) Polimenorea (epimenoregia)
Ialah siklus haid yang lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari), dengan perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari haid biasa.
Penyebab : gangguan hormonal sehingga terjadi pemendekan pada fase luteal, peradangan, endometriosis, dll.
(2) Oligomenorea
Ialah siklus haid lebih panjang (lebih dari 35 hari)
(3) Amenorea
Ialah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut.
Penyebab : gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor-tumor, penyakit infeksi, dan lain-lain.
c) Perdarahan di luar haid
Metroragia ialah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid.
Penyebab : kelainan organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.
d) Gangguan lain yang ada hubungannya dengan haid
(1) Premensial tension (ketegangan prahaid)
Merupakan keluhan-keluhan yang biasanya mulai 1 minggu sampai beberapa hari sebelum datangnya haid dan akan menghilang sesudah haid datang.
Keluhan-keluhannya terdiri atas : gangguan emosional (irritabilitas, gelisah atau depresi, dan lain-lain) maupun gangguan fisik (nyeri, sakit kepala, perut kembung, mual, pembesaran dan nyeri pada mamnea, dan sebagainya).
(2) Vicorious menstruation
Ialah perdarahan ekstra genital dengan interval periodik yang sesuai dengan siklus haid, tempat perdarahannya yaitu lewat hidung (30% dari seluruh kasus), lambung, usus, paru-paru, mammae dan kulit.
(3) Mittle schmerz
Ialah nyeri antara haid terjadi kira-kira sekitar pertengahan siklus haid pada saat ovulasi. Sifat nyeri tidak mengejang, tidak menjalar dan tidak disertai mual atau muntah.
(4) Mastalgia
Ialah rasa nyeri dan pembesaran mammae sebelum haid, yang disebabkan oleh edema dan hiperemi karena peningkatan relatif dari kadar estrogen.
(5) Dismenorea
Ialah nyeri saat haid.





3. Tinjauan Tentang Dismenorea
a. Pengertian dismenorea
Dismenorea atau nyeri haid adalah nyeri yang timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala (Baziad, dkk., 1998). Dismenorea adalah menstruasi yang menyebabkan rasa nyeri, sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaaan atau cara hidupnya sehari-hari untuk beberapa jam atau beberapa hari (Rayburn dan Carey, 2001)
Dismenorea berarti nyeri pada waktu menstruasi (Lliewellyn, 2002).
b. Macam dismenorea (Lliwellyn, 2002)
1) Dismenorea primer
a) Gambaran klinis
Bentuk ini biasanya mulai 2 – 3 tahun setelah menarche dan mencapai maksimal antara usia 15 – 25 tahun, frekuensi menurun sesuai dengan pertambahan usia dan biasanya berhenti setelah melahirkan.
b) Etiologi
Sekarang, etiologi dismenorea sudah jelas. Setelah progesteron disekresi setelah ovulasi, endometrium yang telah mengalami luteinisasi sanggup mensintesis prostaglandin. Jika ada gangguan keseimbangan antara prostasiklin, kerja PGF 2α lebih menonjol, sehingga akan terjadi iskemia miometrium (angina uterus) dan hiperkontraksilitas uterus. Di samping itu, vasopresin, juga berperan pada dismenorea. Vasopresin meningkatkan sintesis prostaglandin dan dapat bekerja pada arteri-arteri uterus secara langsung.
c) Faktor pre disposisi
Faktor kejiwaan. Pada gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jiwa mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul dismenorea.
(1) Faktor konstitusi. Faktor ini erat kaitannya dengan faktor tersebut diatas, dapat juga menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor ini seperti anemia, penyakit menahun dan sebagainya.
2) Dismenorea sekunder
a) Gambaran klinis
Dimenorea sekunder atau dismenore didapat jarang sekali terjadi sebelum usia 25 tahun dan jarang sebelum usia 30 tahun. Nyeri kram yang khas mulai 2 hari atau lebih sebelum menstruasi, dan nyerinya semakin hebat pada akhir menstruasi. Pada saat ini nyerinya mencapai puncak dan berlangsung selama 2 hari atau lebih (Lliewellyin, 2002).
b) Etiologi
Dimenorea sekunder disebabkan oleh organik yang bisa diidentifikasi. Dismenorea bisa disebabkan oleh leiomioma, adenomiosis, polip, endometriosis, AKDR, atau infeksi. Gejala-gejala tergantung kepada penyebabnya (Syaifudin, 2001). Pada kebanyakan kasus, penyebabnya adalah endometriosis atau peradangan pelvik (Lliewellyn, 2002).
c. Tingkatan dismenorea ada tiga (Baziad, dkk., 1998) yaitu :
1) Dismenorea ringan
Rasa nyeri berlangsung beberapa saat, sehingga hanya diperlukan istirahat sejenak (duduk atau berbaring) untuk menghilangkannya tanpa disertai obat.
2) Dismenorea sedang
Diperlukan obat untuk menghilangkan rasa nyeri, tanpa perlu meninggalkan aktifitas sehari-hari.
3) Dismenorea berat
Untuk menghilangkan keluhan diperlukan istirahat beberapa lama dengan akibat meninggalkan aktifitas sehari-hari, selama 1 hari atau lebih.
Penanganan dismenorea menurut Hembing (2005)
Untuk mengurangi rasa sakit saat menstruasi karena gangguan primer dapat menggunakan obat penghilang rasa sakit (analgetik) seperti aspirin, atau dengan pemberian hormon antiprostaglandin untuk mengurangi kekuatan kontraksi uterus, namun pemberian hormon antiprostaglandin tersebut harus hati-hati terutama pada wanita yang ingin hamil.
Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi dan mengurangi sakit pada saat menstruasi :
a) Tempelkan botol berisi air panas atau bantalan panas/hangat pada daerah perut.
b) Pijat daerah perut/abdomen secara perlahan-lahan.
c) Coba tidur terlentang dengan kaki/lutut diganjal dengan bantal.
d) Lakukan olahraga ringan seperti senam, jalan kaki atau bersepeda pada saat sebelum dan selama haid. Hal tersebut dapat membuat aliran darah pada otot sekitar rahim menjadi lancar, sehingga rasa nyeri dapat teratasi atau berkurang.
Tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk mengurangi dan mengatasi rasa sakit pada saat menstruasi mempunyai efek analgetik (meredakan rasa sakit), melancarkan sirkulasi darah dan mencairkan bekuan darah.
Berikut contoh beberapa tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri haid.
a) Daun Dewa (Gynura segetum {Lour.} Merr)
Bagian yang digunakan : seluruh tumbuhan/herba
Efek : melancarkan sirkulasi darah, mencairkan bekuan darah, anticoagulant.
b) Mawar (Rosa chinensis Jack)
Bagian yang digunakan : bunga
Efek : melancarkan sirkulasi darah, menormalkan siklus haid, antiradang, menghilangkan bengkak.
c) Teki (Cyperus rotundus L.)
Bagian yang digunakan : umbi.
Efek : menormalkan siklus haid, menghilangkan sakit (analgetik), melancarkan vital energi. Merupakan obat penting untuk penyakit-penyakit pada wanita (gynekological diseases).

d) Temu Lawak (Curcuma xanthorrhiza)
Bagian yang digunakan : rimpang.
Efek : sebagai peluruh haid (emenagog), tonikum, antiradang, hepatoprotektor, dan lain-lain.
Teknik relaksasi yang diajarkan oleh Kingston (1995) untuk mengatasi sakit punggung, pegal anggota badan, nyeri perut bagian bawah saat haid adalah sebagai berikut :
1. Renang daratan kering
Teknik ini seperti gerakan renang gaya katak, namun dilakukan di tempat kering. Cara ini memerlukan satu alat yang bisa menyangga badan dan empuk, seperti ranjang, dipan atau sofa tanpa tangan (paf).
a. Berbaringlah dengan muka menghadap ke bawah dalam posisi yang nyaman sehingga setengah tubuh bagian atas tersangga dengan baik sedangkan tungkai dalam keadaan bebas .
b. Gerakan kaki gaya dada seperti renang gaya katak. Mulai renggangkan kaki sedikit, kemudian tarik kedua tungkai ke atas dan tekuk pada lutut kedua telapak kaki saling berhadapan.
c. Dorong kaki sejauh mungkin dari tubuh dan luruskan tungkai. Sehingga kepala, tulang belakang dan tungkai berada dalam satu garis lurus.
d. Lakukan gerakan diatas berulang kali dengan gerakan yang ritmis dan lembut.


2. Mengayun panggul
Latihan ini lebih mudah dan hanya memerlukan musik untuk iringannya.
a. Berdiri dengan kedua kaki agak terbuka. Letakkan tangan kanan di perut bagian depan, sedangkan tangan kiri dibagian belakang.
b. Ayunkan perut ke arah depan dengan lutut sedikit menekuk.
c. Lanjutkan dengan gerakan ke belakang dengan lutut diluruskan kembali.
d. Lanjutkan kedua gerakan tersebut berulang-ulang dengan mengikuti irama musik.
Selain teknik di atas Kingston (1995) juga mengajarkan 4 jenis pernapasan yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri.
a. Pernapasan amat dalam (pernapasan persneling satu)
Hirup udara melalui hidung + 7 detik kemudian hembuskan lewat mulut secara perlahan-lahan. Teknik ini bisa dilakukan dengan berdiri dan tangan di pinggang.
b. Pernapasan dangkal (pernapasan persneling dua)
Teknik ini bisa dilakukan dengan kedua tangan diletakkan, jari kedua tangan di tulang rusuk. Pernapasan ini hampir dua kali lebih cepat pada latihan yang pertama tadi. Hirup napas lewat hidung + 4 detik, kemudian hembuskan lewat mulut + 4 detik juga. Dengan pernapasan ini, jari-jari yang diletakkan pada tulang rusuk tadi akan terasa terdorong ke samping.

c. Pernapasan dangkal (pernapasan persneling tiga)
Cara ini harus dua kali lebih cepat daripada pernapasan persneling dua. Setiap tarikan napas berlangsung sekitar 2 detik. Untuk membantu pernapasan ini letakkan salah satu tangan secara ringan di atas dada. Rasakan naik turunnya udara pada bagian atas paru-paru anda. Tetapi tidak usah dilakukan dengan terengah-engah dan dorongan naik turun, lakukan saja dengan santai dan ajeg.
d. Pernapasan amat dangkal (pernapasan persneling empat)
Pernapasan ini diperlukan selama mengalami nyeri yang buruk. Dalam waktu singkat (+ 10 detik) pernapasan ini akan membantu mengatasi nyeri tersebut. Berbaringlah setenang dan serilek mungkin. Biarkan napas terhembus cepat keluar dan masuk melalui mulut yang terbuka. Setiap napas berlangsung hanya cukup untuk mengucapkan “puh” pada diri sendiri. Jika kita meletakkan ujung jari dengan ringan pada lekukan leher, tepat diatas tulang selangka, maka akan terasa udara mengangkat leher kita.
4. Tinjauan Tentang Sikap
a. Pengertian sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 2001). Menurut Allport (1954), “A mental and neural state of rediness, organized through expertence, exertence, exerting a directive or dynamic influence up on the individual’s response to all object and situation with it is related.” (Notoatmodjo, 2001). Artinya keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, tetapi merupakan pre-disposisi tindakan suatu perilaku
b. Komponen sikap
Sikap terbentuk dari 3 komponen utama (Niven, 1995) :
1) Komponen afektif
Komponen ini berhubungan dengan perasaan dan emosi tentang seseorang atau sesuatu obyek.
2) Komponen kognitif
Sikap tentunya mengandung pemikiran atau kepercayaan tentang seseorang atau sesuatu obyek. Menurut Notoatmodjo (2005), komponen kognitif atau pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
3) Komponen perilaku
Sikap terbentuk dari tingkah laku seseorang dan perilaku.
Ketiga sikap ini masing-masing saling berhubungan dengan klasifikasi respon sikapnya













c. Tingkatan sikap
Notoatmodjo (2001) menjelaskan bahwa sikap mempunyai berbagai tingkatan, yaitu :
1) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
2) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3) Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Pertanggung-jawaban (Responsibel)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap
Menurut Azwar (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi sikap adalah :
1) Pengalaman pribadi
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, maka harus melalui kesan yang kuat. Apa yang dialami akan membentuk dan mempengaruhi penghargaan manusia terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar pembentukan sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis.
2) Kebudayaan
Kebudayaan mempengaruhi sikap dan memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok asuhannya. Hanya kepribadian individu yang kuat yang dapat memudahkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.



3) Orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang dapat mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang dianggap penting akan dihadapkan persetujuan bagi sikap tindakan atau pendapat.
4) Media massa
Media massa meyampaikan informasi yang berisi sugesti, yang dapat mengarahkan opini kuat dan akan menilai suatu hal, sehingga terbentuklah arahan sikap tertentu.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu, sehingga terbentuklah kepercayaaan yang kemudian konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu.
6) Emosional
Emosi dapat mendasari bentuk sikap karena dapat berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme ego.
e. Penilaian atau pengukuran
Menurut Notoatmodjo (2001), pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
1) Secara langsung, dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu sikap.
2) Secara tidak langsung, dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju). Sedangkan menurut Niven (2002), skala pengukuran sikap oleh likers dibuat dengan pilihan jawaban : sangat setuju, kurang setuju, ragu-ragu, kurang tidak setuju, sangat tidak setuju.
f. Perubahan sikap





Niven (2002) menjelaskan bahwa untuk mengubah sikap seseorang melalui stimulus diperlukan komunikasi persuasi yang efektif. Dalam rangka menghasilkan komunikasi persuasif yang efektif, ada baiknya mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perubahan sikap seseorang. Ada tiga elemen terpenting dalam meyampaikan pesan persuasif yaitu karakteristik dari komunikator, karakteristik dari komunikasi dan karakteristik dari penerima informasi..
1) Karakteristik komunikator
a) Kredibilitas, tergantung dari keahlian dan tujuannya. Orang akan lebih mudah terpengaruh oleh seseorang yang dianggap ahli di dalam bidangnya.
b) Likeability, daya tarik fisik dan penampilan dan sifat kepribadian yang positif telah dapat ditentukan seberapa besar daya persuasif seseorang.
c) Kecepatan pengiriman pesan. Orang yang berbicara cepat biasanya mempunyai reputasi yang kurang baik, namun individu yang berbicara cepat saat menyampaikan pesan kadang terlihat lebih persuasif dibanding orang yang berbicara lambat.
2) Karakteristik komunikasi
Pemaparan terhadap informasi secara terus menerus dapat mengubah sikap yang diinginkan. Ini akan memberi dampak audiens menjadi kenal terhadap obyek yang dibicarakan, sehingga menghasilkan konsistensi dalam evaluasi yang lebih diinginkan dari informasi tersebut.
3) Karakteristik penerima informasi
Individu akan lebih mudah dipengaruhi jika mereka dalam alam perasaan yang baik.
Teori internalisasi oleh Kelman (1958, dalam Bigham, 1991) menyatakan bawha individu merima pengaruh dan bersedia bersikap menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percayai dan sesuai dengan nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, maka isi dan hakikat sikap itu sendiri dianggap oleh individu sebagai memuaskan. Bukan sekedar ingin dipuji atau hanya untuk memelihara agar hubungan baik dengan yang memberi pengaruh. Sikap yang demikianlah yang biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan (Azwar, 2003).




B. Kerangka Konsep

Gambar 3. Kerangka Konsep (Niven, 1995, Azwar, 2003)
Sikap seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting, kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan emosional (Azwar, 2003). Sebagian besar remaja putri memiliki sikap yang kurang baik dalam penanganan dismenorea. Hal ini dikarenakan mereka sungkan membicarakannya dengan orang lain dan menutup-nutupi kondisi dirinya sendiri, yang justru menambah parah keadaan. Remaja yang cenderung tidak peduli terhadap keluhan dismenorea, maka akan sulit memahami apakah nyerinya normal atau tidak. Dan berakibat pada keterlambatan pendeteksian dini adanya gangguan pada organ reproduksi yang dapat berakibat pada infertilasi. Dengan demikian remaja perlu diberikan stimulus (pengertian dan motivasi) untuk mengubah sikap tersebut. Stimulus yang diberikan yaitu berupa penyuluhan tentang menstruasi, dengan harapan bahwa remaja putri akan memiliki sikap positif dalam penanganan dismenorea sehingga terwujud pencapaian kesehatan reproduksinya serta mampu menangani secara mandiri maupun dengan meminta pertolongan orang lain sehingga dapat tercapai kesehatan reproduksi yang optimal.

C. Hipotesis
Ada pengaruh penyuluhan tentang menstruasi terhadap sikap dalam penanganan dismenorea pada siswi Madrasah Mu’allimaat Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2005.





BAGIAN I

IDENTIFIKASI DAN MASALAH KESEHATAN PRIORITAS

Dalam rangka meningkatkan kompetensi mahasiswa dalam pelayanan kesehatan masyarakat, Fakultas Kedokteran UGM mengadakan kegiatan Kuliah Kerja Kesehatan Masyarakat (K3M). K3M ini merupakan bagian integral dari proses pendidikan di Fakultas Kedokteran UGM yang disetarakan dengan KKN PPM (Kuliah Kerja Nyata Program Pemberdayaan Masyarakat) UGM. Secara filosofis, K3M mengintegrasikan pembelajaran akademik dengan penelitian dan pengabdian. K3M ini dilakukan secara integral antara pendidikan profesi dokter, perawat dan dietisien, di dalamnya termasuk pergeseran orientasi pendidikan dokter yang mengarah kepada dokter keluarga, keperawatan keluarga dan gizi keluarga.
Salah satu lokasi tujuan kegiatan K3M adalah di wilayah kerja Puskesmas Samigaluh I, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, DIY. Kegiatan ini dilakukan selama 6 minggu, yaitu terhitung sejak 25 Juni 2007 hingga 4 Agustus 2007.

A. Gambaran Lokasi Praktek
1. Gambaran Umum Puskesmas Samigaluh I
Puskesmas Samigaluh I merupakan Puskesmas Induk yang terdapat di Kecamatan Samigaluh. Adapun wilayah kerjanya meliputi 4 desa yaitu desa Gerbosari, Ngargosari, Sidoharjo dan Purwoharjo. Puskesmas Samigaluh I terdiri dari rawat inap, unit rawat jalan, poliklinik gigi, BP Umum, KIA, Laboratorium, klinik imunisasi, UGD, kamar bersalin dan farmasi. Puskesmas Samigaluh I mempunyai 5 Puskesmas pembantu yaitu Puskesmas pembantu Madigondo, Puskesmas pembantu Sidohardjo, Puskesmas pembantu Ngargosari, Puskesmas Pembantu Purwoharjo dan Puskesmas Pembantu Nglambur. Melalui puskesmas-puskesmas pembantu ini diharapkan pelayanan kesehatan dapat menjangkau seluruh warga dalam wilayah kerja Puskesmas Samigaluh I.
a. Kondisi Geografis
Puskesmas Samigaluh I terletak di Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi DIY. Puskesmas ini terletak di kawasan perbukitan Menoreh, dengan wilayah kerja meliputi 4 desa seluas 35,23 km2, yaitu :
1) Desa Gerbosari dengan luas 9,66 Km2 yang terdiri dari 19 dusun
2) Desa Ngargosari dengan luas 7,24 Km2 yang terdiri dari 14 dusun
3) Desa Sidoharjo dengan luas 10,06 Km2 yang terdiri dari 18 dusun
4) Desa Purwoharjo dengan luas 7,77 Km2 yang terdiri dari 11 dusun

Peta wilayah kerja Puskesmas Samigaluh I terlampir.
Secara Administratif, wilayah Samigaluh dibatasi oleh :
Sebelah Utara : Kecamatan Borobudur, Magelang
Sebelah Selatan : Desa Banjarsari, wilayah Puskesmas Samigaluh II
Sebelah Barat : Desa Pagerharjo, wilayah Puskesmas Samigaluh II
Sebelah Timur : Desa Banjar Arum, Kalibawang

Topografi wilayah kerja Puskesmas Samigaluh I terdiri dari daerah berbukit dengan ketinggian antara 100-1000 m dpl. Sebagian besar area digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan serta daerah hutan rakyat. Pemukiman penduduk cenderung mengelompok di tingkat dusun, namun terpencar ditingkat desa sehingga dapat dijumpai dusun yang jauh dan terpencil dari pusat desa sehingga sulit dijangkau secara cepat.

b. Kondisi Demografis
Penduduk yang bermukim di wilayah kerja puskesmas seluruhnya berjumlah 16.916 jiwa, terdiri 8.388 laki-laki dan 8.528 perempuan. Distribusi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :


Gambar 1. Distribusi penduduk Kecamatan Samigaluh berdasarkan jenis kelamin














Sumber : Data Kelurahan, 2006

Dari Gambar 1 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penduduk laki laki dan perempuan hampir sebanding yakni 49,6% laki-laki dan 50,4% perempuan.
Tabel 1. Jumlah Penduduk Kecamatan Samigaluh Berdasarkan Usia
Desa 0-< 1 th 1-< 5 th 5-6 th 7-15 th 16-21 th 22-59 th ≥ 60 th Purwoharjo 46 184 75 507 225 1888 601 Gerbosari 58 214 70 579 339 2375 820 Ngargosari 40 210 70 527 282 2253 553 Sidoharjo 87 250 102 779 397 2664 741 Total 231 858 317 2392 1243 9180 2715 Sumber : Data Kelurahan, 2006 Dari Tabel 1 diatas dapat diketahui dari 4 desa yang ada yaitu Purwoharjo, Gerbosari, Ngargosari dan sidoharjo, jumlah penduduk terbanyak adalah pada usia produktif yaitu 22 – 59 tahun dan jumlah yang paling sedikit adalah pada usia 0 - < 1 tahun. Gambar 2. Diagram Distribusi Penduduk Kecamatan Samigaluh berdasarkan usia Sumber : Data Kelurahan, 2006 Dari Gambar 1 diatas menunjukkan bahwa grafik jumlah penduduk yang tertinggi adalah pada usia produktif yaitu 22 – 59 tahun dan desa yang paling tinggi grafik usia produktifnya adalah desa Sidoharjo c. Fasilitas Puskesmas Samigaluh I merupakan puskesmas dengan tempat perawatan yang memiliki fasilitas seperti ditunjukkan Tabel 2 sebagai berikut : Tabel 2. Fasilitas Puskesmas Samigaluh I No Fasilitas Layanan Jumlah Frekuensi Pelayanan 1 Poliklinik Umum 1 Setiap hari, jam kerja 2 Poliklinik Gigi 1 Setiap hari, jam kerja 3 Poliklinik KIA 1 Setiap hari, jam kerja 4 Laboratorium 1 Setiap hari, jam kerja 5 Klinik Imunisasi 1 Setiap hari senin 6 Unit Rawat Inap 10 bed 24 jam, 2 unit inkubator 7 UGD 1 24 jam 8 Kamar Bersalin 2 bed 24 jam 9 Puskesmas Pembantu 5 Terjadwal 10 Ambulans 1 unit 24 jam 11 Puskesmas Keliling 1 unit Terjadwal 12 Kendaraan Roda Dua 7 unit Dipakai untuk kegiatan program Sumber : Data Puskesmas 2006 d. Tenaga Kerja Saat ini Puskesmas Samigaluh I memiliki 57 orang personil tenaga kerja. Ketenagaan yang ada di Puskesmas Samigaluh I pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 3 berikut : Tabel 3. Data Kepegawaian Puskesmas Samigaluh I Tahun 2006 No Jabatan Jumlah 1 Kepala Puskesmas 1 2 Dokter Umum 2 3 Dokter Gigi 1 4 Sarjana Kesehatan Masyarakat 1 5 Bidan 6 6 Perawat 9 7 Perawat Gigi 1 8 Analis Laborat 3 9 Ass. Apoteker 2 10 Ass. Perawat 1 11 Sanitarian 1 12 Nutrisionis 1 13 Rekam Medis /pendaftaran 2 14 Ketatausahaan 6 15 Lain-lain 20 Jumlah 57 Sumber : Data Puskesmas 2006 2. Gambaran Umum Dusun Tritis Dusun Tritis termasuk wilayah Kelurahan Ngargosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Propinsi DIY. Secara struktural, Dusun Tritis terbagi atas 2 RW yaitu RW 10 dan RW 11 serta 5 RT yaitu RT 25, RT 26, RT 27, RT 28 dan RT 29. Dusun Tritis merupakan bagian dari wilayah kerja Puskesmas Samigaluh I. Jarak dari dusun Tritis ke Puskesmas Samigaluh I ± 10 km. Sedangkan sarana prasarana kesehatan yang ada di Dusun Tritis yaitu Posyandu terpadu.. Dusun Tritis dengan luas wilayah 84 Ha, memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Utara : Jawa Tengah Sebelah Selatan : Dusun Tegalsari dan Dusun Ngaliyan Sebelah Barat : Desa Pagerharjo Sebelah Timur : Dusun Trayu Berdasarkan pendataan yang dilakukan pada tahun 2006, diketahui bahwa jumlah penduduk dusun Tritis adalah 318 jiwa, yaitu 169 laki-laki dan 149 perempuan, terbagi dalam 88 KK. Jumlah wanita usia subur (WUS) adalah 81 orang. Tabel 4. Distribusi penduduk di Dusun Tritis Berdasarkan Usia pada Tahun 2006 No Usia (tahun) Jumlah Total % 1. < 1 5 1,6 2. 1 - < 5 19 6 3. 5 - 6 2 0,6 4. 7 - 15 57 17,9 5. 16 - 21 20 6,3 6. 22 - 59 189 59,4 7 > 60 26 8,2
Jumlah 318 100
Sumber : Data Kelurahan 2006

Berdasarkan Tabel 4 diatas tentang jumlah penduduk Dusun Tritis berdasakan usia, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak adalah pada usia produktif yaitu 22 – 59 tahun yaitu 59,4% dan jumlah yang paling sedikit adalah pada usia 5 - 6 tahun yaitu 0.6%

Gambar 3. Distribusi penduduk menurut usia di wilayah dusun Tritis




















Sumber : Data Kelurahan 2006

Dari Gambar 3 diatas menunjukkan bahwa distribusi jumlah penduduk yang terbanyak adalah pada usia produktif yaitu 22 – 59 tahun yaitu sejumlah 189 jiwa dan jumlah yang paling sedikit adalah pada usia 5 - 6 tahun yaitu sejumlah 2 jiwa






Tabel 5. Distribusi penduduk Dusun Tritis
Berdasarkan Jenis Kelamin pada Tahun 2006
No Jenis Kelamin Jumlah
Total %
1 Laki-laki 169 53,1
2 Perempuan 149 46,9
Jumlah 318 100
Sumber : Data Kelurahan 2006

Berdasarkan Tabel 5 diatas tentang jumlah penduduk Dusun Tritis berdasarkan jenis kelamin, dapat diketahui bahwa jumlah penduduk antara laki-laki dan perempuan hampir sama yaitu untuk laki-laki 53,1% dan perempuan 46,9%

Gambar 4. Distribusi penduduk di wilayah dusun Tritis menurut jenis kelamin



















Sumber : Data Kelurahan 2006

Dari Gambar 4 diatas menunjukkan bahwa distribusi jumlah penduduk antara laki-laki dan perempuan di Dusun Tritis hampir sama yaitu untuk laki-laki berjumlah 169 jiwa dan perempuan berjumlah 149 jiwa.


Tabel 6. Distribusi penduduk (Kepala Keluarga) Dusun Tritis
Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Tahun 2006
No Tingkat Pendidikan Jumlah
Total %
1 Tidak Tamat SD 26 29,5
2 Tamat SD - SLTP 45 51,1
3 Tamat SLTA 16 18,2
4 Tamat PT 1 1,1
Jumlah 88 100
Sumber : Data Kelurahan 2006

Berdasarkan Tabel 6 diatas tentang jumlah penduduk (Kepala Keluarga) Dusun Tritis berdasarkan tingkat pendidikan, dapat diketahui bahwa kebanyakan Kepala Keluarga berpendidkan antara tamat SD – SLTP yaitu sebesar 51,1%, dan yang paling sedikit adalah yang berpendidikan tamat Perguruan Tinggi yaitu sebesar 1,1%





Gambar 5. Distribusi penduduk (Kepala Keluarga) berdasarkan Tingkat Pendidikan


















Sumber : Data Kelurahan 2006

Dari Gambar 5 diatas tentang tentang distribusi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat diketahui bahwa kebanyakan penduduk (Kepala Keluarga) berpendidkan antara tamat SD – SLTP yaitu sejumlah 45 jiwa, dan yang paling sedikit adalah yang berpendidikan tamat Perguruan Tinggi yaitu sejumlah 1 jiwa


Tabel 7. Distribusi penduduk Dusun Tritis
Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Tahun 2006
No Tingkat Pendidikan Jumlah
Total %
1 Tidak pernah sekolah 10 3,1
2 Belum sekolah SD 23 7,2
3 Masih sekolah SD 36 11,3
4 Tidak tamat SD 64 20,1
5 Tamat SD 115 36,1
6 Masih Sekolah SLTP 12 3,8
7 Tamat SLTP 35 11
8 Masih Sekolah SLTA 5 1,6
9 Tamat SLTA 17 5,3
10 Masih Sekolah AK/PT - -
11 Tamat AK/PT 1 0,3
jumlah 318 100
Sumber : Data Kelurahan 2006

Berdasarkan Tabel 7 diatas tentang jumlah penduduk Dusun Tritis berdasarkan tingkat pendidikan, dapat diketahui bahwa saat ini kebanyakan penduduk berpendidkan tamat SD yaitu sebesar 36,1%, dan yang paling sedikit adalah yang berpendidikan tamat Perguruan Tinggi yaitu sebesar 0,3%. Untuk saat ini belum ada penduduk Dusun Tritis yang sedang menjalani pendidikan PT (Perguruan Tinggi)











Gambar 6. Distribusi penduduk di wilayah dusun Tritis menurut tingkat pendidikan



















Sumber : Data Kelurahan 2006

Dari Gambar 6 diatas dapat diketahui bahwa saat ini kebanyakan penduduk berpendidikan tamat SD yaitu sebanyak 115 jiwa, dan yang paling sedikit adalah yang berpendidikan tamat Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 1 jiwa. Pada grafik dapat dilihat nilai 0, kerena memang untuk saat ini belum ada penduduk Dusun Tritis yang sedang menjalani pendidikan PT (Perguruan Tinggi)

B. Daftar Masalah Kesehatan di Komunitas
Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Puskesmas Samigaluh I dan II dan data primer dari hasil wawancara, diskusi dan kuesioner yang ditanyakan pada warga maupun tokoh masyarakat, kader kesehatan serta survei lapangan yang dilakukan di wilayah dusun Tritis, diperoleh daftar masalah kesehatan masyarakat sebagai berikut:

Tabel 8. Form penentuan masalah kesehatan prioritas di wilayah Dusun Tritis
No. Masalah Kesehatan Kriteria Prioritas Skor Prioritas
M Sc T U F Sp Os
1. Penyakit kulit 10 4 9 7 7 5 - 42
2. Common cold 9 9 8 5 8 4 - 43
3. ISPA 8 10 7 8 9 1 - 43
4. Hipertensi 7 2 10 6 10 10 - 45 **
5. Penyakit sendi 6 3 2 1 5 3 - 20
6. Gastritis 5 6 5 3 2 7 - 28
7. Diare 4 7 6 10 6 9 - 42
8. Asma 3 5 4 4 4 8 - 28
9. Tifus abdominalis 2 8 3 9 3 6 - 31
10. Penyakit gigi 1 1 1 2 1 2 - 8
Ket. * : Skor prioritas tertinggi

Rasional pemberian ranking :
Magnitude (M)
Besaran pada masalah penyakit kulit dinilai paling tinggi (10) karena data sekunder menunjukkan bahwa penyakit kulit merupakan masalah yang paling sering dijumpai pada masyarakat di dusun Tritis. Sementara itu, common cold menjadi masalah kedua yang paling sering diderita oleh masyarakat dusun Tritis, disusul oleh ISPA, hipertensi, dan seterusnya. Penyakit gigi merupakan masalah yang paling jarang dijumpai pada masyarakat dusun Tritis dibandingkan dengan ke-9 masalah lainnya.



Scope (Sc)
ISPA merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling luas di dusun Tritis, karena penyakit ini dapat menyerang semua lapisan umur dan semua warga masyarakat tanpa kecuali. Sementara itu penyakit gigi memiliki scope terkecil karena hanya terdapat pada beberapa orang warga saja.

Trend (T)
Nilai trend tertinggi terdapat pada penyakit hipertensi, karena terjadi kecenderungan peningkatan prevalensi penyakit selama beberapa tahun terakhir. Hal ini disebabkan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya di tempat pelayanan kesehatan, dan ternyata banyak diantara mereka yang menderita hipertensi. Sementara itu penyakit gigi jarang menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat, dan tidak mengalami peningkatan angka kejadian selama beberapa tahun terakhir.

Urgensi (U)
Diare dinilai memiliki tingkat urgensi paling tinggi dibandingkan sembilan masalah lainnya, karena bila tidak segera diatasi akan menimbulkan akibat yang fatal. Selain itu diare merupakan penyakit yang mudah meluas apabila faktor penyebabnya tidak segera diatasi. Sementara itu penyakit sendi merupakan masalah kesehatan yang tingkat urgensinya dinilai paling rendah, karena tidak menimbulkan akibat fatal secara langsung.

Feasibility (F)
Berdasarkan aspek sumber daya, waktu, teknologi, dan metode, hipertensi merupakan masalah yang memiliki feasibility paling tinggi dibandingkan dengan sembilan masalah lainnya. Sementara itu penyakit gigi dinilai paling sulit untuk diintervensi karena keterbatasan sarana.

Support (Sp)
Dukungan paling besar dari masyarakat maupun dari dosen pembimbing lapangan sekaligus kepala Puskesmas Samigaluh I diberikan untuk intervensi masalah hipertensi. Sementara itu masalah yang kurang didukung oleh stakeholder untuk diintervensi dalam kuliah kerja kesehatan masyarakat adalah ISPA, karena penyakit ini sulit untuk dihindari dan dicegah, sehingga intervensi paling efektif adalah dengan terapi kuratif.

Others (Os)
Tidak ada kriteria lain yang ditambahkan.

BAGIAN II

IDENTIFIKASI FAKTOR RISIKO

II.1. Kepentingan Permasalahan
Banyak lansia yang dicurigai mengalami hipertensi, tetapi masih belum terdeteksi, dan bahkan beberapa warga ada yang mengalami stroke sebagai komplikasi dari hipertensi yang tidak terkontrol. Berdasarkan kondisi ini perlu dilakukan usaha untuk menemukan penderita hipertensi secara dini serta mencari faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan hipertensi.
Penduduk yang mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi diharapkan dapat memeriksakan diri secara rutin ke tempat pelayanan kesehatan, seperti posyandu lansia maupun puskesmas dan penduduk yang mempunyai faktor risiko hipertensi dapat mengendalikannya sehingga tidak berlanjut menjadi hipertensi. Dengan demikian kejadian komplikasi hipertensi seperti yang terdapat pada beberapa warga dapat dicegah secara dini.

II.2. Rumusan Permasalahan
1. Bagaimana kejadian hipertensi pada masyarakat dusun Tritis, desa Ngargosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta?
2. Faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada masyarakat dusun Tritis, desa Ngargosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta?

II.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui beberapa faktor resiko hipertensi pada usia di dusun Tritis, desa Ngargosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta dan melakukan intervensi terhadap beberapa faktor resiko yang ada.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui hubungan antara hipertensi dengan usia
b. Mengetahui hubungan antara hipertensi dengan jenis kelamin
c. Mengetahui hubungan antara hipertensi dengan obesitas
d. Mengetahui hubungan antara hipertensi dengan kebiasaan merokok
e. Mengetahui hubungan antara hipertensi dengan kebiasaan minum alkohol
f. Mengetahui hubungan antara hipertensi dengan pola diet
g. Mengetahui hubungan antara hipertensi dengan penyakit sistemik lainnya

II.4. Kajian Literatur.
1. Definisi hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih besar ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pasien yang sedang tidak makan obat anti hipertensi (Mansjoer dkk, 2001).
2. Epidemiologi
Data epidemiologis menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah, dimana baik hipertensi sistolik maupun kombinasi hipertensi sistolik dan diastolik sering timbul pada lebih dari separuh orang yang berusia lebih dari 65 tahun. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi (pola kurva mendatar), dan pengendalian tekanan darah ini hanya mencapai hamper 34 persen dari pasien hipertensi (Sudoyo dkk, 2006).
Sampai saat ini data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari Negara-negara yang sudah maju. Data dari the National Healt and Nutrition Examination Survey (NHNES) menunjukkan bahwa dari tahun 1999 – 2000, insiden hipertensi pada orang dewasa sekitar 29 – 31 % yang terdapat pada 58 – 67 juta orang hipertensi di Amerika dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHNES III tahun 1988 – 1991(Sudoyo dkk, 2006).
3. Patofisiologi
Sampai saat ini faktor penyebab hipertensi yang spesifik belum diketahui untuk itu perlu memperhatikan faktor – faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah. Curah jantung dan tahanan perifer merupakan faktor yang paling menentukan tekanan darah, disamping faktor-faktor yang lain.Perubahan-perubahan yang dapat mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer dapat menimbulkan hipetensi dengan tipe dan tingkat yang berbeda pada setiap pasien (Kaplan, 1988).
Hipertensi tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi beberapa faktor turut meemgang peranan dan menjaalin satu sama lain dalam genesis hipertensi hal ini dikenal dengan teori mosaik. Beberapa faktor diduga memegang peranan penting dalam genesis hipertensi adalah faktor psikis, sistem saraf, ginjal, jantung, dan pembuluh darah, kortikosteroid, katekolamin, angiotensin, natrium dan air.
Patogenesis hipertensi lambat dan prosesnya bertahap dengan bertambahnya waktu tekanan darah akan meningkat. Pada kelompok pasien hipertensi yang masih muda pada permulaan studi tekanan darahnya masih normal atau curah jantung sedikit meninggi serta tahanan perifer masih normal, tetapi setelah 10 tahun kemudian pada umumnya curah jantungnya turun dan tahanan perifer meningkat. Dan hanya sedikit yang masih mempunyai curah jantung yang tetap tinggi, barangkali ini disebabkan oleh pacuan simpatik dan berkurangnya pacuan parasimpatik. Dan sisanya dengan tahanan perifer dan curah jantung yang tinggi. Walaupun bagaimana dengan meningkatnya tahanan perifer dengan cirri-ciri mulai bertambahnya volume cairan dan curah jantung adalah permulaan hipertensi ( Kapplan, 1988). Hipertensi dapat disebabkan oleh meningkatnya tahanan perifer (Ganong, 1983).
4. Klasifikasi
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat I, hipertensi derajat II.

Tabel 9. Klasifikasi hipertensi
Tekanan darah (TD)
Klasifikasi Tekanan darah sistolik (TDS) mmHg Tekanan darah diastolik (TDD) mmHg
Normal <120 and <80 Pre-hypertension 120-139 or 80-89 Stage 1 Hypertension 140-159 or 90-99 Stage 2 Hypertension ≥160 or ≥100 (Sudoyo dkk, 2006) 5. Faktor resiko hipertensi a. Genetik Pada umumnya hipertensi esensial didapatkan pada keluarga yang hipertensi. Anggota keluarga yang sama pada umumnya hidup dalam lingkungan makan yang sama. Pada kembar monozigot menunjukkan korelasi yang tinggi baik untuk tekanan sistolik maupun distolik., bila dibandingkan dengan anggota yang lain (Sidabutar dan Wiguno, 1998). Pada binatang memberikan banyak keterangan dalam hal ini. Tikus golongan Japanesse spontananeously hypertensive rat (SHR), New Zealand Genetikally Hipertensive Rat (GH), Dahl Salt Sensitive (S) dan Salt Resisten (R), dan Milan Hypersensitive Rat Strain (MHS) menunjukkan bukti tersebut. Dua turunan tikus tersebut, mempunyai faktor neurogenik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting timbulnya hipertensi, sedangkan dua turunan yang lain menunjukkan faktor kepekaan terhadap garam, yang juga diturunkan secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi (Sidabutar dan Wiguno, 1998). b. Asupan garam berlebihan Di dalam populasi yang luas didapatkan kecenderungan prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya asupan garam. Apabila asupan garam kurang dari 3 gram per hari, prevalensi hipertensi beberapa persen saja. Sedangkan bila asupan garam antara 5-15 gram per hari prevalensi akan meningkat menjadi 5-15% (Sidabutar dan Wiguno, 1998). Pada manusia yang diberi garam berlebihan dalam waktu yang pendek akan didapatkan peningkatan tahanan perifer dan tekanan darah, sedangkan pengurangan garam ketingkat 60-90 mmol/hari akan menurunkan tekanan darah pada kebanyakan manusia (Kaplan, 1988). Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah tanpa diikuti peningkatan ekskresi garam, disamping pengaruh faktor-faktor yang lain (Sidabutar dan Wiguno, 1998). c. Merokok Merokok meningkatkan tekanan darah melalui mekanisme pelepasan Norepinefrin dari ujung-ujung saraf adrenergik yang dipacu oleh nikotin (Kaplan, 1988). Risiko merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang diisap per hari, tidak tergantung pada lamanya merokok. Seseorang yang merokok lebih dari satu pak per hari memiliki kerentanan dua kali lebih besar daripada yang tidak merokok (Price, 1988). d. Jenis kelamin Angka mortalitas dan morbiditas pada wanita akibat penyakit kardiovaskuler lebih rendah daripada laki-laki. Lagipula prevalensi hipertensi pada wanita sebelum menopause lebih rendah dibandingkan laki-laki (Kaplan, 1988). Pada segolongan umur, baik kulit hitam maupun kulit putih yang menderita hipertensi pada wanita lebih baik dibandingkan pada penderita pria (Williams, 1998). Penyulit-penyulit hipertensi terutama sistem kardiovaskular tergantung dari frekuensi, proses, aterosklerosis, dan proses ini sering dijumpai pada penderita hipertensi laki-laki (Sukandar, 1989). e. Penggunaan pil kontrasepsi Pemberian kontrasepsi oral secara terus-menerus dapat menimbulkan hipertensi yang bermakna pada beberapa wanita (Ganong, 1983). Kontrasepsi oral dapat menyebabkan hipertensi dengan mekanisme peningkatan volume darah melalui mediator RAA. Meningkatnya volume plasma dan Cardiac Output yang diukur pada 30 wanita yang diberi kontrasepsi oral 2-3 bulan, ternyata terdapat peningkatan tekanan darah. Estrogen dan progesterone sintetik yang dipakai sebagai pil kontrasepsi oral menyebabkan retensi natrium. Hal ini sebagai akibat dari estrogen meningkatkan sintetis substrat renin oleh hepar, dengan meningkatnya substrat renin ini maka angiotensin akan dibuat lebih banyak, sebagai akibat dari meningkatnya kadar angiotensin pelepasan renin terhambat. Meningkatnya kadar angiotensin akan merangsang sintesis aldosteron yang akan menimbulkan retensi natrium, pada saat yang sama terjadi vasokontriksi ginjal dan sistemik. Hal ini dapat terjadi dengan pacuan angiotensin dan aliran ginjal darah yang berkurang (Kaplan, 1988). f. Hipertensi pada kehamilan Pada kehamilan terjadi peningkatan tahanan perifer, yang dapat meningkatkan respon vaskuler terhadap agen-agen presor, turunnya volume plasma dan berkurangnya fungsi ginjal. Frekuensi hipertensi kehamilan meningkat sejalan dengan meningkatnya kadar Hb ibu. Meningkat 7% pada ibu dengan Hb 10gr/dl sampai 42% pada kadar Hb 14gr/dl (Kaplan, 1988). Gejala yang menonjol adalah toksemia gravidarum, yaitu suatu keadaan yang mungkin disebabkan oleh polipeptida yang disekresi oleh plasenta (Ganong, 1983). Jejas toksemia banyak terjadi pada primigravida dengan diagnosis klinis pre-eklampsia dan beberapa penderita toksemia dengan diagnosis klinis hipertensi kronik yang menyertai pre-eklampsia (Greenhill, 1970). Kurang lebih 20% dari hipertensi pada kehamilan dapat disertai satu atau lebih gejala, seperti edema, proteinuria, nyeri kepala, nyeri epigastrium, muntah, gangguan visus, bahkan dapat timbul eklampsia dan pendarahan otak (Prawirohardjo, 1986). g. Umur Pada umumnya para ahli sependapat bahwa tekanan darah arteri cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan umur walaupun ada juga yang berpendapat bahwa tekanan darah akan kira-kira tetap seumur hidup kecuali ada faktor genetik yang menyebabkan kenaikan (Suwitra, 1981). Hipertensi terutama derajat sedang dan berat ditemukan pada usia kurang dari 30 tahun. Pada hipertensi ringan biasanya pada umur antara 30-50 tahun. Sedangkan hipertensi sistolik lebih sering dijumpai pada usia > 60 tahun (Sukandar, 1989).
Insidensi tekanan darah pada dewasa muda sekitar 1-11,5% sedangkan penelitian hipertensi pada usia lanjut di Indonesia rata-rata mendapatkan angka prevalensi sebesar 19-33% (Soetjitro, 1987).
h. Faktor pekerjaan dan sosioekonomi
Data epidimiologi menunjukkan bahwa tekanan darah mempunyai tendensi yang lebih tinggi pada golongan penduduk sosio ekonomi rendah. Kartari (1977) menemukan prevalensi yang tertinggi pada golongan pekerja administrative dan manager ( 25 %). Pada kaum tanpa kerja, ditemukan prevalensi sebesar 9,6 % (Darmojo, 1977).
i. Kurang olah raga
Terdapat bukti bahwa olah raga, yang teratur dapat menurunkan insidensi penyakit jantung koroner pada populasi normotensi dan hipertensi. Latihan fisik menimbulkan adaptasi fisiologik hampir seluruh sistem dalam tubuh, terutama jaringan otot, rangka dan sistem kardiovaskular. Perubahan adaptif tubuh ini dipengaruhi oleh frekuensi latihan dan terutama instensitas latihan.
j. Obesitas
Kegemukan merupakan kontributor penting terhadat terjadinya hipertensi pada populasi umum, dan juga meningkatkn faktor resiko aterogenik, seperti hiperinsulinemia, resistensi insulin, defisiensi enzim lipoprotein lipase, dan hipertensi sekunder. Obesitas dapat dengan mudah ditentukan dengan Body Mass Indeks (BMI). Obesitas dapat memacu timbulnya penyakit koroner yang dapat menyebabkan kematian. Ada bukti yang nyata bahwa obesitas pada usia anak –anak dan remaja merupakan indicator untuk hipertensi pada usia mendatang (Wadswhorth, 1985).
Obesitas menduduki peringkat kelima dalam faktor resiko masalah kardiovaskular (Kusmanah, 1994). Bersama kelebihan sodium, obesitas pada usia remaja dan dewasa serta alkohol merupakan faktor utama yang dicurigai sebagai penyebab hipertensi primer. Menurut studi Framingham, 78 % hipertensi pada pria dan 54 % pada wanita terkait dengan obesitas.
k. Diabetes Mellitus
Hipertensi merupakan komplikasi penyakit diabetes militus khususnya pada penderita diabetik nefropati. Progresivitas diabetik nefropati meningkat sehubungan dengan peningkatan tekanan darah pada penderita diabetes mellitus (Zoebir, 1994).
Prevalensi penderita hipertensi pada penderita diabetes mellitus lebih tinggi bila dibandingkan dengan prevalensi hipertensi pada populasi normal (Zoebir, 1994), sedangkan menurut Kiangdo (1977) peningkatan ini adalah dua kali lipat. Selain itu prevalensi hipertensi pada penderita diabetes melitus bervariasi antara 30 – 80 % dari populasi yang diteliti. Pada penderita insulin dependent diabetes mellitus (IDDM), nefropati diabetik merupakan penyebab terjadinya hipertensi. Pada penderita IDDM, nefropati diabetic merupakan penyebab terjadinya hipertensi. Pada penderita IDDM didapatkan peningkatan prevalensi hipertensi yang berhubungan dengan lamanya menderita IDDM dan peningkatan ekskresi albumin pada nefropati diabetik (Zoebir, 1994).
Pada penderita non insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM), hipertensi sering ditemukan sebelum atau saat diagnosis NIDDM ditegakkan. Para ahli sepakat bahwa resistensi insulin merupakan dasar kelainan pada penderita NIDDM dengan hipertensi (Kiangdo, 1977).
Kaplan (1988) menyatakan bahwa insulin merupakan suatu simulator yang poten untuk penyembuhan otot polos pembuluh darah sehingga menyebabkan hipertropi dinding pembuluh darah. Selain itu insulin akan meningkatkan aktivitas saraf simpatis dan retensi natrium. Ketiga hal tersebut secara bersamaan akan mengakibatkan hipertensi.

6. Gejala – Gejala Klinis
Kebanyakan pasien–pasien dengan hipertensi tidak mempunyai tanda- tanda yang menunjukkan tekanan darahnya meninggi dan hanya akan terditeksi pada saat pemeriksaan fisik. Gejala- gejala yang terdeteksi dapat digolongkan menjadi 3 kategori : (a) yang berhubungan dengan peninggian tekanan darah itu sendiri, (b) yang berhubungan dengan penyulit hipertensi vaskuler, (c) yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari hipertensi sekunder (Kaplan, 1988).
Sakit kepala ditengkuk atau daerah “occipital” merupakan ciri yang sering pada hipertensi berat. Gejala yang lain ialah pusing, palpitasi, mudah lelah (Williams, 1998).
Simptom yang sering menyertai hipertensi adalah sakit kepala, epistaksis, tinnitus, pusing, mudah pingsan, nokturia, dan sikap yang tidak tenang yang biasanya didapatkan pada penderita yang tidak terobati (Kaplan, 1988).
Pada survey hipertensi di Indonesia tercatat berbagai keluhan yang dihubungkan dengan hipertensi yaitu : pusing, mudah marah, telinga berdenging, mimisan, sakit kepala, mata berkunang–kunang dan sukar tidur (Sidabutar dan Wiguno, 1998). Gejala–gejala yang lain biasanya berhubungan dengan penyakit–penyakit yang menyebabkan hipertensi skunder dan komplikasi akibat hipertensi


II.5. Kerangka konseptual



Gambar 6. Kerangka konseptual faktor risiko hipertensi

II.6. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan usia
2. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan jenis kelamin
3. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan obesitas
4. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan kebiasaan merokok
5. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan kebiasaan minum alkohol
6. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan pola diet
7. Terdapat hubungan antara hipertensi dengan penyakit sistemik lainnya

II.7. Metode Penelitian
1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah observasional dengan rancangan Cross Sectional yaitu pengukuran variable bebas dan terikat dalam waktu yang bersamaan.

2. Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Tritis, Desa Ngargosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta.
b. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada tanggal 26 Juni 2007 s/d 22 Juli 2007

3. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat di dusun Tritis, desa Ngargosari, Kecamatan Samigaluh.
b. Sampel
Sampel penelitian diambil secara random sampling dengan kriteria sebagai berikut :
• Berusia ≥ 45 tahun
• Menderita maupun tidak menderita hipertensi
• Bersedia menjadi subyek penelitian
4. Besar Sampel
Menurut Supadi, dkk. (2000) :
no = Z²PQ

n = no
1 + {(no – 1)/N}

Keterangan :
Z = 1,645, karena tingkat kepercayaan yang ditetapkan 90%
P = 0,023, oleh karena prevalensi hipertensi pada masyarakat di Dusun Tritis dari data Sekunder pada tahun 2006 - 2007 sebesar 2,3%
Q = 1 – 0,023 = 0,977
d = 0,1, merupakan presisi yang diinginkan atau kesalahan maksimum yang diperbolehkan
N = 110, ukuran populasi, jumlah warga yang berusia ≥ 45 tahun di dusun Tritis
Sehingga diperoleh besar sampel :
no = 1,6452 x 0,023 x 0,977
0,1²
= 6,08
n =
n = 5,034 ≈ 6 responden
Besar sampel minimal yang dibutuhkan adalah 6 orang responden.

5. Variabel Penelitian
Variable bebas :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Obesitas
d. Kebiasaan merokok
e. Kebiasaan minum alkohol
f. Pola diet
g. Penyakit sistemik lain

Variabel terikat :
Hipertensi

6. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Skala Kategori Cara Pengukuran
Hipertensi Disebut hipertensi apabila tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg.

Ordinal Hipertensi

Non hipertensi
Pengukuran tekanan darah
Usia Adalah seseorang yang berusia ≥ 45 tahun, dihitung dari tahun kelahiran

Rasio 45 – 64 tahun

65 – 83 tahun
Wawancara
Jenis kelamin Responden yang diambil berjenis kelamin laki-laki dan perempuan
Nominal Laki-laki

Perempuan
Wawancara
Obesitas Keadaan gizi yang diukur dengan Body Mass Index (BMI). Data dikelompokkan menjadi 2 yaitu obesitas jika BMI ≥ 25, non obesitas jika kurang jika BMI < 25.

Ordinal
Obesitas

Non obesitas
Penimbangan BB dan pengukuran TB
Kebiasaan merokok Responden memiliki kebiasaan merokok apabila ia melakukan aktivitas merokok setiap hari dan disebut perokok apabila merokok 1 batang atau lebih sekurang-kurangnya selama 1 tahun.

Ordinal
Ya

Tidak

Wawancara
Kebiasaan minum alkohol Responden memiliki kebiasaan minum alkohol apabila ia minum alkohol minimal 1 kali per bulan dalam 1 tahun terakhir atau mempunyai riwayat minum alkohol.

Ordinal
Ya

Tidak

Wawancara
Pola diet Responden yang sehari-harinya memiliki pola diet yang merupakan faktor risiko untuk hipertensi, seperti kebiasaan mengkonsumsi banyak garam, goreng-gorengan, daging sapi atau kambing. Responden dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu yang pola dietnya merupakan faktor risiko untuk hipertensi dan tidak.




Ordinal Pola diet termasuk faktor risiko hipertensi

Pola diet tidak termasuk faktor risiko hipertensi



Wawancara
Riwayat penyakit sistemik lain Responden didiagnosis menderita penyakit sistemik lain. Data diperoleh dengan wawancara secara langsung. Data dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu menderita penyakit sistemik dan tidak. Penyakit sistemik yang dimaksud meliputi penyakit jantung, diabetes mellitus, penyakit hati dan penyakit ginjal.



Ordinal


Ya

Tidak



Wawancara


7. Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan antara lain:

a. Kuesioner [Lihat lampiran]
b. Timbangan injak
c. Meteran tinggi badan
d. Sfigmomanometer
e. Stetoskop


8. Jenis dan Cara Pengumpulan Data
a. Data primer, terdiri dari :
i. Data identitas
Data ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, dan tingkat pendidikan
ii. Data BB dan TB
Diperoleh dari pengukuran langsung
iii. Data kebiasaan merokok, minum alkohol, pola diet, ada tidaknya penyakit sistemik lain
Data ini diperoleh dari pengisian kuesioner
iv. Data hipertensi
Data diperoleh dari pengukuran langsung tekanan darah responden
b. Data sekunder
Data sekunder meliputi data gambaran umum lokasi, demografi, jumlah masayarakat dusun Tritis, prevalensi diperoleh dari SIMPUS Puskesmas Samigaluh I dan II.

9. Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian
a. Tahap Persiapan
1. Melakukan screening awal untuk mengetahui prioritas masalah kesehatan pada tokoh masyarakat dan kader kesehatan di dusun Tritis.
2. Menentukan prioritas masalah berdasarkan scoring hasil screning awal yang telah dilakukan.
3. Menyiapkan alat penelitian meliputi timbangan injak, meteran, sfigmomanometer, stetoskop, dan kuesioner.
b. Tahap Pelaksanaan
1. Melaksanakan pengukuran tekanan darah menggunakan sfigmomanometer.
2. Melaksanakan pengukuran BB dengan timbangan injak dan TB yang diukur dengan meteran.
3. Melaksanakan pengumpulan data kebiasaan merokok, minum alkohol, pola diet dan ada tidaknya penyakit sistemik lainnya melalui pengisian kuesioner dan wawancara.

10. Manajemen dan Analisis Data
Manajemen dan analisis data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap :
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan melalui data primer dan sekunder.
b. Editing data
Proses ini dilakukan untuk melihat dan memastikan apakah semua data telah tersedia sehingga terhindar dari kekurangan.
c. Koding
Data setelah diteliti, tahap berikutnya adalah pemberian kode pada jawaban di tepi lembar jawaban.
d. Entry data
Setelah dilakukan koding, kemudian dilakukan entry data.
e. Tabulasi data
Setelah proses entry, dilakukan tabulasi data dalam bentuk master table agar mudah dibaca dan dipahami.
f. Analisis data
Uji statistik untuk menggunakan hubungan antar variable bebas dengan variable terikat adalah uji chi square.